"Buruan dijemput, ayah mulai kelaparan nih..."
Dijemput? "Eh, memang ayah sedang di mana sih?" Kali ini si sulung dan si bungsu berebut mengintip ayah mereka, saling tatap kebingungan dan gemas melihatku yang masih juga tertawa-tawa.
"Dari tadi ayah sudah berusaha hubungi kalian. Pada sibuk kemana sih? Ayah pulang nih, maaf mendadak. Buruan jemput ke bandara yaaa.."
Lupa mematikan video call dan koneksi gadgetnya, si sulung dan si bungsu berlompatan girang.
"Ye ye, ye ye, aku dapat HP baru. Ayah pulaaanggggg. Ye ye, ye ye," si bungsu yang gendut megal-megol lucu.Â
"Wait! Hayyoo, bunda belum ngaku smsan ma mantan yang mana?" Si sulung mendadak terdiam dan serius pandangiku.
"Lah, itu adikmu aja dah tau. Ayah dari tadi hubungi kita memakai no baru di HP yang dijanjikan buat adik. Hayyooo, kamu kecil-kecil dah pelupa yaaaa..."
"Wait! Koq bisa ayah jadi mantannya bunda?" Si sulung masih mendelik. Ish, ini ngewarisinsifat cemburu dari siapa sih yak?!
"Ya bisa dong. Kan bunda sempat pacaran dulu sama ayah. Jadi, ayah juga termasuk mantan pacarnya bunda dong. Paham?!" Uraiku sambil lebar tersenyum dan acak-acak kerudung si sulung.
"Iya kakak nih, gitu aja koq ndak tau. Sbentar,karena es krim di bandara mahal, aku mau beli di sini dulu saja. Kata ayah kita kan ndak boleh boros," si bungsu yang luas wadah pencernaannya susah ditebak segera melesat ke dalam supermarket. Aku dan si sulung bergegas memberesi sisa makanan dan beranjak ke mobil.
"Tolong sms mantannya bunda, kita setengah jam lagi sampai di bandara. Harus mampir dulu buat beli nasi Puyung pesanan si mantan," aku yang harus fokus menyetir meminta bantuan si sulung.