Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menguatnya "Oposisi Jalanan" Lima Tahun ke Depan

6 Oktober 2019   20:31 Diperbarui: 9 Oktober 2019   03:08 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ribuan mahasiswa memadati Jalan Gerbang Pemuda menuju depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (30/9/2019)). Aksi mahasiswa ini untuk mendesak DPR membatalkan revisi UU KUHP dan UU KPK. (ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama)

Kondisi semacam ini akan membuat tersumbatnya saluran dari kelompok yang tidak sejalan. Sebagai akibatnya, akan muncul oposisi non-parlemen atau yang biasa disebut dengan oposisi jalanan. 

Apa yang terjadi akhir-akhir ini, terutama demo mahasiswa besar-besaran yang mencuat di mana-mana, adalah contoh bagaimana oposisi jalanan itu nyata dan lahir dari sebuah ketidakpuasan. 

Parlemen yang diharapkan menjadi jalan untuk menolak sebuah kebijakan "menyimpang", justru menjadi bagian dari mereka, yang disebut oleh para oposan jalanan itu, sebagai "pengkhianatan" atas kehendak rakyat.

Hal ini juga diamini oleh Lucius Karus dari Formappi, bahwa matinya oposisi menjadi jalan bagi masyarakat sipil untuk menjadi oposisi jalanan. Sebab itulah jalan terakhir untuk demokrasi yang lebih asik. 

Itulah kemewahan yang dimiliki masyarakat sipil untuk menjaga keberlangsungan demokrasi yang menarik karena memungkinkan adanya kritik dan saran terhadap kebijakan yang tidak substantif dan produktif. "Pastikan kebijakan tidak dihasilkan dari proses transaksional yang nantinya menghasilkan UU tak berkualitas," pungkasnya.

Maka melihat realitas politik yang berkembang akhir-akhir ini tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan semakin menguatnya oposisi jalanan hingga lima tahun ke depan. 

Ketika semua saluran sudah tertutup, maka jalanan menjadi cara terhormat untuk menghadapi penguasa ysng tak lagi berpihak pada kepentingan rakyat. 

Demo mahasiswa, pelajar, dan masyarakat sipil lainnya yang terjadi akhir-akhir ini menjadi semacam "permulaan" mengingat ada beberapa kebijakan, kerja, dan Undang-undang yang berpotensi menciptakan kegaduhan karena sama sekali tidak memuaskan dan cenderung mengkhianati kehendak rakyat.

Entahlah bagaimana jalannya proses pemerintahan selama lima tahun ke depan tapi sepertinya andai Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brde et de Montesquieu, atau lebih dikenal dengan Montesquieu, masih hidup mungkin ia akan mengernyitkan dahi ketika dihadapkan pada realitas politik, pemerintahan, dan perkembangan demokrasi yang terjadi di Indonesia baru-baru ini karena trias politika yang semu.

Salam,
Mustafa Afif
Kuli Besi Tua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun