Marhaen ditemukan oleh Bung Karno di tengah sawah suatu hari yang panas, sambil menyeruput kopi panas bung Karno ngobrol ngalor-ngidul dengan Marhaen. Marhaen sebenarnya sedang mengantuk berat, tetapi karena yang mau bicara adalah presiden indonesiers mau tak mau dilayani juga. Akhirnya Marhaen setuju, namanya dipakai oleh presiden indonesiers untuk dijadikan bahan pidato.
Seperti Inlanders lainya, Marhaen juga santai-santai saja disaat namanya dijual oleh bung Karno. Dimana-mana orang pergerakan memakai istilah Marhaen untuk keperluan sehari-hari. Jika pesan sarapan, maka namanya sarapan ala Marhaen yaitu ubi rebus dan kopi. Jika makan malam ala Marhaen adalah nasi pecel dan tempe. Jika tidur ala Marhaenpun beralas tikar. Edan memang.
Namun suatu hari Marhaen hilang ditelah bumi, inlanders melihat sawah yang digarap Marhaen berubah menjadi irigasi dan kabarnya Marhaen kerja membajak di desa lain. Ketika kami telusuri, kabarnya ia sudah pindah juga. Begitulah Marhaen hidupnya sampai kini. Entah kapan ia akan memiliki sawah sendiri dan menjadi mandiri berkecukupan.
Marhaen sebenarnya orang saleh dan taat beragama. Ia tidak ngoyo-ngoyo kata orang Jawa. Bekerja adalah ibadah buatnya, kerja apa saja selama dia mengerti akan dikerjakannya.Â
Membajak sawah adalah kesenangannya, ia seperti tenggelam terhipnotis melupakan beban hidupnya yang berat ketika membajak. Ia melihat tanah yang becek oleh air seperti melihat dirinya sendiri, ia bilang kepada kami, dari situlah aku diciptakan oleh Sang Khalik.Â
Ia seperti bersaudara dengan tanah, diperlakukan tanah itu dengan sebaik mungkin, dicangkulpun dengan penuh perasaan supaya tidak terluka hati sang tanah kata Marhaen. Heran kami dibuatnya. Pupukpun disebar dengan penuh keseimbangan biar tidak pada iri katanya.Â
Memang sawah yang dibajak Marhaen berbeda dengan sawah lainnya, lebih subur dan banyak berasnya. Marhaen memang hebat, sayang sawahnya sudah disita negara. Masih banyak Marhaen-marhaen yang lain kami percaya itu, tetapi sampai kapan Marhaen akan menjadi indonesiers, kami inlanders tak tau. Â
Murni khuarizmi_Jakarta barat
06 Juni 2008
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H