Suami ana saat itu bekerja sebagai tenaga honorer di salah satu kantor pemerintah sebagai Tenaga Pesuruh yang jaraknya lebih-kurang empat kilometer dari rumah, yang penghasilannya sangat minim sekali. Saat itu juga suaminya sedang kuliah semester tujuh di salah satu perguruan tinggi swasta, yang jadwal masuknya setiap hari saat siang.Â
Setelah mereka menikah suaminya harus pandai-pandai membagi waktu, yang kadang-kadang bekerja sebagai tenaga upah harian dan pergi kuliah  disaat pulang kerja dari kantornya. Saat itu mereka belum mempunyai kendaraan, sehingga harus naik becak pergi kemana pun termasuk pergi ke kantor dan tempat perkuliahan nya.Â
Tiga bulan kemudian tiba-tiba ana jatuh sakit, tanpa pikir panjang suami dan mertua membawanya kerumah sakit dan dirawat selama tiga hari lamanya. Sakit yang dialami rupanya sakit yang baik, yaitu ia telah hamil satu bulan.Â
Mendengar kabar dari dokter, suami dan kedua mertuanya sangat bahagia. Sudah lumayan pulih, dokter membolehkan ana pulang dan beristirahat dirumah. Tapi sebelum berangkat pulang, dokter memanggil sang suami ke ruangan nya. " Pak, bisa ke ruangan saya dulu sebentar" , dokter memanggil suami.Â
Lalu sang suami mengikuti dokter masuk ke ruangan nya, dan  mempersilahkan duduk. Rupanya ada sesuatu yang penting hendak disampaikan dokter kepada suaminya. " Bapak, istri bapak mengalami sakit maag yang sudah lama dan sudah parah" , ungkap dokter menjelaskan kepada suami ana. Mendengar penjelasan dokter suaminya terkejut dan tertunduk diam. Lalu dokter memesankan kepada suaminya agar menjaga kesehatan istri dan anaknya yang masih berumur satu bulan dalam kandungan.Â
Setelah itu suaminya keluar dari ruangan dokter sembari berkata dalam hati " saya diberikan kebahagian, tapi diberikan juga ujian oleh Allah swt" . Mereka pulang sambil berpamitan kepada dokter dan perawat rumah sakit tersebut. Karena sakit dan mengandung, ibu mertua tidak memaksa ana membantu bekerja dirumah. Ia lebih sering beristirahat sesuai amanah dari dokter. Walaupun begitu, sesekali ia masih juga membantu ibu mertuanya dirumah, disaat keadaannya lumayan pulih.
Lima bulan tinggal dirumah mertua, ana dan suami mufakat/musyawarah tentang masa depan mereka. Mereka ingin sekali pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat bekerjanya suami.Â
Gaji honor yang diterima suami, hanya sekedar untuk ongkos becak pergi ke kantor dan ke tempat kuliah nya. Berdasarkan itulah mereka hendak mencari rumah kontrakan yang lokasinya dekat dari kantor suami.Â
Lagi pula ia ingin sekali berjualan dan lebih mandiri lagi, agar bisa lebih bertanggung-jawab dalam membina rumah tangga. Kesepakatan ana dan suami sudah bulat untuk pindah rumah, dan mereka berdua meminta pendapat serta izin kepada ayah dan ibu mereka. Walaupun ayah dan ibu mereka kelihatannya kecewa ditinggal pergi anak dan menantunya, namun mereka tetap mengijinkan anak dan menantunya untuk pindah rumah yang lebih dekat dengan kantor anaknya.Â
Lalu ia dan suami serta dibantu ibu mertuanya  mencari informasi tentang rumah yang akan mereka sewa/kontrak. Kantor suami ana tak jauh dari tempat mengajar ibu mertuanya sebagai guru yang lokasinya berjarak lebih kurang lima puluh meter saja.Â
Mereka bertiga mencari tahu kepada masyarakat setempat tentang rumah kontrakan yang ada di lokasi itu. Informasi tentang mereka mencari rumah kontrakan menyebar, dan sampai ke adik ibu mertuanya yang rumahnya berjarak dua ratus meter dari kantor suami. Adik ibu mertua yang mempunyai rumah kontrakan di lokasi tersebut lalu menjumpai mertua ana. Ia menawarkan rumahnya yang lagi kosong untuk ditempati oleh ana dan suaminya, tanpa harus membayar sewanya. Ini adalah bentuk kasihani adik mertua kepada ana dan suaminya.Â