Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Badan Bank Tanah dan Masa Depan Pembangunan yang Berkeadilan dan Merata di Indonesia

18 Januari 2025   18:08 Diperbarui: 18 Januari 2025   18:08 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Forum Ilmiah Badan Bank Tanah 2024 (Sumber: Galeri banktanah.id) 

 

Tak jauh dari Stasiun Cikarang, berdiri perumahan terbengkalai dengan rerumputan liar menghiasi setiap sudutnya. Rumah-rumah yang seharusnya dihuni masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tersebut kini kosong melompong. Perumahan yang diresmikan pada 2017 silam tersebut rencananya akan dikembangkan di atas tanah seluas 105 hektare (Ha) namun sudah hampir genap sewindu perumahan itu masih mangkrak dan tidak ada aktivitas apapun di atas tanah tersebut.

Cerita di atas persis seperti apa yang dikatakan oleh konseptor Badan Bank Tanah Sofyan A.Djalil dalam Forum Ilmiah Badan Bank Tanah (BBT) 2024 dengan tema "Peran Bank Tanah dalam Penjaminan Ketersediaan Tanah yang Berkeadilan".

Menurut Sofyan A.Djalil, Bank Tanah bisa mengelola tanah-tanah yang terbengkalai terutama tanah-tanah tak bertuan sehingga tanah-tanah tersebut bisa bermanfaat untuk masyarakat sesuai amanat dalam konstitusi. Sofyan A.Djalil memberi ilustrasi vila di Bogor seluas satu hektare tanpa pagar di mana bangunannya sudah rata dengan tanah sejak tahun 70-an. Sementara itu pemilik vila tersebut tidak diketahui secara pasti apakah sudah meninggal dunia ataukah berpindah kewarganegaraan bahkan masyarakat yang hidup sejak kecil di sekitar vila tersebut pun tidak pernah melihat ada aktivitas di lahan kosong itu.

Tanah-tanah tak bertuan itu jamak ditemui tidak hanya di Cikarang dan Bogor saja tetapi hampir merata di seluruh Indonesia. Lantas apakah tanah itu kita biarkan saja menjadi tempat persinggahan makhluk-makhluk astral dan beberapa hewan liar? Ini baru tanah terbengkalai, bagaimana dengan tanah hasil pelepasan kawasan hutan yang bentuk dan fungsinya sudah bukan hutan lagi, atau tanah bekas tambang?

Di sinilah Bank Tanah punya peran strategis untuk menjawab pertanyaan tersebut.

 

Mengenal Bank Tanah dan Mispersepsi Tentangnya

Dilansir dari situs web resmi Bank Tanah, Bank Tanah merupakan badan khusus atau sui generis yang dibentuk langsung oleh pemerintah pusat untuk mengelola tanah negara. Perjalanan pendirian Badan Bank Tanah ini cukup panjang dimulai pada tahun 80-an dan baru terealisasi pada tahun 2021. Terdapat banyak hambatan untuk mewujudkan institusi yang khusus mengelola tanah negara apalagi masalah pertanahan ini cukup kompleks dan sensitif.

Akhirnya badan ini baru resmi dibentuk pada April 2021 berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021  tentang Struktur dan Penyelenggaraan Bank Tanah yang saat itu ditandatangani oleh Joko Widodo. Badan yang berkantor pusat di Menteng Jakarta Pusat ini memiliki kewenangan untuk menjamin ketersediaan tanah demi kepentingan sosial, umum, pembangunan nasional, konsolidasi lahan, pemerataan ekonomi, dan juga Reforma Agraria.

Enam tujuan besar dari pendirian Badan Bank Tanah (Sumber: banktanah.id yang diedit sendiri melalui Canva)
Enam tujuan besar dari pendirian Badan Bank Tanah (Sumber: banktanah.id yang diedit sendiri melalui Canva)

Kadang saya bertanya-tanya, kenapa Bank Tanah tidak diserahkan sepenuhnya kepada kementerian terkait seperti Kementerian ATR/BPN atau BUMN saja yang sudah dulu ada? Setelah saya telusuri lebih dalam saya menemukan jawabannya melalui paparan yang disampaikan oleh konseptor Badan Bank Tanah Sofyan A.Djalil dalam forum ilmiah pada tanggal 1 Oktober 2024 lalu.

Tonton videonya di sini

Menurut mantan Menteri ATR/BPN tersebut, Bank Tanah dibentuk sebagai badan khusus, bukan berada di bawah kendali lembaga birokrasi maupun BUMN manapun karena lembaga birokrasi hanya memiliki kekuasaan dalam hal regulasi (regulating power), sedangkan BUMN memiliki kekuasaan manajerial (managing power) namun tidak dalam hal regulasi. Sementara itu, Bank Tanah yang kekhususannya diatur dalam UU Cipta Kerja memiliki kedua aspek tersebut baik regulating power maupun managing power.

Hal ini memungkinkan Bank Tanah untuk mengatur sekaligus mengelola asetnya sendiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Kedudukannya dengan kementerian terkait seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan maupun BUMN bukan dalam hal kendali penuh melainkan dalam urusan koordinasi dan kolaborasi.

Ketidaktahuan masyarakat tentang peran dan fungsi Bank Tanah kadang memunculkan persepsi yang keliru seperti Bank Tanah adalah bank yang mewakili kepentingan investor-investor besar dengan aset tanahnya kemudian dialihkan ke bank konvensional. Pandangan masyarakat masih melekat pada nomenklatur 'bank' yang melekat dalam Badan Bank Tanah.

Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja dalam wawancara eksklusif bersama Kompas.com meluruskan kesalahpahaman masyarakat tentang Badan Bank Tanah. Menurutnya Bank Tanah merupakan instansi pemerintah untuk permasalahan dari tanah bekas hak, perubahan tata ruang, tanah terlantar, tanah bekas tambang dan lain-lain.

Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja saat diwawancara tim Kompas.com (Sumber: Tangkapan layar Youtube Kompas.com)
Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja saat diwawancara tim Kompas.com (Sumber: Tangkapan layar Youtube Kompas.com)

Dalam PP No.6 Tahun 2021, Badan Bank Tanah memiliki kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka pembangunan ekonomi berkeadilan. Bank Tanah memiliki tujuan mulia, berbeda jauh dengan permata atau perkumpulan para makelar tanah.

Tonton videonya di sini

Bank Tanah menyediakan minimal 30 persen untuk Reforma Agraria dengan terus menjamin kepentingan sosial seperti kepentingan pembangunan rumah ibadah, lapangan sepak bola, tempat bermain rakyat, ruang terbuka hijau dsb dengan tarif nol rupiah. Badan Bank Tanah selalu mengadakan sosialisasi ke desa-desa agar pemahaman masyarakat tidak berbelok ke mana-mana.

Dalam setiap sosialisasinya, Badan Bank Tanah juga menggandeng tokoh masyarakat, juga kepala daerah, ketua suku atau adat, petani, nelayan, dan masyarakat-masyarakat yang terlibat. Badan Bank Tanah mengutamakan musyawarah mufakat dan mengedepankan komunikasi persuasif bukan represif.

Makna Pembangunan Berkeadilan dan Merata

Hingga akhir 2024, Badan Bank Tanah mencatat total aset lahan seluas 33.115,6 hektar. Tanah-tanah tersebut tersebar di 45 kabupaten/kota di mana Poso, Sulawesi Tengah menduduki peringkat pertama dengan jumlah lahan terbanyak sebesar 6.647,35 Ha disusul kemudian wilayah IKN Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dengan total 4.161,9 Ha.

Persebaran tanah Badan Bank Tanah tahun 2024 (Sumber: Booklet Badan Bank Tanah 2024)
Persebaran tanah Badan Bank Tanah tahun 2024 (Sumber: Booklet Badan Bank Tanah 2024)

Badan Bank Tanah menargetkan total lahan seluas 140.000 hektar pada 2025. Dari jumlah tersebut, 120.000 hektar diperkirakan berasal dari pelepasan kawasan hutan yang beralih fungsi, sementara sisanya akan dihimpun dari sumber-sumber lain seperti tanah telantar, bekas tambang, hingga tanah hasil reklamasi. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan komitmen pemerintah dalam menjamin ketersediaan dan manfaat tanah untuk kesejahteraan rakyat.

Komitmen ini sejalan dengan visi jangka panjang Indonesia emas 2045 yakni mewujudkan pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan. Efek jangka pendek mungkin tidak begitu terasa, namun jika tanah-tanah hasil pelepasan kawasan hutan, tanah terlantar, bekas tambang, hingga tanah hasil reklamasi dimanfaatkan sebaik mungkin dengan berpedoman pada asas berkeadilan dan kesetaraan, maka bukan suatu hal mustahil jika pembangunan kewilayahan tidak akan berpusat di Jawa saja.

Pembangunan berkeadilan dan merata adalah ketika seluruh masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama tidak memandang apakah dia seorang pemilik modal besar atau masyarakat menengah ke bawah, tidak melihat juga apakah dia dari Jawa atau luar Jawa, apakah dia seorang investor atau petani kecil.

Memang, tidak ada status tanah yang benar-benar clear and clean, kemungkinan muncul klaim antar pihak akan selalu ada--- sudah ada beberapa kasus tanah sengketa yang ditunggangi dari jual beli tanah oleh oknum kepala desa atau LSM. Bank Tanah selalu melihat aspek histori dengan jeli dan teliti termasuk memastikan dokumen-dokumen penunjang yang asli dan valid di mata hukum.

Negara melalui Badan Bank Tanah perlu selalu menjamin amanah yang diberikan tidak diselewengkan oleh pihak atau oknum tertentu. Guru besar FH UGM Prof Dr.Maria SW Sumardjono dalam webinar "Bank Tanah dan Ekonomi Berkeadilan" mengatakan bahwa ekonomi berkeadilan tidak bisa dipisahkan dari pembangunan berkeadilan, negara perlu hadir dalam keberpihakannya pada mereka yang lemah dan memberikan kesempatan yang setara.

Tonton videonya di sini

Oleh sebab itu tata kelola yang baik sangat dibutuhkan untuk menghindari korupsi institusional. Dan saya percaya Badan Bank Tanah mampu menciptakan tata kelola yang baik itu melalui berbagai inovasi dan gebrakan barunya, tentunya dengan mengedepankan aspek transparansi, akuntabel, dan berkeadilan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun