Sinar pagi yang hangat menyentuh setiap kulit para manusia yang berkumpul di tempat itu.
"Bagaimana bisa bibi emban lupa membawa payung. Seluruh kulitku pasti sudah memerah, sepagi ini sudah bersiram mentari pagi." Lale Dewi Anjani merutuk dalam hati. Namun sebagai putri tunggal Raja Raden Pembayun Anom, kesal hatinya tersamarkan sempurna. Wajah cantiknya tetap terang, menyimpan senyum tidak untuk siapa pun kecuali dirinya sendiri.
"Dewi, Dewi..," emban Mraja Galih menggamit ujung sikunya canggung.
Alih-alih menoleh, sepasang mata aurora bermanik coklat terang sang puteri tetiba tertumbuk pada dua sosok pemuda yang posisi berdirinya menahannya melanjutkan perjalanan kembali ke kemah.
Salah seorang berdada bidang dan sikap tubuh tegap semacam prajurit mengansurkan sesuatu ke hadapan sang puteri.
"Maafkan tuanku puteri. Ini hanya gelang biasa, tapi menurutku akan sempurna melingkari tanganmu yang indah," seuntai kalimat manis terlepas dari pemuda itu.
Sekian detik berselang, Dewi Anjani tergerak memegang benda yang diangsurkan padanya. Hijau terang memaku dua matanya tanpa kedip, pun seketika setiap butir darah ditubuhnya hangat mendadak. Tak tertahan sepasang matanya juga tergerak menyapu tanpa jeda wajah sang pemuda. Hangat yang bergolak ditubuhnya menyata di dua pasang mata yang saling menatap, memohon hangat yang lebih dan lebih. Terkejut, pegangan Dewi Anjani terlepas.
***
Zeth Urban SkysCrafers
"Aura saling ketertarikan yang amat sangat langsung mengikat mereka. Anehnya, berulang kali kami mengetesnya pada dua manusia yang tak saling mengenal, fenomena tersebut tak muncul. Baru hanya akan terjadi, jika salah seorang di antaranya memendam rasa suka, seorang lainnya akan seketika memiliki rasa suka yang sama. Meski bahkan ia tak mengenal sekali pun sosok yang menyukainya tersebut."
"Lantas, apanya yang aneh dari benda itu?" Mr. Grey sudah tak sabar.