Mohon tunggu...
muna warman
muna warman Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Terus Mengejar Mimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Makna Kehidupan

28 Desember 2022   22:58 Diperbarui: 28 Desember 2022   23:20 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berawal dari peristiwa pernikahan seorang gadis perawan yang bernama Ana dengan seorang laki-laki jejaka bernama Anto pada hari kamis tanggal 07 Juli 2002. 

Ana yang nama lengkapnya Sariana adalah keturunan anak seorang Purnawirawan TNI (ayahnya) dan ibunya yang hanya sebagai ibu rumah-tangga beralamat di sebuah desa yang masih berada di lokasi perkotaan, sementara suaminya beralamat yang jarak rumah mereka sekitar tiga kilometer. Sebelum menikah, ana sangat disayangi dan di manja oleh kedua orang tuanya. 

Bayangkan saja, ia tidak pernah disuruh oleh orangtua membantu pekerjaan di rumahnya. Ia membantu saat ia mau saja, sehingga pengalamannya bekerja sangat minim sekali. 

Memasak saja ia tak mampu, karena selalu di kerjakan oleh ibu dan saudara-saudaranya. Kenapa begitu? Rupanya saat ibunya mengandung, ayahnya berharap sekali akan lahir seorang anak laki-laki. Lagi pula ketika masih kecil, ia sering sakit sampai remaja. 

Sementara latar belakang pendidikan terakhirnya hanya lulusan SMA saja, serta keterampilan yang dimilikinya juga tidak lebih.  Dia adalah anak ke enam dari delapan bersaudara.

 Setelah Ana menikah, ia tinggal bersama suami dirumah mertuanya yang berada di pinggir pegunungan dan termasuk lokasi pedesaan. Tradisi dan keadaan masyarakat di Kampung itu tentu jauh berbeda jika dibandingkan dengan tempat tinggal ana sebelumnya yang berada di perkotaan. 

Mulai saat itulah ia bekerja keras menyesuaikan diri dengan keluarga dan masyarakat di kampung tersebut. Di keluarga mertua, ia adalah menantu kedua dirumah itu. Suaminya adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ayah dan ibu mertuanya adalah seorang guru di sekolah dasar sebagai guru agama islam.

Ana yang sangat mencintai suaminya, telah menjadi bagian dari keluarga disitu. Ia yang sebelumnya bangun pagi sesuka hati, kini harus menyesuaikan diri. Disini ia cepat bangun pagi, karena harus membantu ibu mertuanya melakukan aktivitas setiap hari. 

Bangun di waktu subuh ia lakukan untuk keluarga tersebut. Ibu mertua yang selain menyiapkan makanan pagi, ia juga membuat kue jajanan anak sekolah di tempatnya mengajar. Hal tersebut dilakukan mertua, karena anak-anaknya sedang butuh biaya sekolah. 

Ana adalah menantu yang gigih membantu mertuanya. Hal tersebut ia lakukan karena hanya ia sendiri menantu yang ada disitu, sementara anak dan menantu tertua tidak bersama mertua lagi yang sudah mandiri. Setiap pagi ia melakukan aktivitas di keluarga itu, seperti mengambil air minum yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari rumah, memasak, menyiapkan makanan anggota keluarga, mencuci piring atau pakaian, menyapu rumah, membantu membuat kue untuk jualan ibu mertua dan lainnya. 

Ayah dan ibu mertua sangat sayang kepadanya, karena ia rajin sekali dirumah itu. Kegiatan tersebut beberapa bulan dialami ana dirumah itu. Ia juga bergaul dengan tetangga dan keluarga yang dekat dengan rumah mertua. Ia juga terkenal ramah terhadap tetangga dan keluarga sekitar, yang sesekali juga membantu mereka jika diperlukan.

