Seiring dengan berjalannya waktu, ada satu hal yang menjadi tugas kita sekarang, yaitu bagaimana cara kita baik masyarakat maupun pemerintah Aceh untuk dapat menjaga, mempertahankan secara utuh serta memperkuat PerDa Syariah yang telah disepakati. Karena bagaimanapun timbulnya konflik akan PerDa Syariah lahir dari mulut oknum-oknum yang tidak setuju akan diberlakukannya PerDa Syariah. Maka kita harus paham bahwa Polemik tentang PerDa Bernuansa Syariat Islam selama ini lebih banyak berkutat pada debat analisis materi PerDa.Â
Bagi yang Pro, teks PerDa yang demikian diyakini sejalan dengan kebutuhan regulasi lokal dan kehendak masyarakat setempat. Bagi yang Kontra, isi PerDa macam itu dicemaskan melanggar hak-hak dasar warga, memperkeruh toleransi antar-Agama, bahkan lebih jauh, mengancam keutuhan Bangsa maupun Negara. Maka sikap menjaga akan PerDa ini ialah langkah kecil dalam mewujudkan dan memaksimalkan provinsi Aceh dalam bingkai Dinul Islam.
Memaknai Perkembangan Islam di AcehÂ
Dalam diskursus memaknai perkembangan Islam di Aceh saat ini, maka tidak berlebihan jika kita menyebutkan bahwa sesungguhnya suksesnya pemberlakuan Syariah islam merupakan gengsi bagi umat Islam di Aceh sendiri. Karena dampak kedepannya Aceh akan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam menerapkan Syariah Islam dalam mengulang kesuksesan Qanun Al-Asyi pada masa kesultanan Samudera Pasai. Karena memang, Syariah adalah produk ijtihad ulama yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat. Dan Mau tidak mau tugas ini harus didukung oleh semua stakeholders terutama pemerintah daerah Aceh baik untuk mempertahankan maupun misi untuk mengembangkan Syariah Islam di Aceh.
Bagaimanapun, adanya berbagai macam hal positif  diatas belum dapat menutupi adanya pandangan negatif dari pihak-pihak tertentu, masih ada banyak oknum yang beranggapan bahwa Penerapan Syariah Islam di Aceh belum menunjukan prospek yang cerah dalam menanggulangi segala permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat Aceh secara luas, seperti penanggulangan korupsi dan peningkatan kesejahteraan. Tetapi baik buruknya pandangan tersebut, optimisme masih harus terus dipupuk demi mewujudkan cita-cita menciptakan Aceh dalam bingkai Dinul Islam
Dari berbagai persoalan yang tertulis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kita mewujudkan Aceh dalam bingkai Dinul Islam, yang menjadi tugas utama bukanlah menciptakan hal-hal baru dalam sistem pemerintahan, namun lebih kepada menjaga hal-hal kecil yang menjadi dasar lahirnya penerus-penerus yang berjiwa Islami. Sehingga dampak yang akan dirasakan kedepannya adalah akan mudah bagi Aceh untuk menerapkan, menjaga serta mengembangkan pola peraturan secara Syariah di bumi Serambi Mekah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H