***
Hampir sepekan lebih usai kejadian itu, tak ada sms dari ibu. Aku sendiri memilih berkubang, kembali, pada luka hatiku. SMS dan chat-chat Ranti kubalas seperlunya. Mas Bagas pun memilih hanya menemaniku dalam diam. Kesibukan siapkan menu berbuka, sholat sunnah Tarawih dan Tadarus bersama anak-anak yang semakin fasih temani membaca Al-Quran, tak berikan ruang untuk bicarakan label pembunuh yang diucapkan ibu. Sesekali, ketika mas Bagas tertidur, aku terbangun sendiri. Aku telah menjadi ibu dari tiga manusia kecil. Seperti aku yang tak bisa memilih terlahir dari rahim siapa, tiga anak-anakku juga sama. Aku tak tahu perjuangan seperti apa yang ibu lewati saat lahirkan dan besarkanku. Dua alasan itu kujadikan penambal luka. Tak ada anak yang mau disebut sebagai pembunuh ibunya.
***
Assalamu’alaikum nak Putri, saya diminta ibu mengingatkan agar Lebaran nanti tetap pulang. Ibu juga sudah minta tolong nak Bagas untuk sampaikan hal yang sama.
SMS dari nomor Paman Muis. Sepuluh hari lagi menjelang Lebaran. Apa harus kuberitahukan ke Ranti? Tapi, masalah terbesarnya bukan pada persetujuan atau penolakan Ranti. Ini tentang aku dan ibu.
“Assalamu’alaikum mas, maaf menelpon di jam kerja begini. Apa benar ibu meminta mas dan kita nanti tetap pulang saat lebaran?” Meski telah berusaha sangat keras, getar suaraku tak tersembunyikan.
“Wa’alaikumsalam, kamu itu, tentu saja kamu boleh menelponku kapan pun. Oh, itu? Iya. Maafkan aku ya. Aku melihatmu masih sangat sedih, jadi ku pikir akan kuberitahukan jika kamu sudah siap.”
“Apa kita akan pulang?” Sangsi yang kental.
“Aku akan ikut pilihanmu Put. Wait, kita berbuka di luar yuk? Aku akan pulang awal dan jemput kalian. Bibi Ratmi diajak sekalian.”
Persetujuan yang lebih karena kegamangan, apa iya aku tetap pulang, apa iya aku tak harus pulang.
Assalamu’alaikum Baiq. Sorry nih melanggar kebiasaan kita berdua. Aku sedang tak puasa di seminggu terakhir. Well, bukan itu. Maksudku, tiga malam berturut-turut aku memimpikanmu meninggal. Kalau semalam, aku masih percaya kamu terlalu kenyang saat berbuka. Tapi karena tiga malam terus-terusan, aku jadi tak tahan buat tak bertanya. Masih hidup kan? Jawab yang cepat ya. Aku beneran khawatir.