Suami ana saat itu bekerja sebagai tenaga honorer di salah satu kantor pemerintah sebagai Tenaga Pesuruh yang jaraknya lebih-kurang empat kilometer dari rumah, yang penghasilannya sangat minim sekali. Saat itu juga suaminya sedang kuliah semester tujuh di salah satu perguruan tinggi swasta, yang jadwal masuknya setiap hari saat siang. 

Setelah mereka menikah suaminya harus pandai-pandai membagi waktu, yang kadang-kadang bekerja sebagai tenaga upah harian dan pergi kuliah  disaat pulang kerja dari kantornya. Saat itu mereka belum mempunyai kendaraan, sehingga harus naik becak pergi kemana pun termasuk pergi ke kantor dan tempat perkuliahan nya. 

Tiga bulan kemudian tiba-tiba ana jatuh sakit, tanpa pikir panjang suami dan mertua membawanya kerumah sakit dan dirawat selama tiga hari lamanya. Sakit yang dialami rupanya sakit yang baik, yaitu ia telah hamil satu bulan. 

Mendengar kabar dari dokter, suami dan kedua mertuanya sangat bahagia. Sudah lumayan pulih, dokter membolehkan ana pulang dan beristirahat dirumah. Tapi sebelum berangkat pulang, dokter memanggil sang suami ke ruangan nya. " Pak, bisa ke ruangan saya dulu sebentar" , dokter memanggil suami. 

Lalu sang suami mengikuti dokter masuk ke ruangan nya, dan  mempersilahkan duduk. Rupanya ada sesuatu yang penting hendak disampaikan dokter kepada suaminya. " Bapak, istri bapak mengalami sakit maag yang sudah lama dan sudah parah" , ungkap dokter menjelaskan kepada suami ana. Mendengar penjelasan dokter suaminya terkejut dan tertunduk diam. Lalu dokter memesankan kepada suaminya agar menjaga kesehatan istri dan anaknya yang masih berumur satu bulan dalam kandungan. 

Setelah itu suaminya keluar dari ruangan dokter sembari berkata dalam hati " saya diberikan kebahagian, tapi diberikan juga ujian oleh Allah swt" . Mereka pulang sambil berpamitan kepada dokter dan perawat rumah sakit tersebut. Karena sakit dan mengandung, ibu mertua tidak memaksa ana membantu bekerja dirumah. Ia lebih sering beristirahat sesuai amanah dari dokter. Walaupun begitu, sesekali ia masih juga membantu ibu mertuanya dirumah, disaat keadaannya lumayan pulih.

Lima bulan tinggal dirumah mertua, ana dan suami mufakat/musyawarah tentang masa depan mereka. Mereka ingin sekali pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat bekerjanya suami. 

Gaji honor yang diterima suami, hanya sekedar untuk ongkos becak pergi ke kantor dan ke tempat kuliah nya. Berdasarkan itulah mereka hendak mencari rumah kontrakan yang lokasinya dekat dari kantor suami. 

Lagi pula ia ingin sekali berjualan dan lebih mandiri lagi, agar bisa lebih bertanggung-jawab dalam membina rumah tangga. Kesepakatan ana dan suami sudah bulat untuk pindah rumah, dan mereka berdua meminta pendapat serta izin kepada ayah dan ibu mereka. Walaupun ayah dan ibu mereka kelihatannya kecewa ditinggal pergi anak dan menantunya, namun mereka tetap mengijinkan anak dan menantunya untuk pindah rumah yang lebih dekat dengan kantor anaknya. 

Lalu ia dan suami serta dibantu ibu mertuanya  mencari informasi tentang rumah yang akan mereka sewa/kontrak. Kantor suami ana tak jauh dari tempat mengajar ibu mertuanya sebagai guru yang lokasinya berjarak lebih kurang lima puluh meter saja. 

