2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media
Kesimpulan hasil mempelajari modul 2.3.
Mempelajari modul 2.3. tentang praktik coaching supervise akademik, memberikan wawasan pada kami bahwa sebagai pemimpin pembelajaran tidak menutup kemungkinan akan melakukan kegiatan supervise akademik yang dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid (Standar Proses SNP Pasala 12) dan juga untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah (Standar Tenaga Kependidikan SNP Pasal 20 ayat 2). Adapun untuk memenuhi kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset serta keberpihakan pada murid, seorang pemimpin pembelajaran maupun sekolah harus dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensinya dan juga orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai. Pendekatan yang dianggap tepat adalah yang diawali dengan paradigma berfikir yang memberdayakan, seperti yang diungkapkan oleh Whitmore (2003) salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah Coaching, yang merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach menfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dan coachee (Grant, 1999). International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.
Dalam konteks pendidikan, coaching sangat dibutuhkan. Ki Hadjar Dewantara menekankan tujuan pendidikan adalah menuntun tumbuhnya atau hidupnya kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh karena itu keterampilan coaching sangat diperlukan kita sebagai pendidik karena proses coaching merupakan komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, dimana murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan pendidik sebagai pamong dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Paradigma berfikir coaching dapat digunakan untuk membantu rekan sejawat dalam mengembangkan kompetensi dirinya dan menjadi otonom, yaitu dengan : 1) Focus pada coachee/rekan yang dikembangkan, 2) Bersikap terbuka dan ingin tahu, 3) Memiliki kesadaran diri yang kuat dan 4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan. Prinsip coaching dikembangkan dari kata kunci pada definisi coaching yaitu kemitraan, proseskreatif dan memaksimalkan potensi. Ada tiga kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat yaitu kehadiran penuh (presence) tujuannya adalah agar kita bisa selalu focus untuk bersikap terbuka, sabar dan ingin tahu tentang coachee, mendengarkan aktif (harus bisa menghindari adanya asumsi, melabel dan mengaitkan dengan pengalaman pribadi (asosiasi), mengajukan pertanyaan berbobot, salah satunya cirinya berasal dari hasil mendengarkan aktif misalnya mendengarkan dengan “RASA” yaitu Receive (menerima), Appreciate (apresiasi, Summarize (merangkum) dan ask (tanya).
Alur TIRTA menjadi acuan dalam alur percakapan coaching yang akan membantu coach melakukan percakapan dengan efektif dan bermakna. Tirta berarti air, jika diibaratkan murid adalah air maka dibiarkan merdeka mengalir lepas hingga hilir potensinya. Tirta merupakan alur percakapan yang terdiri atas kemampuan menanyakan tujuan umum, melakukan identifikasi berupa penggalian dan pemetaan situasi yang dibicarakan dan menghubungkan dengan fakta yang ada, melakukan rencana aksi yang merupakan pengembangan ide/alternative solusi untuk rencana yang akan dibuat dan tanggung jawab yaitu membuat komitmen atas hasil yang dicapai untuk langkah selanjutnya.
Supervise akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Merupakan kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetesi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid. Adapun prinsip prinsip supervisi akademik dengan paradigma berfikir coaching meliputi : kemitraan (proses kolaboratif antara supervisor dan guru), konstruktif (bertujuan mengembangkan komptensi individu), terencana, reflektif, objektif (data diambil berdasarkan kesepakatan), berkesinambungan dan komprehensif (mencakup tujuan dari proses supervise akademik)
Refleksi Pembelajaran Modul 2.3
Modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik memiliki kesesuaian dengan salah satu peran guru penggerak yaitu menjadi coach bagi guru lain. Dimana sebagai guru penggerak diharapkan untuk berdaya dalam menemani dan menuntun rekan sejawatnya untuk menelaah proses belajar mereka sendiri, dan memberdayakan dirinya melalui refleksi atas hasil pengalaman praktik-praktik profesionalnya sendiri. Mereka harus dapat mengambil pembelajaran, memunculkan pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk mengakses keterampilan metakognitifnya ketika melihat dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri terkait belajar, pencapaian tujuan, dan pemecahan masalah.
