Mohon tunggu...
musiroh muki
musiroh muki Mohon Tunggu... Guru - Guru

Terlahir di kota Surabaya 60 th yang lalu. Menghabiskan masa remaja di pesantren putri wali songo asuhan Mbah yai Adlan Aly, dan melanjutkan ke IAIN sampai pada program sarjana di tahun '82-'86. Aktif sbg penulis lepas, sejak awal periode Covid 2019. Alhamdulillah menghasilkan 14 buku antologi puisi, cerpen dan flash fiction bersama teman2 se Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanafi dan Perempuan Baik

20 November 2023   09:20 Diperbarui: 20 November 2023   10:04 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Dalam gemuruh tanya yang dahsyat, Hanafi pergi mengendari motor bututnya. Sambil berucap Alhamdulillah berkali -- kali. "Yaa....Allah, skenariomu sungguh luar biasa. Hambamu sungguh sangat tidak memahami cerita indah Mu di malam ini. Ma'afkan atas ketidak mampuan hamba menterjemahkan semuanya". Sesekali terbayang wajah istrinya yang sedang menunggu dengan cemas, dan anak-anaknya yang suka rewel, "Allah....lindungi mereka." desahnya. 

Detak jarum jam sudah merangkak ke angka 23.55, langkah Hanafi berhenti di depan pintu rumah tuanya. "Assalamualaikum...." Begitu sapa Hanafi. "wa alaikumus salam" ....sahut istrinya dengan mata sembab yang duduk menunggu didepan TV. "ya....Allah...Alhamdulillah... " jerit Mia, istri Hanafi. "aku telpon beberapa kali gak diangkat, aku wa gak dibuka...pikiranku gak karuan bang....." Mia memeluk Hanafi dalam rasa sedih dan bahagia. "sudah...duduk...nanti anak-anak bangun" sela Hanafi. 

Sambil memasukkan motor bututnya, Hanafi minta istrinya untuk mengambil piring dan sendok. "malam ini kita pesta, ada rejeki Allah yang ditumpahkan kepada kita dengan caraNya. Sementara ikuti perintahku dan jangan bertanya apapun" pinta Hanafi dalam senyum. 

Setengah tidak percaya, Mia ikuti perintah Hanafi, dan... "Bang....kok kamu banyak banget membeli makanan , keperluan kita kan masih banyak ?" seloroh Mia dalam ketidak tahuan.

"duduk dulu, kita nikmati makanan pemberian Allah ini." Pinta Hanafi. 

Mia diam dan sesekali melirik kearah kamar anak-anaknya. Eeeekkkk....tangis si kecil membuyarkan lamunan Mia. "Ayo bangun nak...bangun ganteng...ini ayah datang.... " selorohnya pada si buyung Hanggada....

Sambil menahan kantuk, Hanggada bangkit dan menghampiri ayahnya....memeluk erat-erat seperti ada kekhawatiran yang tersembunyi dibalik matanya.

"kenapa ? gak usah mewek..." tanya Hanafi.... " ayah bawa mie kesukaan Gada....ayo cuci tangan dulu..." ajak Hanafi. 

Si buyung Hanggada terlihat ceria melihat mie kesukaannya didepan mata. Tanpa banyak berpikir dan bertanya, Hanggada sang bocah ini, melahap mie gacoannya sampai. Habis.

'Alhamdulillah..." teriak Hanafi dalam hati. 'hamba bersyukur ya...Rob....atas semua nikmat mu malam ini. Hamba juga minta maaf, atas ketidak mampuan hamba dalam menterjemahkan alur cerita indah mu malam ini. Terimakasih ya...Allah...terimakasih."

 Jarum jam merangkak ke angka 01.00, saat semua lelakon cerita Hanafi usai. Dia beranjak tidur, dan si buyung tak mau di tinggal dalam kamar bersama adiknya. Dia seperti ketakutan, dia seperti tidak ingin kehilangan moment-moment sore yang indah saat sang ayah selalu berusaha membuat Gada dan adiknya gembira. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun