Mohon tunggu...
Musfi Muroqobah
Musfi Muroqobah Mohon Tunggu... Lainnya - Hiduplah dengan cara yang Mulya🌱

Bring supply when you go, bring charity when you die

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradigma Istihsan, Istishab Maslahah Mursalah

31 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 24 Mei 2021   15:25 14587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Istihsan

1. Pengertian Istihsan

Istihsan secara bahasa mempunyai  arti menganggap baik sesuatu atau mengira sesuatu itu baik. Adanya seseorang yang telah menghadapi dua hal yang keduanya baik, akan tetapi ada hal yang mendorongnya untuk meninggalkan satu di antaranya dan menetapkan yang satunya karena dianggap lebih baik untuk diamalkan. 

Adapun pengertian secara istilah, adalah Beramal dengan ijtihad dengan dalih pendapat umum dalam menentukan sesuatu yang syara' kemudian menyerahkannya kepada pribadi masig-masing.  Jadi istihsan merupakan Menetapkan hukum dengan berpedoman kepada dalil yang ada yang bersifat umum. 

Namun dalam keadaan tertentu , jika ada kemaslahatan yang bersifat khusus, maka dalam menetapkan hukum tidak berpedoman kepada dalil umum, tetapi lebih kepada kemaslahatan atau kepentingan yang bersifat khusus.  

Baca juga: Perkembangan Hukum Islam pada Masa Daulah Abbasiyyah

2. Pembagian Istihsan

Istihsan ada dua jenis yaitu : dapat dilihat  dari segi pemindahan hukumnya  dari sandaran dalilnya. Adapun istihsan dari segi pemindahan hukumnya, terbagi dua macam yaitu sebagai berikut:

a. Istihsan dengan cara pemindahan hukum kulli kepada hukum juz'i.

Contohnya : ketika melakukan transaksi jual beli maka barang yang akan dibeli harus ada atau jelas keberadaannya serta harus sesuai dengan tempo waktu akad jual beli antara pembeli maupun penjual, kadar atau takaran barang tersebut juga harus jelas sesuai timbangan. Namun jika keringanan  bagi pembeli yang tidak mempunyai si pembeli mampu memberikan uang muka terleih dahulu. Maka ada pengecualian hal tersebut.

b. Istihsan dengan cara pemindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, karena ada dalil yang mengharuskan pemindahan itu.

Contoh : Perempuan kepada laki-laki diperbolehkan meng-qashar shalat diperjalanan, walaupun terdapat perbedaan jenis kelamin, tapi perbedaan ini bisa dikesampingkan karena dalam keadaan dharurat yaitu sedang dalam perjalanan yang jauh.

Adapun istihsan dari segi sandaran dalilnya, terbagi beberapa  macam yaitu sebagai berikut :

a. Istihsan yang disandarkan kepada teks Al-qur'an atau hadits yang lebih kuat.
b. Istihsan yang disandarkan kepada ijma'.
 Contohnya orang memberi upah kepada orang yang berjasa mencari hewan jangkrik untuk makanan burung, hal iini bukan dimaksudkan  jual beli jangkrik namun bertujuan untuk mengapresiasi jasa orang tersebut.
c. Istihsan yang disandarkan kepada adat kebiasaan ('urf). sebagian ulama' berpendapat bahwa boleh waqaf dengan barang yang bergerak seperti  hean ternak, motor karena lazimnya (umumnya) orang waqaf  benda mati atau tidak bergerak seperti tanah, rumah dan sebagainya.
d. Istihsan yang disandarkan kepada urusan yang sangat darurat. Seperti memegang Al-Qur'an dalam keadaan tidak suci karena kondisi Al-Qur'an tersebut berada di tempat yang kotor atau menjijikan.
e. Istihsan yang disandarkan kepada kepada kemaslahatan. Seperti dalam kehidupan social kita sering mengalami perbedaan pendapat entah dengan keluarga maupun masyarakat maka dari itu perlu untuk aadanya sikap toleransi.
f. Istihsan yang disandarkan kepada qiyas khafi. Seperti mematikan binatang tanpa adanya sebab yang pasti, maka hal ini tidak bisa dijadikan acuan hukum secara pasti.

3.  Kehujjahan Istihsan

Dari  paradigma yang dipakai oleh Imam Syafi'i berserta pengikutnya  yaitu berpegang teguh bahwa berhujjah dengan istihsan berarti ia telah mengikuti hawa nafsunya. sedangkan istihsan berbeda dengan  yang dimaksud oleh ulama Hanafiyah adalah berhujjah berdasarkan dalil yang lebih kuat. Karena merupakan  suatu dalil-dalil yang disepakati oleh para ulama yang didasarkan kepada nash, ijma'darurat atau qiyas khafi. Oleh karena itu, penolakan Imam Syafi'i bukan pada lafaz istihsannya melainkan pada konteksnya, yaitu membatasi sesuatu dengan konteks yang ada pada waktu tertentu karena  istihsan merupakan cara berijtihad dengan penerapan hukum Islam terhadap kasus-kasus tertentu.

B. Istishab

1. Pengertian Istishab

Istishab secara bahasa adalah menyertakan, membawa  dan tidak melepaskan maupun melepas atau meningglkan sesuatu. Sedangkan secara istilah istishab mempunyai arti menetapkan hukum pertama kepada hukum yang kedua karena tidak ada dalil atau bukti yang dapat mengubahnya. 

Konsep Istishab sebagai metode penenerapan hukum mengandung tiga unsur pokok yaitu waktu, ketetapan hukum, dan dalil (bukti). Istishab digunakan Untuk menetapkan hukum suatu perkara  itu berupa hukum di masa kini maupun mendatang berdasarkan apa yang telah ditetapkan atau berlaku sebelumnya.

Baca juga: Penerapan Istihsan dalam Kehidupan Masyarakat

2. Pembagian Istishab

a.) Pertama, Istishb al-baraah al-Ashliyyah yakni pada dasarnya setiap jiwa memliki hak-nya masing-masing
b.) Kedua, Istishab al-Ibahah al-Ashliyyah, yakni Istishb berdasarkan atas hukum asal mulanya.
c.) Ketiga, Istishb al-Hukm, yaitu istishab berperan penting dalm pentapan hukum yang sudah ada pada masa lalu hingga masa kini maupun masa mendatang kaea berdasarkan dalil-dalil yang ada.
d.) Keempat, Istishb al-Wasf, yaitu Istishab yang berdasar pada kepercayaan bahwa masih tetap ada sifat yang diketahui di masa  sebelumnya sampai ada bukti yang mengubahnya.

3. Kehujjahan Istihsab

Adanya anggapan tentang berlakunya sesuatu lebih tetap kuat daripada dugaan tentang telah berubahnya sesuatu tersebut. Banyak ulama' berpendapat bahwa Istishb merupakan hujjah, baik dalam mempertahankan sesuatu yang sudah ada (daf'i), maupun menetapkan sesuatu yang belum ada (itsbat).

Ada dua cara penggunaan Istishab, secara penuh atau hanya sebatas untuk mempertahankan sesuatu yang sudah ada, alasannya adalah konsesus ulama (Ijma') telah menyepakati penggunaan Istishab dalam ranah hukum Islam, seperti tetapnya wudhu atau mebersihkan diri sebelum beribadah merupakan kepemilikan pribadi masing-masing orang, sekalipun ada rasa ragu terhadap hilangnya hal  tersebut.  Para ulama menggunakan konsep Istishab dalam menetapkan hukum suatu masalah, karena ada hukum yang tidak disebutkan hukumnya dalam Al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas.

C. Maslahah Mursalah.

1. Pengertian Mashlahah Mursalah

Menurut bahasa  maslahah  berarti mendatangkan kebaikan atau yang membawa manfaat dan menolak kerusakan. Sedang kata mursalah artinya terlepas bebas, tidak terikat dengan dalil agama (Alqur'an dan al-Hadits) tidak ada larangan. 

Menurut istilah, maslahah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak ada dalil mengambilnya atau menolak karena tidak  adanya ketetapan baik dari syara' maupun hukum. 

Dapat didefinisikan bahwa Maslahah-Mursalah adalah ketetapan hukum yang tidak diambil atau tidak ada dari Al-Qur'an dan Hadits namun dari pribadi masing-masingkarena pertimbangan  sehingga dapat memfilter manfaat dan mudharatnya.

2. Pembagian Maslahah-Mursalah

a. Maslahah dharuriyah

Maslahah dharuriyah adalah kemashlahatan yang sangat penting (pokok) dibutuhkan oleh kehidupan manusia, jika ada salah satu tidak ada maka hal tersebut menjadi krusial. Kekuatan Mashlahah  lebih kuat dari pada tingkat maslahah yang lain, karena dapat diketahui dari tujuan syara' dalam menetapkan hukum serta  berkaitan secara langsung atau tidak  dengan lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia. Yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

b. Mashlahah hajiyah

Mashlahah hajiyah adalah kemashlahatan yang tidak berada pada tingkat dharuri. Bentuk kemashlahatannya tidak secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pokok (dharuri), tetapi secara tidak langsung menuju ke arah seperti  hal memberi kemudahan bagi kebutuhan hidup manusia.

c. Mashlahah tahsiniyah 

Mashlahah tahsiniyah adalah Mashlahah yang tidak sampai tingkat dharuri, juga tidak sampai pada tingkat hajiyah, namun kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi kesempurnaan maupun  keindahan pada hidup manusia.maslahah tahsiniyah bisa juga disebut pelengkap dalam kebutuhan hidup manusia.

Baca juga: Istihsan Nash sebagai Metode Hukum Dalam Jual Beli Online

3.  Kehujjahan Maslahah-Mursalah

Sebagian Ulama' menganggap maslahah mursalah merupakan suatu sumber hukum Islam yang kebenarannya masih terdapat khilafiyah. Untuk meng-antisipasi terjadinya khilafiyah para ulama' sangat berhati-hati (ikhtiyath) serta memberikan syarat-syarat yang sangat ketat dalam mempergunakan maslahah mursalah sebagai hujjah, dengan alasan khawatir akan menjadi pondasi untuk  menjembatani pembentukan hukum syariat sesuai hawa nafsu dan keinginan perorangan. 

Jika tidak ada batasan- batasan yang benar dalam menggunakannya, maka orang yang menggunakannya akan tersesat di jalan yang salah, karena tidak ada dasar pertimbangan hukum dalam menetapkannya. Penggunaan maslahah mursalah juga disebut sebagai teknik penetapan hukum yang sifatnya dharuri dan haji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun