Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Secara Sosiologis, Pilkada Langsung Banyak Mudaratnya

14 Juli 2016   09:40 Diperbarui: 15 Juli 2016   08:31 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu aib besar dalam pilkada langsung ialah merajalelanya politik uang. Kalau di masa lalu di era Orde Baru, Pilkada tidak langsung, yang mengamalkan politik uang hanya para elit politik yaitu para calon bupati, calon walikota dan calon gubernur dan para para anggota DPRD di semua tingkatan yang menerima suap dalam politik uang.

Di era Reformasi, dengan diamalkannya pilkada langsung, maka yang melakukan politik uang ialah semua calon pemimpin daerah dan semua rakyat yang menjadi pemilih.

Politik uang dalam bentuk sogok atau suap dalam pilkada langsung telah menjadi bagian dari kehidupan demokrasi di Sulawesi Tenggara dan di Indonesia. Pada hal politik uang tidak lain dan tidak bukan adalah praktik korupsi yang masif karena dilakukan semua calon dan hampir semua pemilih.  

Politik transaksional telah dijadikan budaya dalam pilkada langsung, sehingga merusak moral dan agama masyarakat, meruntuhkan Pancasila dan UUD 1945.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian sebagai institusi negara yang bertugas melakukan pencegahan dan penegakan hukum, tidak berdaya dan lumpuh dalam mencegah merajalelanya praktik politik uang dan korupsi dalam pilkada langsung.

Gagal Sejahterakan Rakyat

Hasil pilkada langsung yang penuh dengan politik uang, siapapun yang terpilih dalam pilkada langsung sulit memberi kesejahteraan kepada rakyat. Kalaupun ada bisa hitung jari. Salah satunya yang nyata memberi bukti dan manfaat kepada masyarakat yang disaksikan dalam mudik di kampung halaman ialah Walikota Kendari, DR. Ir. Asrun, M.Sc.  

Mengapa mereka sulit berbuat baik bagi masyarakat dan daerah yang dipimpinnya?

Pertama, harus mengembalikan uang yang dikeluarkan selama mengikuti Pilkada langsung. Maka semua proyek, harus dikuasai oleh sang penguasa dan mereka yang diberi kepercayaan untuk mengerjakan proyek adalah kroni yang bisa memberi upeti kepadanya.  

Kedua, terlalu serakah, sehingga semua proyek berkualitas rendah karena terjadi pemotongan anggaran proyek di berbagai aspek, untuk upeti kepada penguasa yang besarnya tergantung deal (perjanjian), tetapi tidak kurang dari 30 persen dan bahkan lebih besar dari itu.

Ketiga, semua proyek diberikan kepada pengusaha yang sudah berinvestasi melalui bantuan dalam pemenangan pilkada langsung. Rakyat jelata terutama pengusaha kecil tidak mendapat peluang untuk mendapatkan pekerjaan dari berbagai anggaran belanja daerah (APBD) dan bahkan anggaran belanja nasional (APBN) karena selama berlangsungnya pilkada langsung tidak bisa berkontribusi untuk menyumbang kepada para calon yang bertarung dalam Pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun