Kedua, perang dan konflik global, seperti invasi Rusia ke Ukraina turut menciptakan ketegangan global yang juga berdampak pada ekonomi global, energi, dan pasokan pangan. Sengketa teritorial antara Tiongkok dan beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filipina dan Vietnam, terus meningkatkan ketegangan militer di Kawasan tersebut. Termasuk, konflik di Timur Tengah seperti Suriah, Yaman, dan Palestina-Israel tetap menjadi sumber ketidakstabilan yang melibatkan banyak kekuatan global dan regional.
Ketiga, kejahatan transnasional, ekstremisme, radikalisme dan terorisme, berkembang luasnya kasus peretasan dan serangan terhadap infrastruktur penting seperti sistem keuangan, jaringan listrik, dan data pemerintah menjadi semakin canggih. Aktor negara dan non-negara, termasuk hacker kerap melakukan serangan ini untuk tujuan spionase, sabotase, atau pencurian data. Di sisi lain, membanjirnya penggunaan teknologi siber untuk menyebarkan disinformasi, memanipulasi opini public, fitnah, berita palsu yang  juga menjadi tantangan, terutama di musim proses politik, pemilu, dan stabilitas sosial. Keempat, isu senjata nuklir, dimana terjadi proliferasi. Program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara masih dianggap sebagai ancaman global seiring upaya diplomatik untuk denuklirisasi, belum menunjukkan hasilnya. Sementara, program nuklir Iran juga terus menimbulkan ketegangan di kawasan Timur Tengah, terutama dengan negara-negara seperti Israel dan Amerika Serikat.
Kelima, bencana iklim, dimana perubahan iklim meningkatkan frekuensi bencana alam seperti badai, banjir, dan kebakaran hutan yang tentu saja memengaruhi stabilitas ekonomi dan sosial di berbagai negara, yang pada gilirannya bisa memicu konflik, membanjirnya pengungsi dan migrasi besar-besaran. Juga, menyebabkan perebutan sumber daya seperti air dan lahan subur, yang dapat memicu konflik antar-negara atau antar-komunitas, terutama di kawasan yang rentan seperti Afrika dan Asia Selatan. Keenam, instabilitas sosial dan ekonomi, saat terjadi Pandemi COVID-19 telah memicu resesi di banyak negara, dan ditambah dengan ketegangan geopolitik, inflasi, serta ketidakpastian ekonomi yang terus meningkat. Ini memperburuk ketidakstabilan sosial dan politik di banyak negara. Dampaknya, ketimpangan ekonomi semakin lebar, terutama antara negara-negara kaya dan miskin, serta di dalam negara itu sendiri, menjadi sumber potensi kerusuhan sosial dan konflik.
Ketujuh, diplomasi global dan disfungsi lembaga internasional, terkhusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, NATO dan lembaga multilateral lainnya dalam menjaga perdamaian dan keamanan global kerap dipertanyakan peran dan efektivitasnya. Diperlukan Reformasi tata Kelola system global untuk lebih mampu menangani tantangan modern seperti perubahan iklim, keamanan siber, dan krisis kesehatan. Dari berbagai isu dan masalah tersebut secara keseluruhan menunjukkan bahwa keamanan global saat  bersifat multidimensional, melibatkan berbagai faktor seperti geopolitik, teknologi, perubahan iklim, dan sosial ekonomi, yang memerlukan kerjasama lintas negara serta pendekatan yang terkoordinasi untuk menciptakan stabilitas global yang tuntas dan berkelanjutan.
Hujan Kritik dan Tumpuan Harapan
Indonesia sebagai kekuatan regional teramat penting, sekaligus menjadi tantangan yang dihadapi oleh TNI. Peran TNI dalam pertanahan di Indonesia kerap mendapat sorotan dan bahkan kritik sekaligus tumpuan haparan besar akan peran TNI yang lebih optimal dan profesional. Meskipun masih berkembang kritik terkait HAM dan penegakkan hukum yang dialamatkan kepada institusi TNI, dalam perjalanannya TNI telah melakukan reformasi signifikan pasca reformasi 1998, terutama dalam mengurangi peran politik militer dan meningkatkan profesionalisme. Namun, reformasi ini belum sepenuhnya tuntas, terutama terkait dengan isu-isu impunitas dan pengawasan sipil atas militer.
Netralitas peran politik TNI sejak reformasi 1998 sebagai langkah positif menuju demokratisasi yang lebih stabil. Namun, masih ada kekhawatiran terkait potensi keterlibatan individu-individu dari militer dalam politik, terutama pada masa-masa pemilu. Meski secara resmi TNI harus netral, ada pandangan bahwa dinamika politik di Indonesia kadang-kadang menempatkan militer dalam posisi yang sulit untuk benar-benar lepas dari pengaruh politik, terutama dalam kaitannya dengan kepentingan elit politik tertentu.
TNI berperan aktif dalam misi penjaga perdamaian PBB (United Nations Peacekeeping Operations). Indonesia dianggap sebagai salah satu kontributor terbesar pasukan penjaga perdamaian di dunia, yang menunjukkan komitmen TNI terhadap perdamaian global. Partisipasi ini meningkatkan reputasi Indonesia di forum internasional dan memperkuat hubungan dengan negara-negara lain dalam konteks diplomasi pertahanan. Sejumlah kerja sama dalam Latihan yang terus berkembang dengan TNI, terutama dalam latihan militer bersama seperti **Garuda Shield**. Latihan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan tempur bersama tetapi juga memperkuat hubungan strategis antara Indonesia dan negara-negara mitra. Namun, Indonesia dianggap lebih berhati-hati dalam membentuk aliansi formal dan lebih memilih pendekatan bebas aktif dalam diplomasi pertahanannya.
Yang sangat mendesak adalah kesiapan TNI dalam menghadapi disrupsi perkembangan teknologi pertahanan. Indonesia sedang berupaya meningkatkan kapabilitas teknologi pertahanannya, termasuk pengembangan industri pertahanan domestik. Namun, Indonesia masih sangat bergantung pada impor peralatan militer dari negara-negara seperti Rusia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Tantangan utama adalah bagaimana Indonesia bisa memperkuat industri pertahanannya sendiri untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Ancaman siber dan perang hibrida menjadi isu yang semakin penting bagi TNI. TNI dan pemerintah Indonesia sedang berupaya membangun kapasitas pertahanan siber, tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk mengimbangi perkembangan teknologi ini di tingkat internasional.
Di tengah hujan kritik sekaligus tumpuan harapan besar, kepada TNI, sebagai aktor kunci dalam menjaga stabilitas regional di Asia Tenggara dan kawasan Indo-Pasifik. Meskipun ada apresiasi terhadap peran TNI dalam menjaga keamanan maritim, berpartisipasi dalam misi perdamaian PBB, dan meningkatkan profesionalisme pasca reformasi, terdapat juga sejumlah kritik terkait modernisasi alutsista, transparansi dalam isu HAM, dan peran TNI dalam sektor sipil. Ke depan, peningkatan kapabilitas teknologi militer, diplomasi pertahanan, dan penguatan profesionalisme militer akan menentukan peran TNI.