Satu, nilai-nilai ketimuran sebagai bangsa Indonesia yang luhur dan tak tergerus jaman. Ikatan keluarga, penghargaan-penghargaan bagi dan antar generasi. Tak peduli Anda, saya, pun kita tengah berperan menjadi kakek atau nenek, ibu atau bapak, pun anak-anak, ketika masih bersama di ikatan keluarga apa pun masalah kehidupan yang muncul, baiklah adanya dirembug bersama.
Dua, nilai-nilai terbaik pribadi bukan tentang bungkusnya. Kebaya, tank-top, jeans berlubang, gamis berhijab lebar, tindikan tubuh (piercing) pun orientasi seks ( ? ) ada dan muncul hampir di semua ‘nama’ jaman yang kita lalui – entah telah, atau belum. Kembali, keluarga menjadi basis utama. Wadah menumbuhkan, kembangkan dan jaga karakter-karakter baik. Berikutnya bersama-sama menjadi kelompok besar, bangsa besar.
Tiga, era digital saat ini telah menisbikan jarak, namun keping satunya justru bisa juga membuka jurang nan lebar. Saya meyakini niat baik tim restorasi film Tiga Dara telah melakukan kalimat baik pertama. Kisah yang dibungkus komedi romantis Tiga Dara di 60 tahun lalu, mungkin dan sungguh bisa selalu menjadi inspirasi hidup kekinian.
Bagi saya, restorasi film Tiga Dara berhasil mengakali sejarah dengan bentuk baru. Berhasil menjadi tontonan tiga lapis generasi keluarga, plus semoga sejalan dengan pengharapan baik saya, menjadi rujukan nilai-nilai kebaikan manusia di era digital yang serba terbuka seperti saat ini. Semoga.
*Selong 11 September
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat.
Ulasan ini disertakan di Lomba Menulis: Lomba Nulis Restorasi Film Tiga Dara bersama PK (Planet Kenthir) di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H