Mohon tunggu...
MUSLIKAH
MUSLIKAH Mohon Tunggu... Guru - BERDOA, BELAJAR, BERUSAHA

Muslikah. Guru Madrasah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Aisyah (Part II: Sepucuk Surat)

4 Desember 2021   07:53 Diperbarui: 4 Desember 2021   08:03 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh, ya!" jawab Aisyah sambil melihat bajunya yang memang bergambar bunga-bunga hijau. Aisyah tergelak melihat kelucuan dan keluguan mereka. Inilah yang membahagiakan Aisyah. Kadang, meskipun sudah sampai rumah, Aisyah masih senyum-senyum sendirian. Mengingat ulah lucu mereka.

Setelah anak-anak RA selesai istirahat pembelajaran dibimbing Bu Rahma. Aisyah mempersiapkan diri untuk melaksanakan pembelajaran di MI Ar Rahmah. Aisyah membaca RPP milik Pak Sujai, RPP tematik integratif. Setelah memahami langkah-langkah pembelajaran hari ini, Aisyah segera menuju ruang kantor MI. Ia meletakkan tasnya, dibangku guru milik Pak Sujai. Beberapa guru yang sedang free class menyapa ramah Aisyah. Para guru di MI sangat mengutamakan sikap kekeluargaan dan keramahan. Meskipun terkadang mereka julit suka menggodanya. Begitulah nasib jomblo akut. Aisyah tersenyum dalam hati, memahami ulah bapak ibu guru MI. Candaan mereka hanya untuk memeriahkan suasana.

" Bu Aisy. Selamat ya, dapat surat dari Pak Mumtaz" kata Bu Aina, meledek Aisyah. Memang Bu Aina tadi pagi melihat Pak Mumtaz memberi sebuah amlpop surat.

"Diterima Bu Aisy. Kalian cocok lho. Sama-sama semampai" Bu Nanda menimpali.

Memang postur tubuh Aisyah maupun pak Mumtaz sama-sama tinggi, semampai. Sehingga kedua sering dijodoh-jodohkan.

"Bukan surat pribadi, kok Bu. Itu tadi, surat izin dari orang tua Airin. Sekaligus permintaan orang tua Airin agar saya menjenguk anak ini" Asyiyah mencoba menjelaskan. "Karena tadi yang datang awal Pak Mumtaz maka dititipkan Beliau."

Para ibu guru nampak mulai serius, wajah mereka menunjukkan empati terhadap kondisi Airin. Bagi guru MI Ar Rahmah, semua siswa di madrasah ini, dianggap seperti anak sendiri. Sehingga jika ada yang sakit seperti Arin (panggilan sayang untuk Airin), maka semua guru ikut bersedih, prihatin.

"Sakit apa Arin Bu?" Bu Aina bersimpati.

Beliau semula penuh senyum berubah menjadi sedih. Bu Aina sempat melihat Airin ini kesehariannya kalem, gerakan tubuhnya lambat. Tidak selincah teman-temannya.

"Belum tahu Bu, posisinya sekarang opname di Klinik Anisa Panggungsari" jawab Aisyah. "Ini Bu Aina, saya titipkan suratnya pada Ibu. Mohon nanti dikasihkan Bu Rahma. Karena tadi belum sempat saya sampaikan pada Beliau. Setelah dapat izin dari Bu Rahma, saya segera ke klinik."

Aisyah keluar kantor, menuju lantai 2 gedung madrasah. Di tangga madrasah berpapasan dengan Pak Mumtaz. Aisyah mengangguk sebagai isyarat untuk menyapa dan menghormatinya. Pak Mumtazpun mengangguk kaku. Aisyah lulusan perguruan tinggi negeri ternama di Kabupaten Tulungagung, jadi etika keguruannya sangat melekat kental pada dirinya. Ia juga sangat memahami kompetensi sosial sebagai guru. Meskipun ia hanya Guru Tetap Yayasan (GTY), kompetensi sosial tetap harus diterapkan. Terutama sikap bergaul dengan teman sejawat. Maka, ketika ia sering dijodohkan dengan Pak Mumtaz, Aisyah berusaha untuk membawa diri dengan santun. Tidak ada niatan untuk menggoda Pak Mumtaz, meskipun hanya dengan isyarat ataupun bahasa tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun