'Siapa itu!'
'Kau yang siapa? Akulah penghuni hutan ini. Apa yang kau cari?'
Ucapan-ucapan itu jelas sangat. Tapi dari mulut siapa?
'Aku persis dibawahmu anak muda. Harusnya matamu yang awas sudah temukanku dari tadi.'
Mengikuti ucapan yang terakhir, Tegodek gerakkan matanya ke bawah dan mencari gerangan si pemilik mulut.
Samar satu kepala menjulur dari cangkang dengan dua mata kecil tampak di indera lihatnya. Begitu samar karena sepintas semua warna tubuh mahluk itu sewarna tanah tempatnya berpijak.
'Aku Tetuntel. Kura-kura terakhir di pulau ini. Kau siapa anak muda?'
'Oh hai, aku Tegodek. Baru semalam ini sampai di hutan di belakangku.'
'Pantas aku tak pernah melihatmu dan tak segera mengerti baumu. Kau pendatang baru. Kabar apa yang kau bawa dari hutanmu yang lama?'
'Panas. Meski makanan kami berlimpah, namun panas menyedot semua energi yang kami dapatkan dari makanan. Itu sebabnya Tegodek Beleq mengajak keluarga besarku berpindah ke hutan ini.'
'Ah, Tegodek Beleq. Aku ingat cerita salah satu buyut jauhmu tentang cicitnya di hutan daerah barat. Rupanya dia kembali ke sini. Selamat datang di rumah leluhurmu Tegodek. Kadang-kadang, panas yang amat sangat memang membawa siapapun yang menjauh, pulang kembali ke rumah.'