Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kesemwrawutan Hukum Indonesia

1 April 2011   19:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 9210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya pada tingkat tertentu, ketertiban dapat menggerogoti keadilan. Selain mewujudkan kepastian, ketertiban memerlukan persamaan (equality), sedangkan keadilan harus memungkinkan keberagaman atau perbedaan perlakuan.

"Konstitusi itu adalah seperti apa yang dimaknai oleh masyarakat" (Die Politische Verfassungs als Gesselschaftlich wirklichkeit) . Sebagaimana yang sudah pernah dinyatakan oleh Von Savigny bahwa "Hukum bersumber kepada jiwa bangsa".

Perlu disadari tugas utama hakim adalah menyelesaikan sengketa di antara pihak-pihak, memberi kepuasan hukum kepada pihak yang berperkara.

Para filsuf hukum mengatakan, hukum yang tidak adil bukanlah hukum (unjustice law is not law) .

Rasa keadilan memang subjektif. Adil bagi yang menang tetapi dianggap tidak adil bagi yang kalah. Itulah penilaian seseorang terhadap sebuah putusan pengadilan. Tidaklah mungkin sebuah putusan pengadilan akan memenangkan kedua belah pihak yang saling berhadapan kepentingannya itu sekaligus. Hakim senantiasa dalam posisi diametral yang tak mungkin bisa memuaskan kedua pihak,

Hukum juga harus memberikan keadilan kepada rakyat (bringing justice to the people). Sedangkan dari aliran Sejarah Hukum, yang mengatakan: "Hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dalam masyarakat itu sendiri sebagai jiwa bangsa (Das recht wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem volke)-volkgeist. Jadi setiap suku bangsa itu memilki apa yang dinamakan volkgeist-nya masing-masing.

Selain itu juga tujuan mewujudkan keadilan sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri, yaitu: secara filosofis, perlu tegaknya keadilan; secara yuridis formal, perlu ada kepastian hukum; dan secara sosiologis, memberikan kemanfaatan.

Sebaliknya, hukum juga bisa menjadi alat pencipta keadilan dalam masyarakat dan membatasi penguasa agar tidak sewenang-wenang. Bahkan hukum yang baik tidak hanya menjamin kepastian hukum semata, tetapi juga harus menjamin keadilan dan kemanfaatan.

Hukum sesungguhnya hanya institusi yang mengikuti perubahan sosial . Menurut Von Savigny, hukum bukan merubah konsep dalarn masyarakat karena hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring perubahan sosial. Marx justru pendapatnya bertentangan yaitu bahwa perubahan sosial tidak mungkin diciptakan oleh hukum, tetapi teknologi dan ekonomi. Hukum merupakan suprastruktur di atas ekonomi dan teknologi.

Pembicaraan mengenai hukum dewasa mi tidak dapat dilakukan seperti waktu kita membicarakannya sekian ribu tahun yang lalu. Hukum harus kita bicarakan "hic et nunc", "sekarang dan disini" .

Dari paparan yang telah disampaikan, gambaran semrawut hukum di Indonesia mulai menemukan arah. Setidaknya kita tidak terjebak dari belantara rumitnya hukum di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun