Mohon tunggu...
Mustam Arif
Mustam Arif Mohon Tunggu... Freelancer - Warga

Mustam Arif, penggiat LSM tinggal di Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hoax Mencabik-cabik Keutuhan Kita

22 Mei 2019   10:13 Diperbarui: 22 Mei 2019   10:43 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hoax dalam fanatisme politik begitu mudah menumbangkan akal sehat dan pikiran jernih. Ini karena hoax begitu leluasa tanpa sekat ruang dan waktu, merasuk dan mengobrak-abrik ketahanan individu. Hoax yang leluasa berselancar lewat gelombang media sosial mampu mengoyak akal sehat orang-orang berpendidikan.

Bagi anak-anak ini berbahaya karena dalam usia yang belia, akan mewarisi keburukan lewat kabar bohong. Anak-anak dengan jiwa yang masih polos ini laksana terlempar ke belantara media sosial dan di dalamnya ada harimau-harimau bernama hoax yang siap memangsa.

Dalam dinamika politik pesta demokrasi ini, kita tentu berharap usainya pemungutan suara, maka kabar-kabar hoax juga ikut berlalu. Tetapi harapan itu ternyata belum. Badai hoax masih terus bergemuruh. Bahkan siapa yang akan dilantik nanti menjadi presiden, hoax mungkin akan tetap subur, ketika kelompok kampret atau cebong tetap merawat ketidakpuasan.

Hari ini ketika kita membuka akun media sosial (misanya Facebook, grup WhatsUpp, Twitter), kita masih ngeri melihat silih berganti informasi hoax mendominasi akun kita. Di antaranya saling klaim kemenangan pilpres. Perang opini hasil pilpres lewat aneka hinaan, ujaran kebencian dan meme ejekan meski kerap lucu. Sebagian besar berupa hoax. Ini membuat akun media sosial tidak nyaman bagi yang berakal sehat. Kita pun bingung ketika kabar-kabar hoax itu juga ikut disebarkan oleh orang-orang yang kita kenal sebagai pribadi yang baik, cerdas, dan pintar.

Perang Melawan Hoax

Hoax pilpres mestinya tidak dicermati sebatas fenomena musiman. Sebab, dampak yang ditimbulkan, bisa menjadi pembelajaran negatif ke depan. Hoax lewat media sosial selalu akan menjadi alat propaganda kepentingan tertentu, yang berdampak massal.

Kita berharap siapa yang menjadi presiden nanti, semoga tidak mengabaikan fenomena hoax. Di era media sosial yang membuat dunia kehilangan sekat, hoax adalah hantu peradaban yang siap memangsa akal sehat manusia.

Karenanya, perang melawan hoax adalah keniscayaan. Pengalaman Pilpres 2019 membuka mata kita melihat dahsyatnya hoax menumpangi media sosial. Selain meruntuhkan akal sehat, hoax juga sangat bisa memecah-belah masyarakat dan mencabik-cabik ketahanan sosial kita. Hoax juga sangat berpotensi menumbuhkan segregasi dan memupus nilai-nilai universal.

Kita berharap perang melawan hoax menjadi salah satu program penting rezim pemerintahan 2019-2024. Program yang memberi edukasi kepada masyarakat, terutama kalangan usia dini. 

Edukasi untuk mendayagunakan potensi media sosial yang kreatif dan produktif. Agar hoax dan media sosial tidak menjadi ladang fitnah yang menggerus akal sehat dan akhlak masyarakat. Tidak ikut merusak peradaban ke depan.*

Tulisan saya yang lain dapat dibaca disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun