Tidur adalah istirahat terbaik. Tetapi pikiran selalu berjalan mengisi tiap kenangan yang ada dalam kepala. Pengalaman, rasa suka sama seseorang, termasuk pikiran hanyut tertuju pada orang-orang yang menyambut kita dengan ramah. Sampai datanglah bunga tidur itu, usai dipetik dengan nikmat, dicicipi dengan sedap.Â
Mimpi basah. Ah, sialan ! "Kenapa harus di rumah tiwi sih, mimpi beginian" sesalku menggerutu.Â
Kalau sudah junub berarti harus mandi junub. Tapi masalahnya saya tidak bawa pakaian lagi, terpaksa harus rela najis seharian . Sedari awal perkiraan kami di kolaka ini cuman satu hari, akhirnya bawa pakean baju dan celana selembar saja, tapi ternyata sudah berhari-hari kami di Kolaka.Â
Pagi yang sakral kali ini. Watubangga menjadi lokasi survei sebentar. Setelah mendapatkan beberapa wejangan dari ibunya Tiwi, kami seperti anak sendiri diberlakukannya. Sementara si Tiwi ini, masih tetap saja memperlihatkan ekspresi ramah. Tutur kata keturunan Bugis yang lembut.Â
"Orang-orang seperti ini yang harus kita perhatikan di Kampus". Kata jimin saat lagi berdua di ruangan tamu.Â
"Iya bang betul, kalau nda ada mereka, bisa kalang kabut kita disini".
Pada akhirnya kami harus pamit dan pergi. Tidak ada yang bisa kami berikan selain harapan dan do'a untuk keluarga ini agar sehat selalu dan diberikan kelapangan rizki.Â
Pukul 09.00 kami berangkat menuju kecamatan yang cukup jauh. Ke Watubangga berjarak satu jam untuk tiba. Harap kali ini tidak akan lama jika bekerja dengan cepat.Â
Daerah ini kampungnya Miftah, tapi ia lagi di Kendari. Seandainya ia ada disana pasti kami bisa singgah juga. Selain agenda kerja plus juga silaturahim.Â
Saya hanya terima rekaman video halaman rumahnya dari Miftah, juga di suruh singgah. Tapi mana mungkin kami berani.Â
Laju motor matic membawa kami ke Watubangga, berkendara dua orang saja melewati perkampungan, jalan berhutan sampai akhirnya tiba di wilayah pesisir, Kelurahan Watubangga.Â