Selain itu dalam mempelajari kitab kuning di pesantren di bekali ilmu Nahwu dan shorof yang mempelajari bahasa arab, gramtikal arab dan perbedaan-perbedaan makna, hingga sastra yang terkandung di dalamnya. Karena jumlah kitab kuning yang banyak tidak mungkin bisa satu-persatu diajarkan di Pesantren. Sehingga apabila sudah mempelajari dan faham benar akan Ilmu Nahwu dan Shorof diharapkan par santri dapat mempelajari secara mandiri bahkan bisa juga mengajarkannya kepada orang lain.
Dan yang terjadi saat ini adalah banyak orang yang baru saj membaca satu hadis lantas mengunggahnya di Media Sosial dan menyalah-nyalahkan golongan yang lainnya. Padahal belum tahu bagaimana keshahihan hadist tersebut diriwayatkan dari siapa dan juga sanadnya siapa.Â
Dan tentunya belum tahu juga asal mula hadist itu ada dan dalam peristiwa apa. Hal inilah yang ingin dicegah atau minimal dikurangi oleh Kementerian Agama melalui MQK ini. Ada harapan dari penyelenggaraan MQK ini supaya kelak kafilah MQK yang terdiri dari ribuan santri ini dapat menyebarkan atau mengajarkan kepada masyarakat untuk lebih mengenal Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamiin.
 Dan terjadi beberapa kali Tanya jawab antara Pak Muhtadin dan Kompasianer yang ada setelah beliau memaparkan sesuatu hal mengenai pesantren, kitab kuning, dan fenomena yang terjadi masyarakat saat ini. Setelah itu kompasianers dipersilakan untuk melihat penyelenggaraan MQK 2017 di Jepara ini, sembari melaporkannya melalui media social Twitter dan Instagram.
Vidio salah satu peserta MQK 2017 dalam Lomba Ilmu Nahwu, santri tersebut sedang melafalkan nadz Nahwu Kitab Al-Jurumiyah. Â
Kembali ke Media Center
Setelah kurang lebih Tiga jam keliling di seputaran Pondok Pesantren Raudhatul Mubtadiin, Balekambang, Jepara untuk mengeksplorasi acara MQK 2017, akhirnya para kompasianer kembali ke Media Center.