Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Khamar, Najiskah?

22 Maret 2016   16:41 Diperbarui: 22 Maret 2016   17:00 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seseorang mencuri roti, misalnya. Maka tentu roti tersebut menjadi haram hukumnya untuk dikonsumsi oleh dia. Lalu apakah roti tersebut menjadi najis?

Kayu, besi dan tanah dapat membahayakan kesehatan jika kita konsumsi, karenanya benda-benda tersebut hukumnya haram. Lalu apakah benda-benda tadi menjadi najis?

Begitu pula khamar. Keharamannya tentu tak dapat kita pungkiri lagi, terdapat banyak dalil mengenainya dan bahkan para ulama telah sepakat akan hal itu.

Lantas, apakah karena keharamannya secara otomatis khamar itu najis?

Perlu Anda ketahui bahwa kenajisan benda dapat beimplikasi pada sah dan tidaknya ibadah jika benda tersebut mengenai pakaian atau tempat ditunaikan ibadah tersebut, shalat misalnya. Yang tentunya tak lepas dari perbedaan pendapat para ulama di dalamnya, namun Penulis tidak bermaksud menjelaskan perkara tersebut pada tulisan ini.

Dalam tulisan ini Penulis hanya akan memaparkan beberapa pendapat para ulama mengenai perkara najisnya khamar yang telah penulis ilustrasikan sebelumnya. Juga perlu diketahui, perkara ini termasuk dalam fiqih klasik, dimana para ulama terdahulu telah lama membahas dan mengkajinya.

Rincian pendapat mereka adalah sebagai berikut :

Para Ulama yang Berpendapat Najis

1.      Madzhab Al-Hanafiyyah

Al-Kasani (w. 587 H) dalam kitabnya Bada’i asshona’I fi tartibi assyaro’I beliau berkata :

ومنها الخمر والسّكر أمّا الخمر؛ فلأنّ اللَّه تعالى سماه رجسا في آية تحريم الخمر فقال: {رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ} [المائدة: 90] والرجس: هو النّجس

“Diantara benda yang najis adalah khamar dan minuman memabukan. Khamar itu najis karena dalam ayat tentang haramnya khamar, Allah Ta’ala menyebutnya sebagai rijsun, dimana Allah Ta’ala berfirman : “Itu adalah rijsun dan termasuk perbuatan syaithon” (QS. Al-maidah : 90). Dan yang dimaksud dengan rijsun adalah najis”.[1]

As-Sarokhsi (w. 483 H) dalam kitab Al-Mabsuth, beliau berkata :

بخلاف الخمر فإنّ عينها نجس

“… berbeda dengan khamar, sesungguhnya zatnya itu benda najis”.[2]

2.      Madzhab Al-Malikiyyah

Ar-Ru’aini (w. 954 H) dalam kitabnya yang berjudul Mawahib Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtashor Kholil berkata :

لا ينتفع بشيء من النّجاسات في وجه من الوجوه حتّى لو أراق إنسان خمرا في بالوعة فإن قصد بذلك دفع ما اجتمع فيها

“Tidak boleh memanfaatkan sesuatu yang najis dalam berbagai hal, bahkan misalnya seseorang membuang khamar kedalam selokan dengan maksud menghilangkan sampah”.[3]

Al-Qarafi (w. 684 H) dalam kitab adz-dzakhiroh berkata :

ونجاسة الخمر معلّلة بالإسكار وبطلب الإبعاد

“Najisnya khamar adalah karena ia memabukkan dan dituntut untuk dijauhi”.[4]

3.      Madzhab Asy-Syafi’iyyah

An-Nawawi (w. 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhu Al-Muhadzab berkata :

الخمر نجسة عندنا

“Menurut madzhab kami, Khamar itu najis”.[5]

As-Syarbini (w. 977 H) dalam kitabMughni Almuhtaj ila ma’rifati ma’ani alfadz al-minhaj berkata :

أمّا الخمر فلقوله تعالى: {إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلامُ رِجْسٌ} [المائدة: 90] والرّجس في عرف الشّرع هو النّجس

“Adapun khamar, hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib adalahrijsun (QS. Al-Maidah : 90), danar-rijsu secara istilah syar’i berarti najis”.[6]

4.      Madzhab Al-Hanabilah

Ibnu Qudamah (w. 620 H) dalam kitabnya yang berjudul Al-mughni, secara tidak langsung mengatakan bahwa khamar itu benda najis. Dimana beliau berkata :

فصل كان في الإناء خمر أو شبهه من النجاسات التي يتشرّبها الإناء

 “Pasal, jika didalam bejana terdapat khamar atau benda najis sejenisnya yang meresap ke bejana tersebut”.[7]

Al-Mardawi (w. 885 H) dalam kitabnya Al-Inshof fi ma’rifati Ar-Rojih min Al-Khilaf  juga berkata :

ولا يطهر شيء من النّجاسات بالاستحالة، ولا بنار أيضا إلّا الخمرة

“Benda najis tidak bisa disucikan dengan istihalah ataupun api kecuali khamar”.[8]

Para Ulama yang Berpendapat Tidak Najis

1.      Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dalam kitab Majmu’ Al-Fatwa memberikan kaidah sebagai berikut :

كلّ نجس محرّم الأكل وليس كلّ محرّمِ الأكل نجسا

“Setiap benda najis itu diharamkan untuk dimakan, namun tidak setiap benda yang haram dimakan itu najis”.[9]

2.      Dalam kitab Al-Majmu’, Imam An-Nawawi (w. 676 H) menyatakan pendapat Rabi’ah danDaud, dimana beliau berkata :

الخمر نجسة عندنا وعند مالك وأبي حنيفة وأحمد وسائر العلماء إلّا ما حكاه القاضي أبو الطّيّب وغيره عن ربيعة شيخ مالك وداود أنّهما قالا هي طاهرة

“Menurut madzhab kami khamar itu najis, begitu juga menurut Malik, Abu Hanifah, Ahmad dan seluruh ulama kecuali yang diceritakan Al-Qadhi Abu TThayyib dan yang lainnya, dari Rabi’ah dan Daud ad-Dzahiri, mereka berdua berpendapat bahwa khamar itu suci”.[10]

3.      As-Shon’ani (w. 1182 H) dalam kitab Subulussalam berkata :

قيل: والعلّة في تحرِيم بيع الثّلاثة الأول هي النّجاسة ولكنّ الأدلّة على نجاسة الخمر غير ناهضة

“Ada yang berkata bahwa alasan pengharaman jual beli tiga benda pertama (khamar, bangkai dan babi) adalah karena kenajisannya, namun dalil-dalil mengenai kenajisan khamar itu tidak kuat”.[11]

4.      Ibnu Ustaimin (w. 1421 H) juga dalam kitab Majmu’ fatawa wa rosa’il al-Ustaimin beliau berkata :

ومن المعلوم أن الميسر والأنصاب والأزلام ليست نجسة نجاسة حسية، فقرن هذه الأربعة: الخمر والميسر والأنصاب والأزلام في وصف واحد الأصل أن تتفق فيه، فإذا كانت الثلاثة نجاستها نجاسة معنوية، فكذلك الخمر نجاسته معنوية لأنه من عمل الشيطان.

“Telah diketahui bahwa berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib itu hukumya bukanlah najis secara hissy(sensory). Juga dalam ayat, Allah Ta’ala menyamakan 4 hal, yaitu : khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dalam satu sifat, tentu seharusnya hukum ke-empat hal tersebut pun sama. Oleh karena itu jika berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib itu hukumnya najis secara maknawi (abstract), maka begitupula khamar karena ia termasuk perbuatan syaithon”.[12]

Kesimpulan

Demikian uraian pendapat para ulama mengenai najis dan tidaknya khamar, dimana mayoritas ulama 4 madzhab berpendapat akan kenajisannya dengan berlandaskan pada Q.S Al-Maidah: 90 yang menyatakan bahwa khamar itu rijsun dan itu memiliki arti najis. Sedangkan para ulama lainnya berpendapat akan ketidak-najisannya dengan mengatakan bahwa najis yang dimaksud adalah najis secaramaknawi (abstract) yang hukumnya berbeda dengan najis secara hissy (sensory).

Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat memberikan wawasan baru bagi para pembaca, sehingga kita semua memiliki sikap bijak dan berlaku adil dalam bertindak. Juga tentunya Penulis berharap agar ibadah yang kita kerjakan bernilai sempurna, yang diantaranya dengan memperhatikan perkara ini.

Wallohu Ta’ala a’lam.

[1] Al-kasani, Bada’i asshona’I fi tartibi assyaro’I, jilid 1, hal. 66
[2] As-Sarokhsi, Al-Mabsuth, jilid 1, hal. 95
[3] Ar-ru’aini, Mawahib Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtashor Kholil, jilid 1, hal. 120
[4] Al-Qarafi, Adz-dzakhiroh, jilid 1, hal. 164
[5] An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhu Al-Muhadzab, jilid 2, hal. 563
[6] As-Syarbini,Mughni Almuhtaj ila ma’rifati ma’ani alfadz al-minhaj, jilid 1, hal. 225
[7] Ibnu Qudamah, Al-mughni, jilid 1, hal. 44
[8] Al-Mardawi, Al-Inshof fi ma’rifati Ar-Rojih min Al-Khilaf, jilid 1, hal, 318
[9] Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Al-Fatawa, jilid 21, hal 16
[10] An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhu Al-Muhadzab, jilid 2, hal. 56.
[11] As-Shon’ani, Subulussalam, jilid 2, hal. 4
[12] Ibnu Ustaimin, Majmu’ fatawa wa rosa’il al-Ustaimin, jilid 11, hal. 251

[caption caption="gambar: lensaindonesia.com"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun