Konsep, 'Rawe-Rawe Rantas, Malam-Malam Putung, Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh', merupakan semboyan yang harus ditanamkan guna mengurai pesan dan arahan tegas dari presiden.
Sebenarnya tidak tertuju pada para menteri kabiner semata, tetapi juga kepada seluruh aparatur pemerintahan. Konsep, 'Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing' harus menjadi kesadaran semua lintas pemerintahan, dari pusat hingga daerah. Beberapa khalayak melalui kolom komentar banyak yang menyarankan hal ini.
Bahwa, kerancuan kinerja saat ini adalah tanggung jawab bersama. Â Tidak lagi bicara desentralistik atau otonomi daerah saja, tetapi bagaimana semua pihak harus sepakat saling kuat menguatkan satu sama lain. Tanpa harus saling 'cemburu' dengan berdalih, 'siapa melalukan apa'.
Hiruk pikuk penangangan masyarakat terdampak misalnya, Kementerian Sosial sebagai penanggung jawab harus melakukan tindakan ekstra ordinari. Jajaran kementerian baik baik negeri maupun kontrak harus diberikan penugasan ekstra dengan semangat akuntabilitas dan integritas tinggi.
Penulis merupakan mantan Pendamping Sosial, yang pernah menjalankan tugas dari kementerian sosial dalam upaya penyaluran dan pembinaan pada Program Keluarga Harapan (PKH).
Karut marut dijumpai dimana saja, dari mulai pendataan yang ambur adul, hingga penyaluran yang penuh hambatan. Pemutakhiran data dilakukan secara kontinue, namun semua itu menjadi basa, sesaat data terbaru kemiskinan tidak dikerjakan oleh jajaran dinas sosial ditingkat kabupaten/kota. Padahal, penulis sudah berjuang serius dengan menggelar musyawarah desa yang melibatkan jajaran aparat desa dan semua tokoh masyarakat.Â
Belum lagi, nyatanya, penulis justru mendapati salah satu oknum ketua RT bertindak diskriminatif, manakala ada salah seorang warganya yang nyatanya wajib dibantu, namun dicoret dari daftar penerima manfaat bantuan sosial. Ini tanda tidak serius dan hilangnya rasa empati dari pemimpin terbawah dalam satuan masyarakat.
Naasnya lagi, aparatur negara tingkat kabupaten justru sama sekali tidak melakukan input data, sehingga basis data yang masuk ke pemerintah pusat nyaris tidak ada perubahan sama sekali. Masih saja penulis jumpai data lama yang secara status sosial terjadi perubahan ekonomi. Sehingga memungkinkan, mereka sudah mampu, dan bahkan sebagian telah keluar dari kemelut ekonomi.
Akibatnya, saat krisis pandemi, borok kementerian sosial terkuak jelas. Semua pihak kalang kabut menghadapi kerancuan data penerima manfaat. Saling salah menyalahkan satu sama lain. Konflik pun tidak terhindarkan.
Belum lagi, disaat kiris pandemi, beberapa oknum justru melakukan tindakan yang merugikan semua pihak, dengan melakukan pemotongan bantuan sosial. Tindakan ini sangat melukai hati rakyat.Â
Solusinya adalah bagaimana kementerian ini segera melakukan tindakan ekstra dengan memberdayakan semua komponen. Tentu, perlu ada langkah ekstra, misalnya dengan adanya aplikasi digital pendukung gerakan sosial ini.