Mereka bertiga mencari tahu kepada masyarakat setempat tentang rumah kontrakan yang ada di lokasi itu. Informasi tentang mereka mencari rumah kontrakan menyebar, dan sampai ke adik ibu mertuanya yang rumahnya berjarak dua ratus meter dari kantor suami. Adik ibu mertua yang mempunyai rumah kontrakan di lokasi tersebut lalu menjumpai mertua ana. Ia menawarkan rumahnya yang lagi kosong untuk ditempati oleh ana dan suaminya, tanpa harus membayar sewanya. Ini adalah bentuk kasihani adik mertua kepada ana dan suaminya. 

Kemudian ditambah lagi, adik mertua akan memasang listrik dan air kerumah tersebut. Hanya dua minggu berselang rumah tersebut telah dipasang listrik dan air oleh adik mertuanya. Sungguh mulia hati adik mertua (angah) kepada ana dan suaminya. Tentu ini adalah sebuah rizki dari yang maha kuasa yang harus disyukuri. 

Lalu keesokan harinya ana dan suami melihat keadaan rumah tersebut, sekalian membersihkan rumah dan pekarangan. Tiga hari kemudian mereka pindah kerumah tersebut, namun saat ia pindah listrik dan air bersih belum masuk ke situ. Ke pindahan mereka mendapat perhatian dari keluarga, baik dari pihak keluarga ana maupun dari keluarga suaminya. Banyak fasilitas yang diberikan oleh ibu kandungnya maupun ibu mertuanya, khususnya peralatan kebutuhan rumah tangga. Mulai hari itu mereka harus hidup mandiri dan berjuang untuk keluarganya sendiri.

Di tempat tinggal yang baru, mereka harus mampu menyesuaikan diri dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya. Ana ingin sekali membantu sang suami mencari pekerjaan atau kegiatan untuk membantu mencari uang dalam memenuhi kebutuhan mereka, khususnya kebutuhan sehari-hari dan uang kuliah suami. Ana mulai bergaul dengan tetangga dan masyarakat sekitar untuk mencari informasi tentang rencananya. Beberapa hari kemudian rencana ana untuk membantu suami mencari uang akhirnya tercapai. Ibu mertua yang hampir setiap hari singgah ke tempat tinggalnya setelah pulang dari tempat mengajar, menawarkan kepada ana untuk berjualan di lokasi sekolahnya. Dengan senang hati ana menerima tawaran dari mertuanya yang sudah dianggapnya sebagai ibu kandungnya. Sore itu juga ana dan suami melihat dan sekaligus membenahi tempat jualan jajanan anak-anak yang bersekolah disitu. Tempat jualan yang sederhana sore itu juga telah selesai dibuat dan telah siap pakai. Keesokan harinya ana mulai belanja ke pasar untuk keperluan jualannya. Adapun jenis jualan yang direncanakan adalah kue instan yang telah jadi serta makanan ringan olahan sendiri, seperti nasi goreng, mie goreng, goreng pisang, bakwan dan dan lain-lainnya. 

Malam itu ana mempersiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan dimasak besok pagi. Keesokan harinya mereka bangun cepat-cepat untuk mulai memasak jualan mereka. 

Dengan semangat ana memasak satu demi satu jualannya, dengan melupakan kalau ia sedang sakit dan mengandung anak pertamanya. Setelah semua selesai, lalu ia yang ditemani suami cepat-cepat pergi menuju tempat jualan mereka. Hari itu ana sangat senang sekali, karena jualannya dibeli dan di kerumuni oleh anak-anak murid di sekolah itu. Aktivitas sehari-hari suami ana juga bertambah, ia pergi ke kantornya setelah ia membantu menyiapkan dan membawakan jualan mereka. 

Mulai hari itu ana telah mempunyai usaha sendiri, walaupun kecil-kecilan. Setiap hari ia menyampaikan hasil jualannya kepada suami tercinta. Saat itu penghasilannya rata-rata perhari sekitar rp. 30.000,-50.000,- yang alhamdulillah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Dan sedikit demi sedikit ana juga sudah bisa menabung untuk keluarganya.

Pengalaman ana dalam berjualan banyak sekali suka-duka nya. Ada juga orang berjualan di sekolah itu merasa tidak suka atas keberadaan ana disitu. Ia menganggap bahwa ana adalah saingan dalam mencari nafkah. Cerita itu diketahui dari tetangganya yang mendengar cerita orang tersebut. Awalnya ana tidak mempercayai dan tidak peduli dengan cerita tetangganya. Namun lama-kelamaan ia baru percaya, kalau ada orang yang iri dan tidak suka kepadanya. Hal tersebut diketahui ana dan suami ketika datang pagi-pagi mengantar jualan. Tiba-tiba mereka melihat tempat jualannya telah rusak berat, bahkan meja dan bangku tempatnya berjualan tak tampak lagi disitu. Saat itu ia yang ditemani suami menangis merasakan kesedihan berat. Namun suami memberikan motivasi kepada ana, agar ia dapat bersabar dan tetap semangat berjualan.  Mulai saat itu mereka mempercayai cerita tetangganya, bahwa ada orang yang tidak suka atas keberadaannya berjualan ditempat itu. Dengan perasaan yang sedih, ia tetap berjualan ditempat itu. Malamnya ia menyampaikan kepada suaminya, kalau ada orang yang tidak suka atas keberadaannya disitu. Namun suami tetap memberi 

semangat kepada kepadanya sembari mengatakan bahwa perjuangan hidup tidaklah mudah, perlu kesabaran dan kerja keras. Peristiwa yang dialaminya tersebut, bukanlah satu-satunya kejadian. Tempat ia berjualan makin lama makin sering diganggu. Rusaknya tempat jualannya semakin lama semakin sering terjadi. Yang paling keji lagi meja dan bangku tempatnya berjualan sering di ganggu bahkan kotoran manusia sering juga diletakkan disitu. "Dunia memang kejam" , inilah perkataan yang sempat dilontarkan oleh ana. Tujuan orang berbuat sedemikian, tentu agar ana berhenti berjualan. Namun ia tidak menyerah mendapat perlakuan yang sedemikian buruk. Ana tetap berjualan, demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Lebih kurang sebulan berjualan, tiba-tiba ana mengalami sakit. Dadanya secara mendadak terasa sakit dan sesak. Itu terjadi saat ia sedang mempersiapkan bahan-bahan jualannya ketika malam hari, lalu suami membawa ana pergi ke klinik dokter untuk diperiksa. Setelah sesampainya di klinik, ia langsung diperiksa serta diberi oksigen untuk membantu bagian pernapasan. " Istri bapak ini terkena Asma" , kata dokter kepada suaminya. Dokter juga menyampaikan bahwa penyakit ini sudah lama. " dan lumayan parah" , sambung dokter menjelaskan. Setelah ia meminum obat, tak lama kemudian Asma nya pulih dan normal kembali. Sekitar dua jam di klinik, dokter mempersilakan mereka pulang. Sebelum pulang, dokter berpesan kepada suaminya, " istri bapak memiliki sakit maag, dan sakit itulah yang membuat ia terkena Asma" . Dokter juga berpesan, jangan terlalu dibebani dengan pekerjaan dan pikiran, karena ia perlu banyak-banyak istirahat. Saat di jalan hendak pulang kerumah, ia mengatakan kepada suaminya, " maaf ya bang! Telah menyusahkan" . Suaminya hanya bisa menganggukkan wajahnya sebagai bentuk kesedihan melihat sang istri yang sakit.  Karena sakit, ia terpaksa berhenti berjualan dan harus istirahat berbaring dirumah. Tapi seminggu kemudian ia berjualan lagi, walaupun belum sembuh betul. Suaminya sudah melarangnya untuk tidak jualan dulu, karena keadaan sakit yang dialaminya betul pulih. Namun ia tetap pergi ke pasar berbelanja untuk bahan-bahan jualannya. Setelah kejadian itu, kadang seminggu berjualan dan terkadang beristirahat beberapa minggu. Keadaannya juga begitu, kadang sehat dan terkadang sakit. Begitulah keadaannya, sampai ia melahirkan anak pertamanya. Saat itu uang tabungan mereka sudah habis, bahkan mereka malah telah memiliki hutang kepada orang lain untuk keperluan berobat ketika sakit.

