Tempo hari saat dalam perjalanan ke kantor, Saya melihat seorang lelaki sedang berada di balik kemudi mobil.Â
Ia ditemani seseorang yang tampak sedang mengecek mesin mobilnya. Berada di depan warung ayam bakarnya, lelaki itu tampak tersenyum bahagia.
Saya ingat kejadian beberapa tahun silam. Suatu hari saya sedang berada di warungnya untuk membeli ayam bakar. Pada waktu itu, ia dan istrinya hanya dibantu oleh seorang karyawan saja. Mereka bertiga melayani seluruh kegiatan operasional warung. Mulai dari mencuci ayam, membakar ayam, menyiapkan nasi dan lalapan, membungkus pesanan, menerima pembayaran hingga mengantar pesanan.
Kini, ia boleh disebut sebagai juragan ayam bakar. Ia mampu mempekerjakan 5 orang karyawan. Dia dan istrinya tidak lagi harus turun tangan lagi seperti dulu. Ia cukup memonitor jalannya bisnis.
Pagi itu kulihat dia tersenyum simpul di balik kemudi mobilnya. Sekilas saya pikir, ia menjalani hidupnya dengan bahagia. Ia hobi memasak.Â
Memasak baginya adalah passion. Dari passion-nya dia peroleh penghasilan sebagai bekal kehidupan. Dia mengawali harinya dengan senyuman. Bagaimana dengan Anda?
Bekerja untuk apa?
Tentu saja untuk memperoleh rezeki. Di zaman materialisme ini kata rezeki identik dengan penghasilan. Padahal rezeki bukan hanya soal penghasilan.Â
Menurut KBBI, rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan. Bentuknya bisa makanan, pendapatan, keuntungan dll.
Saya selalu menyukai filosofi burung, "Setiap pagi, burung terbang keluar dari sarangnya. Di sore hari ia kembali ke sarangnya dengan perut yang sudah kenyang".
Burung itu tentu saja mencari makan sesuai dengan kemampuannya. Ia tidak akan melakukan suatu hal di luar kemampuannya.Â