Dalam menjalankan peran sebagai coach, saya merasa tertantang karena harus bisa menggali pengalaman dalam mengatasi masalah misalnya saat mendengarkan saya harus bisa sabar dan saat membuat pertanyaan berbobot saya harus dapat membangkitkan pengetahuan coachee dengan tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee berpendapat. Tentunya agar yang menjadi tujuan dari coaching berhasil saya harus mampu mengendalikan diri agar emosi saya tetap terkontrol. Oleh karenanya keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 berupa lima kopetensi social emosional akan membantu sekali seperti kesadaran diri, manajemen diri maupun keterampilan berelasi untuk diterapkan ketika saya menjadi coach.
Keterkaitan peran saya sebagai coach di sekolah dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social dan emosional sangat erat. Keterampilan coaching dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran berdiferensiasi. Misalnya, coach dapat membantu guru untuk: memahami kebutuhan belajar siswa: coach dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu guru untuk memahami apa yang siswa ketahui, apa yang mereka butuhkan untuk belajar, dan bagaimana mereka belajar. Dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang berdiferensiasi, coach dapat membantu guru untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa, memantau dan mengevaluasi pembelajaran siswa, dan untuk memastikan bahwa mereka mencapai tujuan pembelajaran.
Selaras dengan sistem among yang dianut Ki Hajar Dewantara dimana guru berperan menuntun murid untuk mencapai kebahagiaan setinggi tingginya. Kaitannya dengan menuntun, salah satunya guru dapat mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran di kelasnya, dimana pembelajaran disesuaikan dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajarnya. Sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan individu peserta didik, dan hal ini sesuai dengan filosofi KHD dengan mengibaratkan guru adalah petani, dan peserta didik adalah tanaman padinya.
Agar saat melakukan coaching kita bisa hadir sepenuhnya (presence) maka perlu melatih diri untuk mindfulness, salah satunya dengan melakukan kegiatan STOP seperti yang telah dipelajari pada modul 2.2. Pembelajaran Sosial Emosional agar bisa menemukan focus sebelum dan selama melakukan percakapan coaching. Keterampilan coaching juga dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran sosial dan emosional. Misalnya, coach dapat membantu guru untuk: 1) Membangun hubungan yang positif dengan siswa: 2) untuk mengembangkan hubungan yang positif dengan siswa sehingga siswa merasa nyaman untuk belajar dan berkembang. Dalam membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional: Coach dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional, seperti keterampilan komunikasi, kerja sama, dan resolusi konflik. Dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung pembelajaran sosial dan emosional: Coach dapat membantu guru untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung pembelajaran sosial dan emosional, seperti lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung siswa untuk mengambil risiko.
Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran, penting dan sangat dibutuhkan karena dapat membantu pemimpin pembelajaran untuk: 1) Membangun tim yang kuat: Coach dapat membantu pemimpin pembelajaran untuk membangun tim yang kuat dengan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan anggota tim. 2) Mengembangkan komunitas belajar: Coach dapat membantu pemimpin pembelajaran untuk mengembangkan komunitas belajar yang mendukung pembelajaran dan pengembangan profesional guru. 3) Memimpin perubahan: Coach dapat membantu pemimpin pembelajaran untuk memimpin perubahan dengan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan anggota tim untuk mendukung perubahan.
Sehingga dapat disimpulkan hubungan keterkaitan antara pembelajaran pada modul 2.1. Pembelajaran diferensiasi, modul 2.2. Pembelajaran social dan emosional dengan modul 2.3.Coaching untuk supervisi akademik sangat erat dan berpengaruh sekali dalam mendukung pembelajaran dan pengembangan professional guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H