“Mas tidak bawa cermin lagi ya?”
“Bawa. Tapi aku malu. Banyak temanku di sini,” jawab Raka setengah berbisik.
“Harusnya Mas lebih malu kalau ada nasi di bibir.”
“Sssttt. Kamu kan bisa memberitahu. Tidak perlu marah-marah!”
“Berapa kali aku harus memberitahu, Mas? Aku sudah bosan. Masa Mas tidak bisa merasakan sendiri kalau ada nasi di bibir?”
Begitulah adanya. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi hanya gara-gara sebutir nasi.
Istri Raka sangat mewanti-wanti karena punya pengalaman memalukan akibat ulah suaminya. Saat itu mereka sedang berkumpul di rumah orang tua dari istri Raka. Kebetulan banyak anggota keluarga lainnya juga berkumpul di teras depan sekadar untuk bercakap-cakap setelah makan.
Raka kemudian datang dan duduk di antara mereka dengan bibir masih berhias sebutir nasi bekas makan tadi. Anggota keluarga yang hadir saat itu tertawa kecil dan geleng-geleng kepala melihat kelakukan Raka. Istri Raka benar-benar malu. Beberapa kali ia memberi kode kepada suaminya agar segera membuang nasi di bibirnya. Namun sayang, suaminya tak paham.
“Kalau Mas masih saja berbuat seperti itu, mulai malam ini kita tidak boleh lagi makan di luar rumah. Tidak perlu menghadiri acara pernikahan atau acara makan apapun. Daripada hanya bikin malu!” ancam istri Raka.
Malam itu Raka ingin mengajak istrinya menghadiri undangan makan-makan dari teman lamanya. Namun istrinya lagi-lagi harus marah karena kelakuan Raka yang masih saja menyisakan sebutir nasi di bibirnya.
“Jadi kamu benar-benar malu? Apa kamu malu punya suami sepertiku?” jawab Raka dengan suara meninggi.