Isu aktual yang saat ini ramai diperbincangkan dan diprotes publik, pertama, gas LPG (Liquified Petroleum Gas/gas minyak yang dicairkan) 3 kg yang langka atau hilang di pasar dan gas LPG 12 kg yang kembali naik harganya. Kedua, TDL (Tarif Dasar Listrik) kembali naik.
Saya bukan pakar dalam bidang tersebut, tetapi sebagai sosiolog yang banyak ditanyai masyarakat terutama ibu-ibu, mencoba menjelaskan mengapa kedua jenis barang kebutuhan primer itu terus mengalami kenaikan harga?
Mengapa Gas LPG Naik Terus
Saya bisa memahami keluhan masyarakat terutama ibu-ibu yang memprotes terus naiknya LPG, TDL dan sembako, karena terkait langsung kelangsungan hidup keluarga.
Seorang ibu rumah tangga, ketika saya sedang berjalan kaki (olah raga) kemarin pagi, dia menghentikan saya dan langsung curhat - sembari meminta supaya saya berbicara ke media dan pemerintah, kesulitan yang dihadapi akibat naiknya harga LPG, TDL serta sembako.
Saya mengatakan, BBM (bahan bakar minyak) sudah diturunkan, tetapi kata ibu itu, LPG, TDL sembako tidak turun, malah naik. Dia mengingatkan, dulu sewaktu dilakukan konversi dari minyak tanah ke gas, alasan yang dikemukakan pemerintah, karena LPG lebih murah dan menghemat energi. Nyatanya sekarang LPG terus mengalami kenaikan harga.
Saya mencoba mengetahui alasan PT Pertamina menaikkan harga LPG 12 kg. Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir, dua alasan naiknya LPG “dikarenakan faktor meningginya harga pokok LPG dan melemahnya nilai tukar rupiah” (JPNN.com, 02/1/2015).
lebih lanjut dia mengemukakan bahwa “rata-rata harga LPG 12 kg mencapai sekitar Rp 117,708 per tabung. Ali mengkalkulasi, hal tersebut berarti pegeluaran masyarakat penikmat LPG tersebut bakal bertambah RP 47 ribu per bulan atau RP 1.566 per hari. Hal itu berdasarkan lama LPG 12 kg digunakan masyarakat umumnya yang berkisar 1 hingga 1,5 bulan.
Kenyataan di pasar, jauh lebih tinggi yang dikemukakan, karena isteri saya membeli LPG 12 kg harga pertabung Rp 138.000 (seratus tiga puluh delapan ribu rupiah).
Dengan demikian, alasan yang dikemukakan Pertamina menurut saya tidak masuk akal karena Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan gas terbesar di dunia 152.89 TSCF (Trilun Standard Cubuc Feet) dan sudah di eksplorasi di Natuna, Kepulauan Riau, Tangguh, di Papua, Bontang, di Kalimantan Timur, dan berbagai tempat di Indonesia.
Kita ini bukan importir gas, tetapi produsen gas, sehingga tidak masuk akal menaikkan LPG dengan alasan harga gas di pasar internasional tinggi dan melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.