Disaat umur kandungannya sembilan bulan, suami berfikir kalau istrinya tidak lama lagi akan melahirkan. Rasa galau dan panik pun meliputi pikiran sang suami. Beberapa hari 

kemudian, tepatnya hari minggu pagi ana memanggil suaminya. Ia mengatakan kepada suaminya kalau perutnya makin lama makin sakit saja.  Dengan tidak panjang cerita, suami membawa ana kesalah satu klinik bidan yang berada dikota yang berjarak dua kilometer dari rumahnya. Suaminya tidak sadar kalau uang dikantongnya saat itu hanya Rp. 10.000,- saja, yang hanya cukup ongkos becak untuk pulang pergi. Sesampainya di klinik persalinan, ana langsung diperiksa oleh bidan tersebut. Namun bidan mengatakan kalau ana akan melahirkan nanti malam, dan menganjurkan kalau nanti malam saja dibawa kemari. Lalu suaminya membawa ana pulang kerumah sambil merintih kesakitan. Sambil menunggu malam tiba, suaminya mencari uang pinjaman kepada keluarga untuk kebutuhan persalinan. Berjumpa dengan sepupu mertuanya, dengan tidak panjang cerita langsung saja memberikan uang kepada suami ana untuk biaya persalinan. Malam itu suaminya pergi kerumah bidan tadi, namun lagi-lagi ia mengatakan bahwa waktu melahirkan masih lama. Dan mereka terpaksa pulang kerumah lagi. Saat itu ibu mertua dan beberapa keluarga sedang berada diluar kota menghadiri pesta perkawinan sanak saudara, yaitu dikota medan.  Saat tengah malam tiba, ana lagi-lagi meriang kesakitan. Rupanya saat itu ketubannya sudah pecah sebagai tanda bahwa waktunya lahir sudah tiba. Suami tidak lagi membawa ana ke bidan yang tadi, namun ia memanggil Bidan desa yang tak jauh dari rumahnya. Bidan desa tersebut menemaninya sampai melahirkan. Ana melahirkan anak pertamanya tepat pukul: 09:00 pagi, setelah perjuangan yang melelahkan serta menyakitkan. Ana dan suami sangat senang sekali telah memiliki anak, sebagai tanda bahwa mereka telah menjadi orang tua. Begitulah sepotong kisah tentang perjuangan seorang istri yang setia terhadap suami dan keluarganya. Kisah ana ini, hanya sebagian dari lika-likunya menjadi seorang istri dan ibu yang kuat dan hebat. Masih banyak kisah perjalanan hidupnya yang mengesankan dan penuh keteladanan.

Saat kisah ini dituliskan ana telah memiliki tiga anak perempuan. Anak pertama berusia 21 tahun,  yang sudah kuliah semester tujuh. Anak kedua telah berumur 19 belas tahun serta kuliah semester pertama. Dan anak ketiganya berumur 11 tahun, yang masih duduk dikelas enam SD.  Selain tiga anak dilahirkan, ia juga diamanahi untuk dirawat dan dibesarkannya dua anak perempuan berstatus yatim piatu. Lima anak yang semuanya perempuan, kini tinggal bersamanya dirumah.

Sementara berkat perjuangan ana, kini suaminya sekarang sudah menjadi pegawai negeri sipil. Kini ana dan keluarga telah memiliki rumah dan usaha sendiri.

Demikianlah kisah ini saya tuliskan, mudahan dapat bermakna bagi pembaca. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun