1. Semakin minimnya angka perkawinan muda, dus akan;
2. Menekan resiko ekses lanjutan yaitu Poligami.
3. Memperluas kesempatan para remaja meningkatkan kualitas pribadi dan keluarganya, menjadi insan-insan matang, produktif serta bertanggung-jawab
4. Terbukanya kesempatan membentuk keluarga yang matang karena kesiapan masing-masing pasangan, lelaki dan perempuan, untuk kemudian melahirkan generasi yang sama berkualitasnya.
Memiliki bekal mendampingi anak-anak saya menghadapi dunia serba digital berlatar kultur dan budaya yang masih belum jauh berubah di kampung-kampung leluhur saya. Seringkali saya berbicara atau lakukan diskusi kecil bersama dua anak-anak saya, betapa pentingnya mereka bersekolah setinggi-tingginya, bekal dasar mereka siap produktif berkarir di dunia kerja yang mereka sukai untuk kemudian akhirnya siap berumah-tangga.
Menikah tepat umur tak harus selalu berpatok pada ‘rumus’ formal pemerintah (setelah 20 tahun bagi perempuan dan di atas 25 tahun bagi lelaki). Bersamaan dengan pemahaman-pemahaman positif dari uraian program-program pemerintah seperti Genre, keserba-mudahan di era digital bisa dimanfaatkan bersama semaksimal mungkin.
Standar agamis bisa tetap dilakukan, lebih pada kepercayaan, ajal, jodoh dan rezeki adalah rahasia Tuhan. Usia jodoh dua anak saya bisa jadi kurang atau lebih dari 28, pun rujukan standar usia pemerintah Indonesia, namun ketika mereka telah siap dan penuhi sebagian besar karakter insan yang meliputi kemampuan Pikir, Hati, Raga serta Karsa atau Rasa, harapan saya sama idealnya dengan harapan orang tua manapun.
*Selong 30 Agustus
Tulisan ini diikut-sertakan pada Event Blog Competition Nikah Usia Ideal Raih Masa Depan Cemerlang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H