Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Protes Mengapa LPG dan TDL Naik Terus?

7 Januari 2015   15:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Isu aktual yang saat ini ramai diperbincangkan dan diprotes publik, pertama, gas LPG (Liquified Petroleum Gas/gas minyak yang dicairkan) 3 kg yang langka atau hilang di pasar dan gas LPG 12 kg yang kembali naik harganya. Kedua, TDL (Tarif Dasar Listrik) kembali naik.

Saya bukan pakar dalam bidang tersebut, tetapi sebagai sosiolog yang banyak ditanyai masyarakat terutama ibu-ibu, mencoba menjelaskan mengapa kedua jenis barang kebutuhan primer itu terus mengalami kenaikan harga?

Mengapa Gas LPG Naik Terus

Saya bisa memahami keluhan masyarakat terutama ibu-ibu yang memprotes terus naiknya LPG, TDL dan sembako, karena terkait langsung kelangsungan hidup keluarga.

Seorang ibu rumah tangga, ketika saya sedang berjalan kaki (olah raga) kemarin pagi, dia menghentikan saya dan langsung curhat - sembari meminta supaya saya berbicara ke media dan pemerintah, kesulitan yang dihadapi akibat naiknya harga LPG, TDL serta sembako.

Saya mengatakan, BBM (bahan bakar minyak) sudah diturunkan, tetapi kata ibu itu, LPG, TDL sembako tidak turun, malah naik. Dia mengingatkan, dulu sewaktu dilakukan konversi dari minyak tanah ke gas, alasan yang dikemukakan pemerintah, karena LPG lebih murah dan menghemat energi. Nyatanya sekarang LPG terus mengalami kenaikan harga.

Saya mencoba mengetahui alasan PT Pertamina menaikkan harga LPG 12 kg. Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir, dua alasan naiknya LPG “dikarenakan faktor meningginya harga pokok LPG dan melemahnya nilai tukar rupiah” (JPNN.com, 02/1/2015).

lebih lanjut dia mengemukakan bahwa “rata-rata harga LPG 12 kg mencapai sekitar Rp 117,708 per tabung. Ali mengkalkulasi, hal tersebut berarti pegeluaran masyarakat penikmat LPG tersebut bakal bertambah RP 47 ribu per bulan atau RP 1.566 per hari. Hal itu berdasarkan lama LPG 12 kg digunakan masyarakat umumnya yang berkisar 1 hingga 1,5 bulan.

Kenyataan di pasar, jauh lebih tinggi yang dikemukakan, karena isteri saya membeli LPG 12 kg harga pertabung Rp 138.000 (seratus tiga puluh delapan ribu rupiah).

Dengan demikian, alasan yang dikemukakan Pertamina menurut saya tidak masuk akal karena Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan gas terbesar di dunia 152.89 TSCF (Trilun Standard Cubuc Feet) dan sudah di eksplorasi di Natuna, Kepulauan Riau, Tangguh, di Papua, Bontang, di Kalimantan Timur, dan berbagai tempat di Indonesia.

Kita ini bukan importir gas, tetapi produsen gas, sehingga tidak masuk akal menaikkan LPG dengan alasan harga gas di pasar internasional tinggi dan melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Jadi menurut saya ada salah kelola kekayaan alam kita. Saya ingin mengingatkan kembali pasal 33 (3) UUD 1945 bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

TDL Kembali Naik

Protes kedua yang disampaikan kepada saya, kembali naiknya tarif dasar listrik. Saya ingin mengingatkan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejatinya untung besar karena sudah memiliki pasar yang pasti yaitu seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, mendapat subsidi setiap tahun dari APBN hampir Rp 100 triliun.

Pertanyaannya, mengapa rugi? Saya mencoba melacak di Google berapa kerugian PLN setiap tahun, hanya tertulis kerugian PLN, tetapi isinya sudah dihapus.

Saya pernah diberitahu Martunus Haris, pakar kelistrikan dan perminayakan, mantan penasehat Direktur Utama PLN, bahwa PLN terus merugi dan harus disubsidi pemerintah dalam jumlah yang sangat besar karena menggunakan BBM untuk pembangkit listrik. Dia sudah menyarankan supaya menggunakan gas atau batubara pembangkit listrik, tetapi terus saja menggunakan BBM karena terjadi KKN yang luar biasa.

Menurut dia, di masa Dahlan Iskan menjadi Direktur Utama PLN terjadi kerugian PLN yang sangat besar karena dia membeli banyak mesin diesel dengan menggunakan BBM untuk pembangkit listrik. Sejatinya dia memperbaiki dan menyehatkan PLN, justru sebaliknya.

Maka sekarang, rakyat dan negara yang menanunggung akibatnya. Listrik terus naik, pelayanan kurang optimal dan ketersediaan listrik di berbagai daerah masih memprihatinkan.

Apa Direksi baru PLN dan segenap jajaran komisaris bisa mengatasinya? Saya tidak yakin karena mereka bukan ahlinya. Nabi pernah bersabda “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.

Allahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun