Mohon tunggu...
Mustaqim Dwi
Mustaqim Dwi Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Guru SD

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Kebijakan Sistem Zonasi PPDB dalam Mewujudkan Pemerataan Pendidikan

5 Agustus 2024   10:33 Diperbarui: 6 Agustus 2024   11:10 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis : MUSTAQIM DWI LAKSONO

EMAIL : 942023011@Student.uksw.edu

Abstrak

Pendidikan merupakan suatu hal yang menjadi hak setiap warga negara, pemerataan pendidikan merupakan sesuatu yang harus terwujud di dalam suatau negara. Di dalam mewujudkan suatu pemerataan pendidikan pemerintah melakukan kebijakan sistem zonasi di dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kebijakan sistem zonasi sudah diterapkan sejak tahun 2017, setelah diberlakukan kebijakan zonasi timbullah polemik yang terjadi di beberapa kalangan baik masyarakat, sekolah, maupun instansi-instansi terkait. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Dari sampel 22 sekolah Dasar yang menjadi subjek penelitian terdapat 30% sekolah yang seharusnya dengan sistem zonasi mendapat sekolah yang dekat dengan rumah tetapi pada kenyataanya harus sekolah yang lebih jauh dari sistem zonasi. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan pada kebijakan sistem zonasi di daerah tertentu

Kata Kunci: Polemik, Kebijakan, Sistem Zonasi, PPDB

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang menjadi hak bagi warga negara Indonesia, hak yang harus diperoleh warga negara Indonesia adalah pendidikan yang layak dan berkualitas sesuai dengan bakat dan minat, tanpa membeda bedakan suku, agama, ras, golongan dan status sosial. Semua itu tercantum dalam nilai-nilai yang tercantum dengan jelas sebagai Tujuan Nasional Pendidikan Indonesia dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 yang berbunyi: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlak mulia, segat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas perlu adanya kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang menunjang terwujudnya pendidikan yang merata. Menurut Nurlailiyah (2019:14) upaya dalam pemerataan pendidikan  dapat ditempuh dengan dua aspek. Pertama memberikan kesempatan kepada setiap individu yang berada pada umur masa sekolah untuk mendapatkan pendidikan yang seluas-luasnya. Kedua memberikan kepada semua lapisan masyarakat, suku, agama, dan semua warga negara Indonesia secara adil di dlam mengakses pendidikan. Menurut (Nashihin, 2019) dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan nasional, pemerintah menghadirkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan sistem pendidikan di Indonesia. Sejalan dengan itu (Novita et al., 2022) mengungkapkan Kebijakan pendidikan diartikan sebagai langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pendidikan yang sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional. Ini mencakup berbagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, melibatkan perencanaan dan implementasi kebijakan yang mendukung perkembangan pendidikan secara holistik. Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang memajukan nilai-nilai nasional serta memberikan dukungan kepada seluruh stakeholder dalam mewujudkan cita-cita pendidikan bangsa.

Salah satu wujud nyata upaya pemerintah dalam mencapai pendidikan yang merata adalah dengan adanya kebijakan sistem zonasi.  Sistem zonasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2018 menegaskan bahwa dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), penekanan diberikan pada jarak antara tempat tinggal siswa dan sekolah. Dengan demikian, siswa yang tinggal lebih dekat dengan sekolah akan mendapatkan pelayanan pendidikan yang lebih optimal. Menurut (Husna Nushihin et al., 2021) sistem zonasi memiliki tujuan utama pemerataan kualitas dan kuantitas peserta didik. Chatarina, sebagai Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2015-2020, menjelaskan bahwa dalam sistem zonasi memiliki beberapa ketentuan yaitu terdapap anak yang kurang mampu, menghapus diskriminasi, dan sebagai upawa terwujudnya sekolah yang memiliki kuantitas dan kualitas.

Di dalam kebijakan pemerintah terkadang muncul permasalahan-permasalahan yang baru yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut, ini terbukti di dalam kebijakan sistem zonasi yang memiliki dampak terhadap beberapa instansi dan masyarakat yang ada di Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Terdapat permasalahan yang timbul akibat kebiajaka n sistem zonasi, diantaranya adalah belum adanya pemerataan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di kecamatan banyubiru sehingga terdapat penumpukan pendaftaran, kemudian mengakibatkan siswa yang seharusnya berada di zonasi Sekolah Menengah Pertama (SMP) tersebut tidak bisa diterima karena kuota dari penerimaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terbatas. Sehingga mengakibatkan siswa harus mendaftar ke luar kecamatan guna mendapatkan sekolah.

Berdasarkan pembahasan di atas, kemudian penulis menulis artikel ini untuk menjabarkan tentang polemik kebijakan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) dalam menciptakan pemerataan pendidikan di Indonesia. Artikel ini akan membahas tentang penerapan kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan permasalahan pada sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB. Hasil artikel ini diharapkan dapat menjadikan pertimbangan di dalam kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru.

METODE 

Penelitian ini merupakan suatu studi kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap polemik dari setiap fenomena. Salah satu metode penelitian kualitatif yang diterapkan adalah studi kasus. Dalam konteks penelitian kualitatif, ciri utama terletak pada pengamatan alami dari situasi di masyarakat, dengan menggunakan metode kualitatif yang melibatkan langkah-langkah seperti observasi, wawancara, dan penelaahan dokumen. Teori yang dikembangkan didasarkan pada data yang diperoleh. Pengumpulan dan analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara naratif, sesuai dengan pendekatan yang dijelaskan oleh Subandi (2011). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, artikel, jurnal, buku, berita, dan pernyataan suatu instansi terkait.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan sistem zonasi

Pendidikan merupakan suatu hal yang menjadi hak bagi warga negara Indonesia, hak yang harus diperoleh warga negara Indonesia adalah pendidikan yang layak dan berkualitas sesuai dengan bakat dan minat, tanpa membeda bedakan suku, agama, ras, golongan dan status sosial. Dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas perlu adanya kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang menunjang terwujudnya pendidikan yang merata. Namun pada kenyataanya pendidikan di Indonesia masih rendah menurut data dari badan pendidikan dunia, UNESCO. Masih banyak kekurangan dalam beberapa sektor yang menjadi salah satu hal yang utama di dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, terbukti dari pemerataan akses yang masih kurang, kastanisasi pendidikan, sarana dan prasarana yang masih belum sesuai standar di beberapa wilayah yang menjadi salah satu sebab dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

 Pemerintah tentunya tidak tinggal diam menghadapi kondisi yang memprihatinkan ini, ini terbukti dengan adanya kebijakan dari pemerintah tentang sistem zonasi PPDB sebagai langkah baru untuk membantu siswa di dalam memilih sekolah yang berada dalam jangkauan. Kebijakan zonasi ini diyakini oleh pemerintah dapat menghapuskan pemerataan akses layanan pendidikan yang tidak transparan, dan menghindari kecurangan dalam penerimaan peserta didik baru sehingga terwujud sistem yang adil. Tujuan utama dalam penerapan sistem zonasi mengacu tidak hanya terdapat di pemerataan akses layanan pendidikan, namun pada pemerataan kualitas pendidikan itu sendiri (Pradewi,2009:28).

Menurut Mahpudin (2020:151), mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan zonasi di berbagai daerah telah berhasil mengatasi disparitas dalam akses dan kualitas pendidikan. Berdasarkan Pemendikbud No. 51 Tahun 2018, PPDB memiliki lima prinsip utama, yaitu, nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Dari Pemendikbud tersebut, maka proses PPDB berjalan dengan transparan dan menerapkan sistem keadilan dimana setiap masyarakat yang ingin mendaftar maka memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang diinginkan dan sekolah yang terdekat dengan tempat tinggal. Pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi memiliki sitem yaitu kuota, dengan pembagian kuota berdasarkan zonasi, prestasi, dan lainnya. Pada presentase pembagian kuota mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Pada awal penerapan sistemnya, tahun 2017 dan 2018, kuota zonasi sebesar 90%, prestasi 5%, dan lainnya 5%. Tahun 2019, kuota zonasi sebesar 80%, prestasi 15%, dan lainnya 5%, sedangkan pada tahun 2020, kuota zonasi sebesar 50%, prestasi 30%, dan lainnya 20% (Wahyuni, Nurhadi, Nurcahyono, (2020). Jarak yang dipakai dalam sistem zonasi adalah berdasarkan data yang tertera di Kartu Keluarga, dengan syarat Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh pemerintah selambat-lambatnya 6 bulan yang lalu dari tanggal penerimaan siswa baru (Raharjo et al., 2020). Sedangkan penentuan pembagian wilayah dalam sistem zonasi ditentukan oleh Pemerintah Daerah masing-masing yang lebih mengetahui keadaan geografis setiap sekolahnya. Penyerahan hak penentuan wilayah dijelaskan dalam Surat Edaran No. 3 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru yang ditujukan kepada Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.

Permasalahan Pada Sistem Zonasi

Kebijakan pemerintah tentang sistem zonasi merupakan terobosan baru yang diharapkan sebagai salah satu solusi untuk mewujudkan pemerataan pendidikan. Dengan adanya sistem ini maka akan mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara yang ingin sekolah dengan bisa bersekolah di sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal, sehingga akan menghapuskan label sekolah favorit karena hanya menerima siswa yang berprestasi sehingga menjadikan sekolah itu menjadi sekolah unggulan. Dengan adanya sistem zonasi maka sekolah dengan fasilitas yang berbeda akan merasakan keadilan dengan adanya penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi.

Timbulnya polemik di kalangan masyarakat memang selalu terjadi jika ada hal baru yang diterapkan, termasuk sistem zonasi memiliki beberapa polemik yang muncul di masyarakat maupun instansi pendidikan terkait. Enam tahun berlalu sejak sistem zonasi pertama kali diberlakukan, setiap tahun demi tahun polemik-polemik tentang sistem zonasi selalu bermunculan. Jika di definisikan secara umum, terdapat beberapa garis besar permasalahan yang timbul pada sistem zonasi pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) antara lain adalah:

1.       Kuota sekolah yang dituju kurang memadai

Permasalahan yang pertama adalah di Kecamatan Banyubiru hanya memeiliki SMP sebanyak 4 sekolah dan masing-masing sekolah memiliki batas kuota karena keterbatasan sekolah, ini menjadikan permasalahan bagi calon siswa baru yang akan mendaftar. Ini terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap ketua panitia PPDB SMP N 1 Banyubiru pada tanggal 27 November 2023 yang mengatakan "SMP N 1 Banyubiru tahun 2022/2023 membuka kuota untuk penerimaan siswa baru sebanyak 158 siswa sedangkan jumlah pendaftar mencapai 300 lebih, jadi kami dengan terpaksa menolak hampir 50% dari total siswa yang mendaftar di sekolah kami". Dari hasil wawancara maka dapat dikatakn bahwa kuota sekolah di Kecamatan Banyubiru belum memenuhi kebutuhan masyarakat yang ingin mendaftar ke sekolah.

2.       Belum meratanya SMP di Kecamatan banyubiru

Permasalahan yang kedua adalah masyarakat yang tinggal di zona 10 km dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Banyubiru tidak bisa mendapatkan sekolah terdekat dari tempat tinggal. Ini dibuktikan dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di masyarakat desa Kebondowo yang sekarang anaknya bersekolah di Kecamatan Ambarawa, salah satu masyarakat ini diwawancara pada tanggal 27 November 2023 dan memberikan penyataan bahwa " anak saya tahun 2022 tidak bisa diterima di SMP di Kecamatan Banyubiru karena letak wilayah tempat tinggal kami berjarak 10 Km ke SMP N 1 banyubiru yang berada di wilayah barat dari rumah kami. Dan tidak diterima juga di SMP N 2 Banyubiru yang berjarak 11 km ke arah timur dari rumah kami, jadi wilayah tempat tinggal kami khusunya Dusun Kebondowo dan sekitarnya berada di tengah tengah zona dari 2 SMP, dan anak kami kalah bersaing dengan anak-anak yang dekat dengan SMP karena kuota yang diberikan sebanyak 158 sudah terpenuhi oleh wilayah sekitar sekolahan. Jadi anak kami terpaksa sekolah di Kecamatan ambarawa yang berjarak 20 km dari tempat tinggal kami". Dari pernyataan itu berbeda dari prinsip pemerataan pendidikan menurut Widyastuti (2020:16), yang menyatakan siswa yang tinggal jauh dari sekolah kemungkinan lolos kecil, bahkan dengan nilai baik, sehingga mendorong untuk siswa mencari sekolah yang dekat.

3.       Sosialisasi minim

Sistem zonasi yang memanfaatkan teknologi dalam proses pendaftarannya menimbulkan permasalahan di kalangan orang tua siswa, karena selama ini sosialisasi dilakukan oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah, tetapi kurang dilakukan langsung ke masyarakat. Ini menimbulkan polemik baru karena orang tua terbiasa dengan cara manual datang ke sekolah saat pendaftaran. Dengan adanya kebijakan baru ini maka orang tua yang kurang menguasai teknologi akan merasa kebingunggan. Dari hasil angket yang dibagikan kepada operator sekolah dasar di Kecamatan Banyubiru yang berjumlah 22 sekolahan menemukan hasil bahwa 20 sekolah menyatakan orang tua siswa kelas 6 semua menyerahkan proses pendaftaran ke sekolah lanjutan yaitu SMP ke operator sekolah, mulai dari scan berkas kk, akte, foto kemudian melakukan pendaftaran hingga memantau dan mencetak bukti pendaftaran semua di serahkan ke operator sekolah dasar. Ini dikarenakan kurang mengertinya orang tua siswa menggunakan sistem zonasi yang semua berbasis teknologi.

 

KESIMPULAN

Sistem zonasi adalah kebijakan pemerintah melalui kemendikbut yang diatur dalam Permendikbud No.14 Tahun 2018. Kebijakan ini diharapkan mampu menguraikan permasalahan tentang pemerataan pendidikan yang ada di Indonesia. Pemerataan berfokus pada seimbangnya jumlah murid yang diterima di sekolah-sekolah sehingga menghindari sekolah yang tidak mendapatkan murid karena kurangnya pendaftar yang mengakibatkan sekolah itu tutup atau di regrup dengan sekolah lain, selain itu pemerataan juga bertujuan untuk membuka seluas-luasnya akses pendidikan tanpa memandang perbedaan ras, agama, golongan atau hal-hal lainnya. Namun beberapa polemik timbul akibat kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem zonasi yaitu kurangnya pemerataan sekolah, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai hingga sosialisasi yang mencakup segala lapisan masyarakat yang belum tercapai. Semua itu menjadikan hambatan suksesnya pemerataan pendidikan yang ada di Negara Indonesia. oleh karena itu, permasalahan tentang pemerataan pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Husna Nashihin, Nazid Mafaza, & M.Okky Haryana. (2021). Implementasi Total Quality Management (Tqm) Perspektif Teori Edward Deming, Juran, Dan Crosby. At Turots: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 50--60. https://doi.org/10.51468/jpi.v3i1.60

Mahpudin, M. (2020). Hak Warganegara Yang Terampas: Polemik Kebijakan Sistem

Zonasi dalam Pendidikan Indonesia. Jurnal Transformative, 6(2), 148-175.

Nashihin, H. (2019a). Analisis Wacana Kebijakan Pendidikan (Konsep dan Implementasi). CV. Pilar Nusantara. https://books.google.co.id/books?id=SXcqEAAAQBAJ

Novita, M., Zakki, M., & Inayati, N. L. (2022). Implementasi Pendidikan Moral Dalam Membina Perilaku Siswa Di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al Huda. JIPSI: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Sains Islam Interdisipliner, 2(1), 95--105.

Nurlailiyah, A. (2019). Analisis kebijakan sistem zonasi terhadap perilaku siswa SMP di Yogyakarta. Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam, 17(1), 13-21.

 

Permendikbud No. 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. (2019, Januari). Diambil kembali dari Data Pokok Pendidikan: https://dapo.kemdikbud.go.id/berita/permendikbudno51tahun2018tentangpenerimaanpesertadidikbaru#:~:text=Kementerian%20Pendidikan%20dan%20Kebudayaan%20telah,Atas%20dan%20Sekolah%20Menengah%20Kejuruan diakses pada hari Rabu, 21 Desember 2022

Pradewi, G. I., & Rukiyati, R. (2019). Kebijakan sistem zonasi dalam perspektif pendidikan. JMSP (Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan), 28.

Sabar Budi Raharjo, Yufridawati, Ais Rahmawati, Joko Purnama. (2020). Penerimaan Peserta Didik Baru Berdasarkan Zonasi Pendidikan. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan , Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.pdf. (t.thn.). Diambil kembali dari ugm.ac.id: https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf, diakses pada hari Rabu, 21 Desember 2022

Widyastuti, R. T. (2020). Dampak pemberlakuan sistem zonasi terhadap mutu sekolah dan peserta didik. Edusaintek: Jurnal Pendidikan, Sains Dan Teknologi, 7(1), 11-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun