Ferdiyan tiba di tempat penitipan anak ketika hujan Januari membasahi ibu kota dengan mesranya. Ia datang diantarkan sopir pribadi ayahnya yang berkerja di kantor dewan. Yah, ayahnya seorang wakil rakyat berduit yang menguasai beberapa perusahaan limbah sampah di Indonesia.
Ferdiyan tampak menangis ketika harus kembali ke tempat itu. Ia hanya ingin main di rumahnya seharian dengan ponsel pintarnya namun ibunya menolak dengan tegas. Mau tak mau Ferdiyan pun duduk manis di depan si pendongeng.
Namanya, Mikhael, ia seorang pendongeng yang katanya disukai anak-anak di tempat penitipan anak. Ferdiyan belum pernah mendengarkan cerita dari mulutnya. Ia selalu absen ketika Mikhael bercerita.
Kali ini Ferdiyan meminta si pendongeng bercerita tentang fabel.
"Om Mikhael, Ferdiyan penasaran kenapa orang-orang menyebut teman papa itu tikus berdasi. Kenapa tikus kok berdasi?" pinta Ferdiyan dengan wajah penuh penasaran.
Mikhael tersenyum simpul, menunjukkan lesung pipitnya yang manis. Sementara mata sipitnya sudah tak sabar melihat Ferdiyan tertawa terbahak-bahak mendengar cerita fabel darinya.
Mikhael berdehem sekali, lalu membawa boneka tangannya. Ia sudah siap menceritakan kisah berjudul Asal Mula Tikus Berdasi.
***
Alkisah, di sebuah negara bernama Zamrud Khatulistiwa, hiduplah seorang petani renta. Ia hidup seorang diri setelah ditinggal mati istrinya. Setiap hari ia pergi ke sawah, demi memenuhi kebutuhan perutnya.
Petani itu sangat sayang pada padi-padi yang mulai menguning. Ia sangat telaten pergi ke sana setiap pagi sampai siang terik. Tak lupa, petani itu membawa bekal berupa singkong rebus kesukaannya agar tenaganya siap mengalahkan lesu letih dalam badan kurusnya.
Tak lupa, petani membuat orang-orangan dari jerami. Itu dilakukan supaya tidak ada tikus berani mengusik sawah indahnya di malam gelap gulita.
Sayangnya, mujur tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Malam itu, segerombolan tikus sudah berdiskusi panjang lebar. Tikus-tikus itu sudah membuat rencana matang, dipimpin oleh tikus paling besar dengan perut buncitnya. Tikus pemimpin itu bernama Hendra, sering disebut pak bos.
"Kevin! Kamu pergi ke sisi A bersama Rachel. Di sana Kamu akan temukan makanan enak di sawah milik petani."
"Tantri! Kamu pergi ke sisi C bersama Andre. Di sana aman sentosa."
Rencana itu sudah dibuat sangat matang. Para tikus yakin bisa mendapatkan apa yang mereka mau, santapan malam hari.
Mereka bergegas mengikuti arahan pak bos. Sementara pak bos cukup mengawasi dari balik semak-semak. Pak bos punya rencana sendiri.
Ketika mereka mengendus-endus tanah persawahan, mereka tidak sadar ada orang-orangan cukup seram. Orang-orangan itu memakai benda melilit di lehernya. Mereka ketakutan parah. Bulu-bulu hitamnya berdiri, merinding penuh misteri. Ketika tiba di tengah-tengah mereka terperangkap oleh sebuah jebakan milik pak tani. Semua tikus tak berdaya lagi. Pak bos tertawa lebar. Ini saatnya bagi dirinya untuk menuju target.
Sedari awal, pak bos membuat rencana itu memang untuk menjebak segerombolan tikus-tikus bodoh. Pak bos hanya ingin menikmati semua hasil buruannya seorang diri dengan kenyang tanpa gangguan.
Pak bos berlari cukup kencang. Ketika dirasa aman, ia langsung menuju target. Gerombolan tikus yang sudah terjebak meminta tolong pada si pak bos. Pak bos malah acuh. Ia hanya fokus ke satu target, mengambil santapan lalu pergi.
Tak dinyanya, orang-orangan yang sedari tadi diam bagai patung itu bergerak. Orang-orangan itu berjalan mendekati tubuh kecil tikus hitam itu, yang ternyata adalah pak bos. Sekonyong-konyong pak bos diam membisu.
"Apa maumu di sini, wahai tikus hitam nan jelek?" tanya orang-orangan yang ternyata bisa bicara. Pak bos masih kaku, ia masih sulit menggerakkan badannya. Ia sungguh ketakutan.
Sekonyong-konyong pak bos punya rencana.
"Aku punya perjanjian denganmu. Segerombol tikus-tikus yang terperangkap ini mau mencuri padi milik tuanmu. Aku datang untuk menolongmu." Pak bos punya rencana lain, entah apa itu, ia sejatinya masih memikirkannya.
"Dengan cara apa Kamu akan menolong padi milik tuanku?"
"Aku bisa mengambil padi-padi milikmu. Lalu aku sembunyikan di tempat yang lebih aman."
Orang-orangan tidak percaya pada tabiat tikus. Watak tikus itu rakus. Ia tidak mudah puas walau hanya makan sekali. Ia selalu makan banyak. Ia juga suka menipu, bahkan pada teman-teman sejenisnya.
"Kamu pasti ingin mengambil padi-padi milik tuanku untuk Kamu makan seorang diri, bukan? Aku sudah tahu kelakuanmu. Kamu cerdik tapi tidak secerdik kancil yang suka mencuri timun."
Orang-orangan itu lalu mengangkat tubuh mungil tikus. Ia melilitkan lehernya dengan sebuah kain, mirip dasi.
"Aku akan memberimu kain ini sebagai bukti bahwa Kamu adalah binatang pengerat yang rakus. Kamu membuat sawah milik tuanku rusak. Kamu juga mengambil apa saja milik tuanku, tidak di sawah tidak pula di rumah. Kini saatnya aku memakaikan ini padamu sebagai kutukan dariku."
Tikus itu lalu dilepaskan, namun sebuah dasi melilit di kepalanya, membuatnya susah bernapas. Tikus itu berdecit. Lari kalang kabut ke selokan. Naas, kucing liar datang menghadang, menyantapnya dengan lahap sebagai hidangan pencuci mulut.
***
Ferdiyan kurang puas dengan cerita fabel dari Mikhael, ia pun mencoba menanyakan kembali pertanyaan awalnya
"Lalu kenapa teman-teman papaku disebut tikus berdasi?"
"Itu karena teman-teman papamu mirip pak bos itu."
"Mirip apanya. Tikus itu binatang, sementara teman papaku itu manusia."
"Tikus berdasi itu merusak tatanan, tikus juga sumber penyakit, ia begitu menjijikan tapi rakus. Ia suka mencuri dan merepotkan manusia."
Ferdiyan masih belum mengerti, Mikhael lupa bahwa Ferdiyan masih sangat belia untuk tahu apa itu sejatinya tikus berdasi berwujud manusia.
"Suatu saat Kamu akan mengerti, Nak Ferdiyan. Om Mikhael hanya berpesan padamu untuk berbuat jujur, tidak mengambil hak milik orang lain, dan tidak menerima pemberian dari orang lain yang memiliki maksud yang kotor dan merugikan orang lain."
"Pemberian orang lain yang memiliki maksud kotor dan merugikan orang lain itu apa maksudnya?"
"Maksudnya, misalkan ada orang memberimu uang banyak untuk memuluskan kepentingan pribadi dengan merugikan orang lain. Gimana menjelaskannya, yah!" Mikhael menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.
"Kalau misalkan papaku memberiku mainan lego terbaru karena aku diam tidak menceritakan ke mama perihal papa dapat uang sekoper dari temannya, apa itu perbuatan yang merugikan orang lain?"
Mikhael heran. Ia menutup cerita fabelnya.
"Berat, ini cerita berat," pungkas Mikhael lalu jemputan Ferdiyan datang. Katanya, ia harus segera pulang karena ayahnya baru saja memakai rompi oranye.
"Apa papaku itu tikus berdasi?" tanya Ferdiyan, Mikhael tidak bisa menjawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H