***
“Menulislah. Saya percaya setiap kata yang terpilih dan terjalin sebagai kisah-kisahmu, menjadi muara dari semua kenangan buruk.”
Mata pucatmu mengerling dengan sekejap binar melintas.
“Lihat. Ini diarimu. Saat kau memaksa tubuhmu terjaga, alam bawah sadarmu tuliskan banyak kisah.”
“Aku telah lama mabuk mimpi. Pilihlah yang kau sukai. Indah, buruk, aku miliki semuanya. Kisah-kisahku itu bisa jadi sebagian dari mimpi-mimpi itu.”
“Aku juga pernah. Tapi aku memilih hanya sisakan yang indah.”
Suaranya biasa. Kecuali seragamnya yang putih, kulit sawo matangnya yang juga biasa terselamatkan oleh pilihannya kenakan kerudung kuning terang berbunga kecil. Sosok biasa itu singsingkan satu lengan bajunya.
“Setahun lalu, aku sepertimu. Perbanyak koleksi mimpi indah dan buruk, berganti-ganti.Meski tentu saja aku tak mampu sepertimu, tuliskan sebagiannya di diari. Pilihan mengantarku kenakan seragam ini, bicara padamu seperti ini, dan mengajakmu turut memilih.”
“Mengapa kau sukai kuning terang?” Kamu abaikan lengan berbintik coklat yang ditunjukkan sosok biasa itu dan lekati bunga-bunga kecil berlatar kuning terang.
“Oh ini..Kuning terang sering menjadi warna tersisa di pupil mataku. Tubuhku mengingat itu dengan baik. Jadi, ketika aku harus memilih warna, aku mengalah pada tubuhku dan hampir selalu kenakan kuning terang.”
“Apa besok akan kamu kenakan lagi?”