Mohon tunggu...
Mohammad Munir
Mohammad Munir Mohon Tunggu... Administrasi - Goverment Employer

Berusaha berbuat baik setiap saat dan selagi sempat....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Birokrasi, Dalam Kepungan Era Informasi Post Truth dan Kepentingan Politik

10 April 2022   20:17 Diperbarui: 10 April 2022   20:20 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaitannya dengan politik, secara teori memang tidak mungkin birokrasi dapat sepenuhnya lepas dari kepentingan politik. Sebab pimpinan tertinggi mulai dari tingkat pusat sampai daerah adalah produk politik. Terdapat pemahaman umum bahwa karir seorang ASN dalam birokrasi sepenuhnya digantungkan pada pejabat publik hasil dari proses politik.

Pertentangan politik yang seharusnya menjadi bagian dari dialektika  demokrasi yang sehat menjadi kontra produktif ketika terlalu jauh mempengaruhi berjalannya roda birokrasi. Sejatinya jajaran birokrat dalam hal ini aparatur sipil negara (ASN) harus menjadi ujung tombak  pelaksana kebijakan pemerintah yang netral dan steril dari kepentingan politik. Namun sejak berpuluh tahun reformasi bergulir, netralitas ASN  tak kunjung mengejawantah dalam sikap yang profesional yang benar-benar lepas dari pengaruh politik.

Hari ini, kenerja ASN masih menjadi sorotan, diluar kontek permasalahan birokrasi yang terpapar hoax, birokrasi masih diselimuti persoalan klasik yakni rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Oleh karenanya, aspek netralitas perlu didiskusikan secara serius dan lebih hati-hati.

Landasan etis mengapa birokrasi wajib berlaku netral, karena birokrasi merupakan institusi publik yang dibangun dan dibiayai oleh uang rakyat untuk melayani semua lapisan masyarakat, oleh karena itu aparat birokrasi wajib terlepas dari ikatan partai politik maupun golongan tertentu (Setiyono, 2012:71).  Netralitas birokrasi diperlukan untuk memastikan kepentingan negara dan publik secara keseluruhan berorientasi pada pelayanan, sehingga siapapun kekuatan politik yang memerintah, birokrasi tetap memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakatnya (Firnas, 2016:170).

Argumentasi  ini menegaskan bahwa birokrasi harus dijauhkan dari kepentingan  politik praktis karena hal tersebut akan menciderai spirit publik. Meski para ahli menilai bahwa birokrasi adalah entitas yang mustahil netral dari ranah politik. Pandangan ini secara empirik bisa jadi benar, namun birokrasi secara inheren sejatinya harus memiliki pertahanan diri agar birokrasi tidak menggali kuburannya sendiri dengan membuka gerbang dan peluang pada keberpihakan. Upaya membangun pertahanan internal yang kuat  dalam tubuh birokrasi inilah yang perlu terus diaktualisasikan.

Secara administratif Indonesia sebenarnya telah memiliki Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang selama ini didaulat untuk menjalankan fungsi pengawasan. Pengawasan juga dilakukan oleh Kemenpan-RB, Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Dalam Negeri, Ombudsman Republik Indonesia, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kolaborasi lintas instansi dalam melaksanakan pengawasan ASN adalah keniscayaan agar dapat menjalankan fungsi dan kewenangan dengan lebih efektif.

Dalam menjalankan fungsinya, berbagai lembaga pemerintah tersebut  tidak akan  bisa bekerja sendiri. Diperlukan pengawasan partisipatif dari publik agar dapat mendorong birokrasi lebih bertanggungjawab secara sosial kepada masyarakat. Masing-masing pihak memiliki fungsi dan peran yang bisa disinergikan dalam menjaga netralitas birokrasi.

Membangun kesadaran kolektif  bahwa intervensi politik dan pelibatan ASN dalam arena politik praktis adalah sebuah pelanggaran yang nyata dan akan memperlemah birokrasi adalah hal yang sangat penting. Jika ingin birokrasi menjadi kuat dan profesional, awasi perilaku politik mulai dari pusat sampai tingkat lokal yang justru  sering luput dari perhatian. Hapus anggapan bahwa karir ASN semata tergantung dari pimpinan hasil/produk politik. Tanamkan pengertian sekaligus pratik bahwa karir ASN  sepenuhnya tergantung dari kualitas dan kompetensi dari pada sekedar  lobi-lobi dan kedekatan pribadi.

Jangan hanya fokus mencari kesalahan atas perilaku ASN tanpa memahami sebab dan menyelesaikan akar persoalan yang melingkupinya. Terakhir, negara harusnya juga konsisten memberikan contoh dalam bentuk perilaku, jangan sampai kedekatan  dan afiliasi politik menjadi syarat utama dengan mengalahkan  pertimbangan obyektif berupa kapasitas, kompetensi dan profesionalisme dalam kebijakan pengisian jabatan strategis di berbagai sektor.

Disclaimer : Artikel ini pernah dimuat di radar Jember Edisi Selasa 22 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun