Mohon tunggu...
murdjani dada
murdjani dada Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Psikis Terduga Korupsi

22 September 2017   09:16 Diperbarui: 22 September 2017   09:26 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat dari banyaknya terduga koruptor yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mereka selalu mengalami sakit mendadak dengan dirawat di rumah sakit, tentu saja rumah sakitnya bukan kelas tiga atau dua, melainkan kelas VIP, maklum banyak duit.  Padahal sarana yang disediakan oleh KPK jika sakit, ya, ada standar tersendiri  tidak sampai VIP atau VVIP. Namun, karena sang tereduga koruptor banyak duit, saat memilih VIP itu harus bayar sendiri.

Saya bukan ahli psikiater, tapi ini berdasarkan pengalaman dari beberapa teman yang kena OTT atau yang ditetapkan tersangka oleh KPK masuk tahanan. Mereka ini awalnya  segar bugar, senyum selalu tersirat, punya akal sehat, bahkan mampu bercanda. Ini awalnya tetapi setelah setengah bulan berada di tahanan apakah titipan di  Mabes Polri, di tahanan KPK sendiri dan tempat lainnya, mulai terjadi perubahan wajah yang tidak lagi segar, mungkin ini karena stress berkelanjutan.

Bagaimana tidak stress, biasanya bebas bergerak, duit banyak, mau ke luar negeri hari ini juga bisa terpenuhi. Mau ke tempat istirahat yang indah, tenang, terpenuhi. Jika badan sakit, di spa, pijit sehat kembali. Pagi sarapan penuh dengan menu yang wah, kamar tidur besar. Nah, setelah di tahanan, kamar yang ditiduri saja ukuran beberapa meter, mau tidur melihat tembok sempit, bangun tidur, eh, tembok itu-itu juga.

Tidur di kamar sendirian, ini jika melihat fasilitas kamar tahanan di Gedung KPK. Ya, sepi dan kesepian.

Yang jelas para koruptor ini ketika ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan,  mereka mengeluhkan tentang bagaiman tekanan dari kehidupan sosial yang tidak lagi banyak teman menjenguk yang dulunya teman dekat sekarang mulai menjauh, bahkan tidak muncul batang hidungnya untuk bezuk.

Kemungkinan faktornya, teman ini takut wajahnya terekam di  CCTV saat mau jenguk ditahanan yang nantinya akan diusut dugaan terlibat atau juga dicatat namanya ketika mengisi daftar tamu saat mau bertemu yang lengkap dengan nomor hp tamu bersangkutan di pintu mau masuk tahanan.

Sebab sekarang ini sangat mudah mendeteksi seseorang itu melalui nomor hpnya.  Takut disadap, yaaaa. Bagi yang tidak melakukan tindak korupsi, disadap berapa kali juga, tidak takut.

Berdasarkan cerita, nih, seorang pejabat tinggi ketangkap bukan karena hp dia disadap, melainkan dari orang lain yang diincar orang ini mau kemana dan bertemu siapa saja.

Tanpa terduga, orang yang diincar ini datang ke seorang pejabat tinggi dan mengadakan negoisasi dengan memberikan uang dalam kotak.  Akhirnya si pejabat tinggi yang oleh publik diangap master clean, eh, kena OTT. Hebohlah jagat raya, berita di televisi berulang-ulang, online, media stream. Jika diadakan survei dengan dua pertanyaan benar atau tidak si pejabat ini korupsi pasti banyak yang menjawab tidak, tanda tidak percaya pejabat ini kotor terlibat korupsi.

Ternyata, perbuatan si pejabat ini dalam korupsi tidak dari hasil OTT itu saja. Dibaliknya ketika proses pengadilan Tindak Pidana Korupsi dikenal Tipikor, dia menerima gratifikasi jika dihitung sudah berkali-kali, yang akhirnya terbongkar bahwa hampir ratusan miliar sudah dia kumpulkan dari korupsi itu.

Nah, setelah  diproses dengan tidak lagi tidur di rumah melainkan di tahanan KPK, barulah terlihat apakah sang koruptor itu kuat mental atau tidak.

Tapi pada umumnya, mental sang koruptor yang di proses itu akan jatuh, karena beban psikis setiap hari muncul, seperti nama baik di publik hancur, istri malu dengan tetangga yang biasanya ikut arisan berpakaian serba wah, kini, kurang aktif. Biasanya pergi ke mall belanja percaya diri, kini mulai malu sendiri karena ketahuan dia istri sang koruptor yang nama suaminya meledak di media massa.

 Rumah yang biasanya banyak kedatangan tamu, mulai sepi.

 Anak yang masih di sekolah bercerita kepada ibu dan ayahnya saat besuk di tahanan, tentang  kena ejekan teman- teman-temannya dengan perkataan yang menyakitkan seperti  ayahnya korupsi sehingga tidak aneh pakaian dan sepatu serta tas dipakai harganya mahal. Lain lagi mobil pribadi merk mewah yang setiap hari mengantar dan menjemput disindir tidak heran jika itu hasil korup. Maluuuu sekaliiiii.

Jadi, beban mental yang ditanggung oleh koruptor sangat berat sekali, ibaratnya kepala ini ditusuk dengan jarum dan diketuk palu. Jika bunuh diri itu tidak dilarang oleh Tuhan, ya, masih ingat Tuhanlah walapun berbuat dosa di sengaja. Kan, Tuhan Maha Pengampun, jika saja boleh bunuh diri, ya, sudahlah alih dunia saja, tidak mampu menahan malu di luar penjara.

