Indonesia, dengan lokasinya yang strategis di antara dua samudra (Samudra Hindia dan Samudra Pasifik) serta berada di jalur perdagangan internasional yang vital, memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara. TNI dipandang sebagai kekuatan militer yang penting dalam menjaga stabilitas di kawasan ini, terutama mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar dan ekonomi terbesar di ASEAN. Demikian pula, peran Indonesia di ASEAN dan Indo-Pasifik, banyak pihak  mengapresiasi peran TNI dalam menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan Indo-Pasifik. TNI dinilai berperan penting dalam kerja sama keamanan kawasan, baik melalui latihan militer bersama, partisipasi dalam misi perdamaian PBB, maupun kontribusi dalam penanganan isu-isu keamanan non-tradisional seperti terorisme dan keamanan maritim.
Meskipun, kerap diangkapkan adanya kekuatan dan keterbatasan kapabilitas militer, terkhusus dalam modernisasi Alutsista. Indonesia memiliki angkatan bersenjata yang besar, modernisasi alutsista TNI masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. TNI masih (sangat) membutuhkan peningkatan dalam hal teknologi militer, termasuk pembaruan armada pesawat tempur, kapal perang, dan peralatan tempur darat. Kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan anggaran pertahanan.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, TNI perlu diperkuat  dalam pengembangan kapabilitas maritim dan udara TNI dalam menjaga kedaulatan wilayah laut yang luas dan mencegah ancaman eksternal, TNI AL dan TNI AU harus diperkuat. TNI AU juga perlu mengembangkan kemampuan pertahanan udara yang lebih baik untuk menghadapi ancaman modern seperti drone dan serangan siber. Misalnya, bagaimana Indonesia dapat terus  menjaga keamanan di Selat Malaka, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. TNI AL dipandang memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa jalur ini tetap aman dari ancaman perompakan, terorisme, dan gangguan keamanan lainnya.
Yang kerap menghangat adanya ancaman Keamanan Laut China Selatan, Â Indonesia memiliki peran penting sebagai negara yang menganut kebijakan luar negeri bebas aktif, tetapi tetap harus menghadapi dinamika antara negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat. TNI AL dipandang sebagai komponen penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), terutama di sekitar perairan Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Tak ketinggalan, terkait dengan isu Hak Asasi Manusia dan penegakkan hukum. Organisasi HAM internasional, seperti Human Rights Watch dan Amnesty International, sering mengkritik keterlibatan TNI dalam operasi militer di daerah-daerah konflik seperti Papua. TNI dianggap masih menghadapi tantangan dalam hal transparansi dan akuntabilitas terkait dugaan pelanggaran HAM, terutama dalam operasi militer yang melibatkan masyarakat sipil. Kritik ini sering menjadi perhatian dalam hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat yang menekankan pentingnya perlindungan HAM dalam kerja sama pertahanan.
Â
Prabowo Efek
Saya menyebutnya dengan fenomena Prabowo Efek sebagai Menteri Pertahanan yang telah melahirkan sejumlah terobosan dam kemajuan signifikan di bidang pertahanan telah dilakukan.
Pertama, upaya nyata modernisasi Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) dengan memperkuat kekuatan udara dengan rencana pembelian pesawat tempur generasi terbaru, seperti **Dassault Rafale** dari Prancis dan **F-15EX** dari Amerika Serikat; memperkuat angkatan laut dengan rencana menambah kapal selam dan kapal perang. Kapal selam Nagapasa-class, yang merupakan bagian dari program kerjasama dengan Korea Selatan, sudah mulai memperkuat armada laut Indonesia.TNI Angkatan Darat juga mendapatkan peningkatan alutsista dengan pembelian tank Leopard dan kendaraan lapis baja lainnya dari Jerman serta pengembangan kendaraan lapis baja lokal, seperti  Pindad Anoa dan Harimau. Tak ketinggalan, fokus pada peningkatan sistem pertahanan udara dengan memperkuat radar dan sistem rudal anti-udara untuk melindungi wilayah udara nasional dari potensi ancaman.
Kedua, kerjasama pertahanan internasional dilakukan berbagai terobasan.Penandatanganan perjanjian pembelian pesawat tempur Rafale merupakan bagian dari kerjasama pertahanan yang lebih luas antara Indonesia dan Prancis, termasuk program transfer teknologi dan dukungan untuk industri pertahanan dalam negeri. Dengan Amerika Serikat, selain pembelian F-15EX, berlangsung dialog bilateral yang menekankan pentingnya stabilitas kawasan Indo-Pasifik. Kerjasama ini juga mencakup pelatihan militer dan pengembangan kemampuan strategis lainnya. Juga Bersama Turki, dalam pengembangan drone tempur dan pengadaan sistem rudal, yaitu drone Anka  dan sistem rudal Roketsan. Demikian pula, dengan Korea Selatan, proyek  Jet Tempur KF-21 Boramae terjalin antara Indonesia dan Korea Selatan. Indonesia berpartisipasi dalam pengembangan pesawat tempur generasi 4.5 ini dengan harapan memperkuat kemampuan tempur udara domestik sekaligus meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional.
Ketiga, penguatan Industri Pertahanan Dalam Negeri, Menhan Prabowo mendorong pengembangan produksi senjata, kendaraan tempur, dan amunisi oleh PT Pindad. Beberapa produk unggulan seperti panser Anoa, tank Harimau, dan senjata SS-2 telah berhasil diproduksi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan diekspor ke beberapa negara. PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia digenjot dalam industri maritim dan kedirgantaraan untuk membangun kapal perang dan kapal selam secara lokal, sementara PT Dirgantara Indonesia terus mengembangkan pesawat angkut CN-235 dan N-219, serta berkontribusi dalam proyek jet tempur KF-21. Langkah transfer teknologi untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan Indonesia. Ini terlihat dalam kerjasama dengan Prancis, Korea Selatan, dan Turki, di mana Indonesia mendapatkan alih teknologi untuk memperkuat kemampuan lokal.