Â
"Tapi dia sudah beristri kan ?" Kucoba membuka logiknya " ia bahkan sudah memiliki seorang putri, maukah kamu merusak kebahagainnya ?" lanjutku serasa mengusap kedua pipinya. Pipi yang dulu berlumur lumpur tanah saat  kami main masak-masakah.
Â
"Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin dia terus ada untuku"
"sampai kapan ? " sergahku cepat.
Â
"apa aku harus mengungkapkan perasaan ini ? tapi aku takut, banyak kudengar ketika cinta disampaikan kau akan dijauhi" Suaranya gemetar, ku akui ada ketakutan yang terselip disana," aku harus apa ?"
Â
Aku gelagapan mengimbangi pertanyaanya. Masalah perasaan apalagi dlam jiwa perempuan memang sangat rentan. Sebab logika lumpuh baginya. Akal sehat seperti tak lagi ada untuknya. Aku memeluk Maya erat. Membelai rambutnya yang dulu kemerahan karena sering ku ajak bermain bola dilapangan.
Â
Kau tahu ? jatuh Cinta Maya juga berimbas kepada hidupku. Aku yang sehari-hari bersamanya harus miris melihat sikapnya yang semakin aneh. Ia sering membeli barang untuk laki-laki itu dengan uangku. Alasan "sekalian" kerap dilemparkannhya sebagai alibi. Padalah Aku rasa ia hanya tempat ngobrol biasa untuk laki-laki itu. Dan kini akhirnya aku tahu alasan dibalik itu semua. Cinta ! begitu picisan, bukan ?