Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Universitas Ibnu Chaldun dalam Penantian dan Reformasi

30 Oktober 2015   05:39 Diperbarui: 2 November 2015   06:40 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka memeringati Sumpah Pemuda yang ke 87, pada tanggal 28 Oktober 2015, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, menggelar dialog internal bertajuk "Reformasi Universitas Ibnu Chaldun",  dengan narasumber Edy Haryanto, Ketua Umum Yayasan Pembina Pendidikan Ibnu Chaldun (YPPIC), Musni Umar, Wakil Rektor 1 Universitas Ibnu Chaldun, Pramudya Ardanta Taufik, Dekan Fakultas Ekonomi, dan Irfan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Ibnu Chaldun.

Dialog ini sangat menarik, pertama, mengambil momentum peringatan sumpah pemuda ke 87 tahun, yang merefleksikan spirit dan inspirasi para pemuda yang penuh heroik dan semangat untuk membangun kualitas Indonesia melalui pendidikan di Universitas Ibnu Chaldun.

Kedua, menjelang 60 tahun usia Universitas Ibnu Chaldun yang lahir tanggal 11 Juni 2015, BEM merasa amat penting melakukan refleksi terhadap Universitas Ibnu Chaldun, yang dalam sejarah perjalanannya telah lahir Universitas YARSI yang cikal bakalnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Ibnu Chaldun, yang saat itu dekannya adalah Dr. Ali Akbar, yang juga pengurus Yayasan Universitas Ibnu Chaldun, Dia memisahkan diri dan kemudian lahir Universitas YARSI. Kemudian, lahir pula Universitas Ibnu Khaldun Bogor, yang merupakan kelas jauh dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.

Kedua universitas tersebut berkembang sangat maju, sementara Universitas Ibnu Chaldun Jakarta yang dapat dikatakan sebagainya induknya, tertinggal jauh dari pembangunan fisik dan lainnya.

Dipecah di Era Orde Baru

Universitas Ibnu Chaldun (UIC) didirikan oleh para tokoh Masyumi yang tersingkir dari panggung kekuasaan setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Setelah lahir Orde Baru melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 dan Soeharto berkuasa, Partai Masyumi tetap tidak mendapat izin untuk direhabilitir. Maka para tokohnya yang dipimpin Mohammad Natsir secara pribadi mendirikan berbagai lembaga seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Universitas Ibnu Chaldun (UIC) dan lain-lain sebagai  tempat berkiprah dan melanjutkan pengabdian.

Walaupun mereka sudah tidak berpolitik praktis, tetapi aktivitas mereka tetap dibatasi, dicurigai dan dimata-matai. Dalam banyak kasus, mereka diinfiltrasi dan dipecah belah dari dalam.

Bukan saja dipecah belah, tetapi tidak mendapat dukungan dana dari pemerintah dan juga dicegah untuk mendapat bantuan dana dari luar negeri.

Sebuah sumber yang patut dipercaya menyebutkan bahwa Ali Moestopo, Aspri Presiden Soeharto pernah mau mencaplok Universitas Ibnu Chaldun karena dicurigai sebagai pusat kegiatan anti pemerintah Orde Baru.

Untuk meredakan kekhawatiran dari rezim yang berkuasa, maka direkut beberapa Jenderal TNI Angkatan Darat seperti Brigjen Muchlas Rowi, kemudian Letjen R. Soeprapto dan lain-lain untuk mengawal supaya Universitas Ibnu Chaldun tidak dicurigai sebagai universitas yang anti pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun