Sehingga tidak salah kemudian, Empat petani menggugat Undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan (http://www.antaranews.com/berita/1282304502/uu-perkebunan-digugat)
Terlepas daripada putusan Pengadilan Tais yang kemudian memvonis para terdakwa dengan hukuman 3 bulan 20 hari, dimensi problematika penerapan UU Perkebunan (baca Pasal 47 dan UU No. 21 UU No. 18 Tahun 2004) menimbulkan persoalan pembuktian secara serius dalam lapangan ilmu hukum pidana.
Bahwa sebelum kita melihat pembuktian pasal 47 junto pasal 21 UU No. 18 Tahun 2004, maka harus dicari rumusan dan suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) yang meliputi segenap latar belakang lahirnya pasal-pasal, serta ruang lingkup perdebatan ketika pasal itu dirumuskan.
Dengan menggunakan pendekatan sejarah lahirnya UU Perkebunan yang bertujuan memberikan kepastian usaha perkebunan (suasana kebatinan/geistlichen hintergrund), penerapan UU menimbulkan problematika.
KAPASITAS SAKSI PELAPOR
Didalam persidangan, telah dihadirkan Manager PTPN VII. Padahal menurut ketentuan pasal 98 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perusahaan Terbatas junto UU No. 1 tahun 1995 telah dijelaskan. "Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan".Dengan demikian, maka keterangan saksi Manager PTPN VII tidak mempunyai kapasitas sebagai saksi pelapor dalam dugaan tindak pidana sebagaiman diatur didalam pasal 47 junto pasal 21 UU No. 18 Tahun 2004.
Dengan melihat rumusan kata-kata "terganggunya usaha perkebunan" menyebabkan adanya klacht delicten absolut. Yang dimaksud dengan klacht delicten atau delik aduan adalah delik dapat dituntut apabila adanya suatu pengaduan dari orang yang merasa dirugikan atau "delicten allen op klachte vervolgbaar" atau "Antragsdelikte". (Putusan MA. No. 57 K/kr/1968 tanggal 15 Februari 1969). Yang terganggu adalah perusahaan perkebunan yang bersangkutan. Dan yang "berhak menentukan terganggunya usaha perkebunan atau tidak" menurut pasal 98 UU No. 40 tahun 2007 adalah Direksi.
Bahwa kapasitas saksi pelapor didalam perkara ini begitu penting karena rumusan pasal 47 junto pasal 21 UU No. 18 Tahun 2004 adanya kata-kata "terganggunya usaha perkebunan". Rumusan pasal ini sedikit ketat, agar yang terganggu adalah usaha perkebunan. Dalam rumusan lain, harus diterjemahkan sebagai Perusahaan perkebunan. Dengan berpedoman kepada ketentuan pasal 98 UU No. 40 tahun 2007, yang berhak melaporkan adalah Direksi dari perusahaan yang bersangkutan (aquo PTPN VII)
Dengan demikian maka kesaksian Manager PTPN VII tidak mempunyai kapasitas menjadi saksi pelapor. Pemeriksaan yang tidak memenuhi syarat klacht delict (delik aduan) dari korban atau orang yang disebut dalam pasal delik tersebut maka dakwaan tidak dapat diterima.
Maka terhadap saksi pelapor tidak memenuhi unsur sebagaimana didalam rumusan pasal 98 UU No. 40 Tahun 2007. Dengan demikian terhadap saksi pelapor tidak dapat bertindak dimuka hukum, maka harus dinyatakan "terganggunya usaha perkebunan" harus dinyatakan tidak dapat diterima.
PEMBUKTIAN PASAL 21 UU NO. 18 TAHUN 2004