Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fabel] Monyet, Kura-Kura dan Baru Jari

7 November 2015   14:29 Diperbarui: 7 November 2015   15:36 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Apa? Benarkah kau setua itu Tetuntel? Jangan-jangan engkaulah Tetuntel dalam cerita-cerita ibuku. Sang Kura-Kura bijaksana, sejawat leluhurku Tegodek-godek yang juga masih diceritakan ulang para manusia pada anak-cucunya.'

'Kau benar anak muda. Aku memang Tetuntel dalam cerita ibumu, juga cerita yang diteruskan para manusia. Aku berkunjung kemari, karena alam membisiki aku tentang Rinjani yang kembali muntahkan tanah panasnya ke bumi. Aku harus pastikan siapa yang bertahan.'

'Ini tempat apa Tetuntel? Engkau yang bijaksana pasti mengetahuinya. Ibuku hanya ceritakan tentang air sebagai tempat peraduan sang mentari. Disini, justru mentari seakan keluar dari peraduannya.'

'Ini laut anak muda, tanah yang kupijak disebut pasir. Mentari memang keluar dari peraduannya. Mungkin tak ada yang ceritakan pada ibumu, bahwa mentari tidak saja harus tidur, tapi juga selalu terbangun setiap hari untuk menerangi bumi.'

'Hutan kami hanya selalu temukan mentari yang sudah tinggi. Aku tak pernah tahu bahwa mentari keluar dari peraduannya dari air di tepi terujung.'

'Sekarang kau sudah mengetahui keduanya Tegodek. Tugasmulah meneruskan cerita ibumu, kali ini dengan lebih lengkap. Ah, aku bahagia, kau sudah jauh lebih sopan dari leluhurmu dulu Tegodek. Leluhurmu dulu begitu susah merubah kelicikan dan kerakusannya.'

'Ya Tetuntel, khusus di dua keburukan itulah ibuku tak bosan berlelah-lelah menceritaiku, bahwa aku jangan sampai menirunya. Ibu mengajarkanku sembunyikan setiap biji dari buah masak yang kumakan di balik tanah, agar kelak keturunanku bisa rasakan manis serta lezatnya buah itu. Ibuku juga tak bosan ceritakan kebijaksanaanmu, tak bosan maafkan siapapun untuk sifat-sifat buruk mereka, termasuk sifat buruk leluhurku itu. Aku yang muda kembali memohon maaf dan jika engkau berkenan, ajarkanlah aku budi baik yang mungkin belum diajarkan ibuku.'

'Anak baik dari ibu yang baik. Tolong sampaikan salam terimakasihku pada ibumu. Baiklah, mulai sekarang kau bisa ikuti aku kemana pun aku pergi. Masih banyak kerabat lain yang harus aku temui, memastikan mereka baik-baik saja. Tapi bersabarlah, karena tubuh tuaku tak selincah badan mudamu. Bisakah kau bersabar Tegodek?'

'Untuk pengetahuan yang tak pelit kau bagi sepagi ini, aku akan mencoba bersabar menemanimu Tetuntel.'

Di ujung timur Lombok, di fajar yang belum juga merekah, seekor monyet muda dan tubuh tua kura-kura bergerak masuk kembali ke hutan. Di lokasi lain, di desa-desa, di kampung-kampung, di kota-kota, para manusia sibuk mengeluh atas panas. Atas debu yang kembali menebal selepas usapan ke sekian. Sedang tak bisa ingat cerita kebijaksaan seekor kura-kura, memaafkan kelicikan dan kerakusan monyet temannya yang enggan berbagi pisang temuan mereka berdua, dan kemudian mati hanyut di sungai. Karena hanya dengan kematian si monyet, para ibu monyet berikutnya tergerak untuk keras ingatkan anak-anak mereka agar tak sama licik dan rakusnya seperti leluhur mereka yang mati. Kematian yang tak diceritakan ulang. Tidak untuk diceritakan pada Tegodek muda.

Selong, 7 Nopember 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun