Dan kini, setelah mendengar dia akan kuliah ke luar negeri, aku makin merasa bersalah. Tapi yaa... mungkin harus seperti itu agar harapannya berlabuh ke hati yang tepat.
***
"Abimanyu, tolong gantikan seluruh jam saya hari ini! Saya harus pergi ke rumah sakit. Darurat!" Bu Rengganis mendatangi ruanganku buru-buru.
"Siapa yang sakit, Bu?" Tak biasanya beliau izin mengajar.
"Anak saya. Barusan rumah sakit menelpon kalo Arabella masuk ruangan ICU."
Deg. Dada ini seperti terhantam ribuan batu.
"Anak itu.. selalu saja.. sok kuat sok mandiri.. seolah saya ini ga ada.. merahasiakan semuanya dari saya.." Bu Rengganis mulai sesegukan.
"Saya ngga punya waktu lagi. Tolong tadi ya Abimanyu, saya percaya ke kamu seperti biasa," lalu Bu Rengganis pergi.
Aku masih shock. Bella.. terakhir kudengar, ia sudah menyelesaikan pendidikan dokter di Malaysia. Kecerdasan yang diturunkan sang mama menjadikannya lulusan termuda dan tercepat. Tapi hanya sebatas itu kabar yang sampai. Aku tak tahu sejak kapan dia menginjakkan kaki di tanah Jogja, apalagi sekarang, tiba-tiba masuk rumah sakit.
Pekerjaan hari ini kuselesaikan dengan cepat agar bisa segera mengunjungi Bu Rengganis. Membayangkan beliau menunggu sendirian rasanya kasihan.
Lalu lalang Rumah Sakit Harapan Bunda tak terlalu ramai di sore hari. Berbeda dengan riuh di kepala. Dadaku bergemuruh kencang. Perasaanku tak enak. Rasanya seperti beberapa tahun lalu, ketika ditinggalkan mendiang istri yang baru 1 hari kunikahi.