Dari semua beban itulah muncul depresi. Nah, menurut beberapa tulisan di buku, orang mengalami depresi ini lama kelamaan akan mengalami kedatangan penyakit yang sebelumnya belum dirasakan seperti, darah tinggi atau rendah, gangguan jantung, ginjal, lever dan lainnnya.

Yang jelas dari beberapa terduga koruptor yang mengalami sakit ini ada yang meninggal saat dalam tahap proses pemeriksaan  KPK terhadap dugaan korupsi. Kasihan juga, ya...

Jadi, soal mental sang koruptor, ada yang kuat dan melemah tapi kebanyakan melemah.

Saat menemui teman terduga korupsiketika dirawat di rumah sakit, karena dia sudah jadi tahanan  KPK, terlihat sekali mentalnya tertekan. Biasanya dia kuat, tegar, ketika di rumah sakit agak sulit berdiri, jika keluar kamar karena ingin menghirup udara, ya, harus pakai kursi roda. Penulis waktu itu hampir tidak percaya, jangan-jangan ini hanya action saja, tapi setelah seharian bersamanya, dia mengalami kelemahan syaraf di kaki sehingga sulit berdiri.

Hal yang kurang mengenakan saat di rawat di rumah sakit, pasien biasanya hanya di jaga oleh perawat sementara sang koruptor penjagaan ditambah oleh polisi di depan kamar rawatnya.

Mental yang menjatuhkan lagi, saat pemeriksaan di Gedung KPK, di sini sang koruptor ketika mau masuk ke g edung KPK harus memaka baju khas, memakai baju ini saja sangat memalukan karena ada tulisan Tahanan KPK. Ditambah jepretan blitz dari kamera fotograper, sorot lampu dari berbagai crew tv, sodoran mikropon selain dari tv, radio unruk minta jawaban dari sang terduga korupsi.

Ada dua gaya sang terduga korupsi saat diabadikan foto atau direkam kamera ketika berada di lobi gedung KPK, ada yang melambai tangan seakan-akan merasa tidak bersalah, juga ada diam tertunduk malu.

Pada umumya, sekarang ini,  banyak yang diam tertunduk ketika diabadikan, hal ini setelah mereka mengambil pengalaman dari para terduga korupsi sebelumnya yang ada saat  diabadikan melambaikan tangan seakan-akan dia artis sinetron. Oleh beberapa koleganya, jika tampil di publik ini ya buatlah wajah yang memelas biar ada kesan orang kasihan dan terlihat tidak terlibat dengan tuduhan kepadanya.

Celaka lagi, nah, kayak penulis seorang koruptor saja sedang di periksa KPK saat siapapun yang datang ke KPK, apakah sebagai saksi untuk diminta keterangannya dalam mengusut satu kasus, atau ditetapkan sebagai tersangka. Atau hasil dari OTT, mereka ini saat mau masuk ke gedung harus melalui satu pintu di lobi gedung, apakah untuk masuk atau keluar.  

Sementara, ketika melalui lobi ini terlebih dahulu harus mengisi buku daftar tamu di meja penerima tamu. Di sini saja wartawan bisa mengambil foto yang datang ke gedung ini, apalagi yang datang itu wajahnya familiar di publik. Karena wajah dan nama sudah dikenal, tentu saja jadi incaran para wartawan yang nongkrong meliput di gedung ini.

Jangankan namanya sudah ditetapkan sebagai tersangka terlibat dalam satu kasus korupsi, yang diundang sebagai saksi untuk diminta keterangan saja sudah menjadi incaran para fotograper, kameraman televisi juga reporter tulis untuk dijadikan berita.

Beda lagi jika nantinya sudah ditetapkan sebagai tersangka, ya, siap malu dengan tampil memakai baju khas tahanan KPK. Sudah mental terpuruk nama jelek, ditambah lagi foto yang sulit dihapus atau rekaman yang sulit dikubur, hasilnya abadi. Muncul di media stream, you tube foto di Google, sang koruptor memakai baju tahanan.

Sebenarnya semua itu peringatan bagi para pejabat tinggi lainnya, atau pegawai negeri sipil atau siapa sajalah, agar tidak melakukan korupsi. Karena jika ketangkap jadi tersangka, ya, malu tanggung sendiri.

Tetapi, peringatan dini agar tidak melakukan korupsi itu tidak digubris justru sebagian mereka sudah kena OTT ini  herpura-pura tidak tahu. Setelah ketangkap dan diproses di KPK baru, deh, seperti orang gimana gitu....

Ada yang mengusulkan semestinya KPK itu mencegah bukan menangkap. Lah, sudah banyak peringatan jangan koruptor, tetapi tidak diingat dan dibaca. Aneh saja, masa pejabat yang cerdas dan pandai tidak mengetahui dia korupsi. Sudah banyak pengalaman orang yang ditangkap dengan modus yang sama, jadi, jika ketangkap modusnya sama, itu bukan karena tidak tahu tapi gambling aja, jika tidak ketahuan untung besar dapat duit miliaran atau triliunan, jika ketahuan ketangkap, ya, nasib apeeeeeees sekali....  

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun