Adanya anggapan tentang berlakunya sesuatu lebih tetap kuat daripada dugaan tentang telah berubahnya sesuatu tersebut. Banyak ulama' berpendapat bahwa Istishb merupakan hujjah, baik dalam mempertahankan sesuatu yang sudah ada (daf'i), maupun menetapkan sesuatu yang belum ada (itsbat).
Ada dua cara penggunaan Istishab, secara penuh atau hanya sebatas untuk mempertahankan sesuatu yang sudah ada, alasannya adalah konsesus ulama (Ijma') telah menyepakati penggunaan Istishab dalam ranah hukum Islam, seperti tetapnya wudhu atau mebersihkan diri sebelum beribadah merupakan kepemilikan pribadi masing-masing orang, sekalipun ada rasa ragu terhadap hilangnya hal  tersebut.  Para ulama menggunakan konsep Istishab dalam menetapkan hukum suatu masalah, karena ada hukum yang tidak disebutkan hukumnya dalam Al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas.
C. Maslahah Mursalah.
1. Pengertian Mashlahah Mursalah
Menurut bahasa  maslahah  berarti mendatangkan kebaikan atau yang membawa manfaat dan menolak kerusakan. Sedang kata mursalah artinya terlepas bebas, tidak terikat dengan dalil agama (Alqur'an dan al-Hadits) tidak ada larangan.Â
Menurut istilah, maslahah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak ada dalil mengambilnya atau menolak karena tidak  adanya ketetapan baik dari syara' maupun hukum.Â
Dapat didefinisikan bahwa Maslahah-Mursalah adalah ketetapan hukum yang tidak diambil atau tidak ada dari Al-Qur'an dan Hadits namun dari pribadi masing-masingkarena pertimbangan  sehingga dapat memfilter manfaat dan mudharatnya.
2. Pembagian Maslahah-Mursalah
a. Maslahah dharuriyah
Maslahah dharuriyah adalah kemashlahatan yang sangat penting (pokok) dibutuhkan oleh kehidupan manusia, jika ada salah satu tidak ada maka hal tersebut menjadi krusial. Kekuatan Mashlahah  lebih kuat dari pada tingkat maslahah yang lain, karena dapat diketahui dari tujuan syara' dalam menetapkan hukum serta  berkaitan secara langsung atau tidak  dengan lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia. Yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
b. Mashlahah hajiyah