Kadang saya bertanya-tanya, kenapa Bank Tanah tidak diserahkan sepenuhnya kepada kementerian terkait seperti Kementerian ATR/BPN atau BUMN saja yang sudah dulu ada? Setelah saya telusuri lebih dalam saya menemukan jawabannya melalui paparan yang disampaikan oleh konseptor Badan Bank Tanah Sofyan A.Djalil dalam forum ilmiah pada tanggal 1 Oktober 2024 lalu.
Menurut mantan Menteri ATR/BPN tersebut, Bank Tanah dibentuk sebagai badan khusus, bukan berada di bawah kendali lembaga birokrasi maupun BUMN manapun karena lembaga birokrasi hanya memiliki kekuasaan dalam hal regulasi (regulating power), sedangkan BUMN memiliki kekuasaan manajerial (managing power) namun tidak dalam hal regulasi. Sementara itu, Bank Tanah yang kekhususannya diatur dalam UU Cipta Kerja memiliki kedua aspek tersebut baik regulating power maupun managing power.
Hal ini memungkinkan Bank Tanah untuk mengatur sekaligus mengelola asetnya sendiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Kedudukannya dengan kementerian terkait seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan maupun BUMN bukan dalam hal kendali penuh melainkan dalam urusan koordinasi dan kolaborasi.
Ketidaktahuan masyarakat tentang peran dan fungsi Bank Tanah kadang memunculkan persepsi yang keliru seperti Bank Tanah adalah bank yang mewakili kepentingan investor-investor besar dengan aset tanahnya kemudian dialihkan ke bank konvensional. Pandangan masyarakat masih melekat pada nomenklatur 'bank' yang melekat dalam Badan Bank Tanah.
Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja dalam wawancara eksklusif bersama Kompas.com meluruskan kesalahpahaman masyarakat tentang Badan Bank Tanah. Menurutnya Bank Tanah merupakan instansi pemerintah untuk permasalahan dari tanah bekas hak, perubahan tata ruang, tanah terlantar, tanah bekas tambang dan lain-lain.
Dalam PP No.6 Tahun 2021, Badan Bank Tanah memiliki kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka pembangunan ekonomi berkeadilan. Bank Tanah memiliki tujuan mulia, berbeda jauh dengan permata atau perkumpulan para makelar tanah.
Bank Tanah menyediakan minimal 30 persen untuk Reforma Agraria dengan terus menjamin kepentingan sosial seperti kepentingan pembangunan rumah ibadah, lapangan sepak bola, tempat bermain rakyat, ruang terbuka hijau dsb dengan tarif nol rupiah. Badan Bank Tanah selalu mengadakan sosialisasi ke desa-desa agar pemahaman masyarakat tidak berbelok ke mana-mana.
Dalam setiap sosialisasinya, Badan Bank Tanah juga menggandeng tokoh masyarakat, juga kepala daerah, ketua suku atau adat, petani, nelayan, dan masyarakat-masyarakat yang terlibat. Badan Bank Tanah mengutamakan musyawarah mufakat dan mengedepankan komunikasi persuasif bukan represif.