Orang suka menciptakan puisi dikatakan sebagai penyair, bukanlah diri ini menganggap seorang penyair tapi barangkali bagian dari pada itu.Â
Dalam menyajikan puisi itu kadangkala makna sesungguhnya diketahui oleh penulis dan Tuhan karena semua kegelisahan dituangkan melalui tulisan tersirat(Metafora).Â
Apalagi dengan isu termutakhir ini, yang membingungkan rakyat, pemerintah telah melakukan konsorsium dan lain sebagainya untuk membungkam mulut-mulut kaum intelektual, wabilkhusus Mahasiswa. Negeri Wakanda ini memang lucu.Â
Sebuah kelaziman pada diri penulis yang kurang ajar ini suka menulis yang tidak-tidak, tapi di iya-iyakan saja. Lagi-lagi semoga lagu-lagu keserakahan tidak menyertai perjalanan ini, ada do'a ibu yang menjadi spirit antusiasme dan ada cita-cita dan cinta yang mesti digapai.Â
Kelak dikemudian hari gempuran ini semestinya akan melatih diri untuk lebih mengerti akan realitas kehidupan ini dengan segala carut-marutnya.Â
Pada intinya catatan keresahan pasti banyak terungkap, karena sejatinya tidak semua mesti diungkapkan dengan terus terang, kalau dalam lirik lagu Dere, "Bicaralah secukupnya, tak Semua Harus Terucap" cuman ini konteksnya adalah tulisan, jadi secukupnya saja apa yang mesti tuliskan.Â
Semoga yang berkesempatan untuk membaca tidak juga mengernyitkan dahi, tapi harapan besarnya adalah kepala bisa mangut-mangut pertanda mengerti.
Untuk melukiskan diri sendiri tidak akan pernah habis dengan untaian kata-kata. Silahkan banyak belajar dan selalu senantiasa merefleksikan diri. Jangan lupa mengukir Aksara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H