Mohon tunggu...
MUNAWAR FUAD NOEH
MUNAWAR FUAD NOEH Mohon Tunggu... Dosen - Profesional, Social Entreprenuer

Bocah asli Putera daerah Pasundan Jawa Barat, terlahir asal Cibarusah Bekasi, pegiat perubahan, seorang social entrepreneur leader dengan visi besar, misi mulia dan cita luhur utk pemuliaan antar sesama, Pendiri/Pembina GSA Foundation, Pimpinan Yayasan Pesantren Ashshulaha Cibarusah, penulis buku "Indonesia: Awakening The Giant", "Kyai di Republik Maling", serta 27 buku terpublikasi lainnya, DOSEN di President University, Konsultan Corporate Social Responsibility & Good Corporate Governance, Direktur Program Dewan Masjid Indonesia Pusat, pernah bertugas diplomasi publik di mancanegara, pernah menjadi Tim Ahli Menteri Pertambangan dan Energi, Staf Khusus Menteri Kominfo RI, Asisten Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Sekretaris PP DMI Pusat, Pengurus PB Nahdlatul Ulama, MUI Pusat, ICMI Pusat, terpilih sebagai Sekretaris Jenderal DPP KNPI, Sekretaris Jenderal PP GP Ansor, Vice President Pemuda se Asia, Koord. Persaudaraan Anak Bangsa (Pimpinan Pemuda Lintas Agama0, Ketua Umum Senat Mahasiswa FS IAIN Jakarta, Ketua Presidium Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jkt, buku terbarunya "Kyai di Panggung Pemilu : Dari Kyai Khos sampai Kyai High Cost", DR. Munawar Fuad Noeh, MA, lengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

911 Tragedy, Unforgettable

11 September 2020   15:28 Diperbarui: 12 Mei 2022   12:26 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Pada 4 September 2002, kami mengunjungi USCINCPAC (United States Indo-Pacific Command), Markas Pertahanan AS di Hawaii. Untuk sampai ke sana kami harus melewati penyeberangan singkat melalui Pearl Harbour, pelabuhan yang pernah digempur tentara Jepang pada saat Perang Dunia II, yang kemudian menyeret AS ke kancah perang tersebut. Kami tiba di sana bersama Letnan Jenderal Thomas Case, USAF, Deputi Commander in Chief/Chief of Staff, Pasific Command.

Sebelum memasuki markas itu kami harus melewati pemeriksaan yang ekstra ketat yang bagi saya sendiri sebenarnya agak mengherankan mengingat kami adalah tamu yang mereka undang. Begitu ketatnya pemeriksaan itu, sampai-sampai semua baju harus dibuka, kecuali celana dalam. "Ini gila", gerutu saya. Tapi kami kemudian diterima dengan baik. Kami mendiskusikan banyak hal menyangkut isu mutakhir dan masalah keamanan di Asia Pasifik saat itu.

Yang membuat saya terperangah adalah ketika Thomas Case menguraikan peristiwa WTC dan mengatakan bahwa akar persoalan terorisme itu ada di Indonesia. Ia menyebut Laskar Jihad pimpinan Jafar Umar Thalib sebagai organisasi yang mereka curigai sebagai teroris. 

Mendengar itu saya langsung berdiri dan mengatakan dengan kerja keras mengungkapkan dalam Bahasa Inggris yang pas-pasan. Dalam versi Indonesia, intinya saya menyampaikan : "Pendapat Anda salah. Anda harus mengkaji ulang penelitian Anda. Jika Anda berpegang pada pandangan itu, Anda akan berhadapan dengan umat Islam di dunia, karena Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia".

Forum hening. Mungkin tidak mengira saya akan bicara seperti itu. Lalu saya lanjutkan dengan penjelasan bahwa Laskar Jihad itu hanya suatu unit yang dibentuk untuk kepentingan situasi lokal di Indonesia saat itu seperti menghadapi Sidang Istimewa MPR, kepentingan persaingan politik internal, kemudian ada kepentingan lain untuk mengatasi konflik di Ambon.

Kami sangat paham tentang kekuatan dan keterbatasan mereka, karena kami tahu siapa mereka dan yang terkait dengan mereka. Mengakhiri penjelasan, saya tantang mereka. "Saya berani mempertanggung-jawabkan bahwa pendapat yang Anda katakan itu salah. Menurut saya, pemberantasan terorisme harus menjadi tanggung jawab bersama, Anda harus hapuskan pandangan seperti itu dan kita mulai dari awal untuk melakukan suatu identifikasi secara objektif."

 Saya kira Letnan Jenderal Thomas Case dan yang hadir di sana cukup bisa menerima pandangan saya. Buktinya, mereka kemudian mulai beralih ke isu Jamaah Islamiyah yang mereka sebut sebagai jaringan terorisme di Asia Tenggara. Terus terang saja, di antara 14 negara yang hadir saat itu, kita dari Indonesia yang paling mendapat sorotan, karena soal isu terorisme tadi.

Dokpri
Dokpri
Pada 6 September kami kembali berada di forum "12th New Generation Seminar" di EWC. Saya memimpin presentasi delegasi pemuda Indonesia. Saya mempresentasikan makalah saya yang berjudul: Mengembangkan Tradisi Islam Moderat di Indonesia dalam versi bahasa inggris. 

Teman saya Jamaludin Faisal Hasyim berbicara tentang pendidikan anti-kekerasan, dan seorang teman dari Aceh, Muslahuddin Daud, berbicara tentang pengalaman Aceh dalam menyelesaikan konflik vertikal. Uniknya Muslahuddin ini adalah pemuda Aceh yang sangat pro GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

 Momen penting dalam 12th New Generation Seminar Participants  tersebut diikuti delegasi dari India, Filipina, Jepang, Singapoe, Malaysia, Thailand dan dari Amerika Serikat. Indahnya pertemuan berbeda bangsa, beragam agama dan kepercayaan, yang saling menghormati dan menghargai dalam semangat Bersama sebagai warga global. 

Saya yang terlahir dari sebuah kampung pasundan di Cibarusah, Bekasi, Jawa Barat tak pernah membayangkan sebelum, akan bisa Bersama mereka. Rasa syukur ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, atas kesempatan bisa belajar, saling mendengar, dan bertukar pengalaman tentang bangsa dan negara masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun