Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang multikultural terbesar di dunia, hal ini tercermin dari kondisi sosial budaya dan geografis Indonesia yang kompleks, beragam dan luas. (Lestari, 2016). Multikulturalisme dapat diartikan sebagai hidup di suatu tempat dengan budaya dan ciri-ciri tertentu yang membedakan satu komunitas dengan komunitas lainnya.
Indonesia sebagai suatu bangsa yang berperadaban memiliki sejarah yang sangat panjang. Indonesia terbangun secara struktural dari kelompok-kelompok masyarakat yang semula memiliki struktur tersendiri (Saddam, 2020). Jadi, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk terdiri dari ribuan suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
Keanekaragaman budaya Indonesia juga merupakan kekayaan negara yang sangat besar, yang harus dilestarikan dan dikembangkan untuk memahami esensi semboyan Indonesia Bhineka Tunggal Ika dari generasi ke generasi.Â
Suatu masyarakat tentu memiliki budaya atau adat istiadat yang bersifat alamiah atau sering dilakukan sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang tetap dan berulang, misalnya ziarah pada makam keramat.Â
Kebudayaan yang terdapat di masyarakat sangat beragam, diantaranya adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya yang mengikat dalam masyarakat juga terdapat nilai-nilai kepercayaan, nilai religi yang merupakan tradisi atau warisan leluhur (Wawansyah, 2017).Â
Budaya tersebut sudah menjadi tradisi leluhur dan nenek moyang yang merupakan bentuk perilaku yang dilakukan secara rutin dan terus menerus yang akhirnya menjadi suatu kebiasaan dan dilakukan juga oleh masyarakat atau generasi berikutnya, sehingga hal tersebut dilakukan secara berulang dan pada hari tertentu untuk melakukan ziarah kubur bersama-sama.
Secara garis besar, tujuan dari ziarah makam adalah untuk mengingatkan manusia bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan semua manusia akan mengalami kematian (Purwadi, 2006).Â
Bagi para peziarah, kisah mengenai karamah para wali itu tersebar dari waktu ke waktu dan makam mereka diziarahi oleh banyak orang juga menjadi pusat penyebaran informasi mengenai karamah itu. Tidak hanya juru kunci, masyarakat dan para peziarah berlomba-lomba menjadi juru cerita mengenai karamah yang diyakini begitu saja tanpa memerlukan pembuktian yang serius dan ilmiah (Anam, 2015).
Kemudian bagi banyak peziarah, makam adalah tempat yang mustajab atau tempat yang manjur untuk berdoa. Makam tidak hanya menjadi tempat untuk mendoakan jenazah tetapi juga menjadi tempat yang dianggap cocok untuk mengungkapkan dan menghayati berbagai problematika hidup yang dihadapi oleh para peziarah, selanjutnya mereka meminta kepada sang pencipta agar semua permasalahan hidup yang dihadapi oleh para peziarah dapat teratasi.
Adapun kebaikan atau keteladanan dari sosok orang suci yang berada di dalam makam itu menjadi suatu perantara. Selain itu, agama merupakan kekuatan yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia. Agama mempunyai keterkaitan dengan berbagai aspek kehidupan seperti keluarga, masyarakat, ekonomi dan politik.Â
Terdapat juga hubungan dialektis antara Agama dengan aspek kehidupan sosial lain. Sebagai contoh kepercayaan dan nilai-nilai agama memotivasi manusia melakukan tindakan tertentu dan organisasi agama dapat mengorganisasikan melakukan tindakan-tindakan yang paling ekstrim sekalipun sebagai ekspresinya (Haryanto, 2019).
Ziarah makam keramat Empang Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas adalah suatu warisan leluhur yang diturunkan secara turun temurun. Ziarah makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas biasanya disebut dengan ziarah makam terhadap nenek moyang.Â
Sejak zaman dahulu masyarakat kampung Empang mempercayai keberadaan leluhur mereka dan menganggap Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas sebagai orang yang mulia yang dekat dengan sang Pencipta, atau bisa di katakana sebagai leluhur di kampung mereka. Banyak peziarah makam yang tidak hanya berasal dari masyarakat daerah saja melainkan ada juga peziarah makam dari luar daerah.Â
Kondisi inilah yang membuat peneliti tertarik melakukan sebuah studi tindakan sosial dan Motivasi terhadap fenomena ziarah pada makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas, dikarenakan sampai pada saat ini tradisi ziarah makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas masih tetap dijalankan oleh masyarakat peziarah, baik oleh masyarakat daerah maupun luar daerah. Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada tindakan sosial yang berupa bentuk perilaku dan bentuk motivasi yang dilakukan oleh peziarah.
Perilaku ziarah pada makam salah satu keramat wali merupakan suatu aktifitas yang menjadi kebiasaan bagi sebagian masyarakat, karena tidak semua peziarah datang hanya sebagai bentuk penghargaan atas jasa wali tersebut. Berbagai macam niat yang melatarbelakangi ziarah makam muncul berdasarkan tindakan dan motivasi mereka terhadap makam wali tersebut. Banyak tindakan para peziarah selama berada di makam dapat dianalisis ke dalam teori tindakan Weber juga teori motivasi dari Abraham Maslow
1. Perilaku Masyarakat Ziarah ke Makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas dalam Teori Tindakan Max Weber
Tindakan Weber terbagi menjadi empat kategori yakni rasionalitas, berorientasi pada nilai, tradisional dan afektif. Ziarah secara umum maka dapat dikategorikan ke dalam tindakan tradisional. Bahwa tindakan melalui ritual ziarah oleh peziarah didasarkan pada kebiasaan yang muncul dan sudah biasa dilakukan dari generasi ke generasi atau yang dilakukan secara turun temurun.Â
Seseorang yang melakukan ritual ziarah akan membenarkan atau menjelaskan bahwa tindakan melakukan ziarah itu selalu dilakukan dengan cara yang sama dan perilaku yang demikian merupakan suatu kebiasaan baginya. Biasanya kebiasaan-kebiasaan tersebut akan didukung oleh kelompok masyarakat lainnya untuk melestarikan suatu tradisi, yaitu tradisi yang sudah lama ada dalam masyarakat.Â
Hal ini disebabkan karena sejak jaman Rasulullah, tindakan mendatangi makam untuk berziarah telah banyak dilakukan. Walaupun ziarah pada zaman dulu dilarang, tetapi masih banyak masyarakat yang melakukan ziarah. Pada masa modern seperti saat ini tradisi ziarah masih banyak dilakukan oleh masyarakat dan banyak mempercayai bahwa makam atau kuburan adalah tempat yang dikeramatkan oleh banyak masyarakat, terlebih lagi jika makam tersebut adalah makam dari seorang waliyullah, yaitu makam orang-orang shaleh.
Banyak dari mereka yang datang dalam ritual yang datang dari luar daerah seperti yang dijelaskan dalam wawancara tersebut. Masyarakat yang datang mempunyai hajat agar senantiasa diberikan keberkahan dan dapat dijauhkan dari hal-hal yang tidak baik, kemudian sesorang dalam bertindak, tidak sekedar berperilaku sesuai alur. Akan tetapi, orang bertindak didasari oleh motivasi yang membuat sesorang bergerak.
Setiap manusia atau individu dalam melakukan sesuatu biasanya muncul karena adanya suatu dorongan yang menyebabkan seseorang ingin dan bersedia untuk melakukan suatu hal. Demikian juga dengan para peziarah yang datang ke Makam Keramat Empang, yakni makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas, tidak akan pernah terlepas dari adanya suatu dorongan atau motivasi dalam melakukan ziarah kubur.
Banyak tindakan peziarah selama berada di makam dapat dianalisis ke dalam teori tindakan Weber. Tindakan Weber terbagi menjadi empat kategori yakni rasionalitas, berorientasi pada nilai, tradisional dan afektif. Ziarah secara umum maka dapat dikategorikan ke dalam tindakan tradisional. Bahwa tindakan melalui ritual ziarah oleh peziarah didasarkan pada kebiasaan yang muncul dan sudah biasa dilakukan dari generasi ke generasi atau yang dilakukan secara turun temurun.Â
Seseorang yang melakukan ritual ziarah akan membenarkan atau menjelaskan bahwa tindakan melakukan ziarah itu selalu dilakukan dengan cara yang sama dan perilaku yang demikian merupakan suatu kebiasaan baginya. Biasanya kebiasaan-kebiasaan tersebut akan didukung oleh kelompok masyarakat lainnya untuk melestarikan suatu tradisi, yaitu tradisi yang sudah lama ada dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena sejak jaman Rasulullah, tindakan mendatangi makam untuk berziarah telah banyak dilakukan.Â
Walaupun ziarah pada zaman dulu dilarang, tetapi masih banyak masyarakat yang melakukan ziarah. Pada masa modern seperti saat ini tradisi ziarah masih banyak dilakukan oleh masyarakat dan banyak mempercayai bahwa makam atau kuburan adalah tempat yang dikeramatkan oleh banyak masyarakat, terlebih lagi jika makam tersebut adalah makam dari seorang waliyullah, yaitu makam orang-orang shaleh.
Ketika peziarah melakukan tindakan bersuci, yaitu dengan mengambil air wudhu setelah itu berdo’a kemudian dilanjutkan dengan berdzikir maka hal tersebut masuk ke dalam tindakan rasional yang berorientasi pada nilai. Hal ini dikarenakan ritual berdoa dan berdzikir termasuk ke dalam tindakan yang religious. Berdo’a dan berdzikir adalah suatu tindakan yang memiliki nilai akhir yang non rasional jika berdo’a dipanjatkan atau dilakukan dengan tujuan selain ibadah karena hanya berdasarkan pada emosi dan tidak memiliki pertimbangan yang logis. Akan tetapi masyarakat berziarah dan melakukan tindakan ini secara sadar dengan tujuan yang jelas bahwa berdo’a dan berdzikir adalah suatu ibadah yang akan mendatangkan pahala dari Allah SWT.
Dalam.berziarah, ada penaburan bunga setiap malam jumat pada makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas seperti yang dijelaskan oleh Pak Salim. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa tindakan dengan menabur bunga di atas makam dan menyalakan bukhur adalah tindakan afektif. Hal ini karena tindakan tersebut tidak rasional. Tindakan ini hanya sebagai suatu tanggapan yang secara otomatis didapatkan dari rangsangan luar. Tindakan ini dilakukan karena peziarah masih mempercayai terhadap suatu hal seperti ini yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Sama halnya dengan tindakan membawa air ke dalam makam dan ditaruh di dekat makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas kemudian air tersebut dibuka dan didoakan. Tindakan ini tidaklah rasional karena tidak ada pertimbangan-pertimbangan yang logis. Hal ini didasarkan pada peziarah yang terlihat membawa air dan meyakini bahwa air tersebut membawa keberkahan.
Adapun peziarah yang datang kemakam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas semata-mata hanya untuk melihat-lihat atau memenuhi rasa ingin tahunya, maka tindakan ini termasuk ke dalam tindakan rasional.
Dari Teori Weber juga terdapat tindakan tradisional, yaitu masyarakat berziarah karena sudah  turun temurun dari kakek nenek moyangnya dan dilanjutkan oleh keturunan dan anak cucunya. Banyak juga para peziarah yang memaknai tindakan berziarah sebagai sarana mereka mendekatkan diri pada agama, tetapi ada pula yang memaknai tindakan berziarah kubur pada makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas untuk mempermudah urusan hidup dan permasalahan hidup yang sedang dialaminya, seperti yang disebutkan dalam wawancara bersama Bu Lia selaku pengunjung makam. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa masyarakan berziarah dengan berdo’a dan juga meminta hajat agar keinginannya bisa tercapai. Mereka memiliki latar belakang atau motivasi yang mendorong para peziarah melakukan tindakan tersebut. Peziarah tersebut ada yang berdoa untuk hajat dan keinginannya supaya tercapai, ada juga yang berdoa dan menjalankan sunnah Rasul dan banyak dari peziarah lainnya yang datang melakukan ziarah kubur untuk berdoa kepada Allah SWT, dengan berwasilah kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas seperti yang disampaikan oleh Pak Faiz sebagai Pengunjung makam. Dari hasil wawancara tersebut, dapat memperkuat penjelasan bahwa ziarah ke makam keramat selain berdoa juga meminta keberkahan. Kemudian masyarakat luar daerah yang turut hadir dalam ritual, kebanyakan datang untuk melihat prosesi ritual yang dilakukan karena memang daya tarik ritual tersebut sangat besar, dapat menarik perhatian masyarakat, bahkan luar daerah untuk menyaksikan ritual setahun sekali tersebut.
2.Perilaku Masyarakat Ziarah ke Makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas dalam Teori  Motivasi Abraham Maslow
Selanjutnya, dalam berziarah kubur, tentu ada motivasi yang mendorong individu atau kelompok untuk melakukan ziarah. Motivasi yaitu dorongan dalam melakukan suatu kebiasaan atau aktivitas. Dalam berziarah ke Makam keramat, Motivasi masyarakat berziarah tentunya sangat beragam, seperti yang telah dipapakan yaitu dalam mewawancarai pengunjung, banyak sekali persamaan dan perbedaan menziarahi makam tersebut.
Jika motivasi para peziarah tersebut dikaitkan dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow, dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa masyarakat yang berziarah juga memiliki kebutuhan yang beragam yang masuk ke dalam kebutuhan ego. Masyarakat yang datang untuk berziarah memiliki kebutuhan untuk mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Manusia berusaha mencapai prestisi, reputasi dan status yang lebih baik. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhn yang telah dipenuhi memberi motivasi. Jika suatu kebutuhan telah mencapai puncaknya, maka kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku. Dengan kata lain motivasi seseorang hanya jika jenjang sebelumnya terpenuhi. Manusia memiliki ego yang kuat untuk bisa mencapai prestasi yang lebih baik untuk dirinya maupun lebih baik dari orang lain. Karena masyarakat yang datang memiliki Kebutuhan untuk mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang lainnya.
Dengan demikian, ketika melakukan ziarah merasa bahwa ziarah tersebut belum memberikan suatu manfaat bagi peziarah, maka ritual ziarah akan terus-menerus dilakukan sampai peziarah merasakan kepuasan yang dirasakan terhadap tindakan ziarah yang sudah dilakukan.
Berziarah juga tentu ada hikmahnya, bahwa hikmah dari berziarah yaitu merasa tenang, tentram dan juga bertabarruk, yaitu bisa diartikan mengharapkan berkah dari Allah SWT melalui orang-orang yang dekat dan dicintai-Nya, sehingga ziarah kubur pada poin ini dikhususkan pada berziarah kepada orang-orang yang sholeh, para ulama, dan para waliyullah, selanjutnya salah satu jalan dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, adalah dengan mendekati orang-orang sholeh, para ulama, dan para waliyullah. Sehingga, setidaknya kita bisa lebih sedikit sadar bahwa kehidupan di dunia tidaklah kekal, sedangkan kehidupan setelah di dunia adalah permulaan kehidupan yang abadi.
Jadi, Keberadaan makam keramat Empang Bogor (Habib Abdullah Bin Mukhsin Al-Attas) adalah suatu makam yang dikeramatkan oleh sejumlah masyarakat dikarenakan makam tersebut adalah makam orang yang mulia dan seorang waliyullah. Makam keramat sudah menjadi  tradisi ziarah makam oleh semua masyarakat dan sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh orang-orang terdahulu. Masyarakat juga meyakini dengan adanya makam keramat ini, bisa memberikan dampak yang positif seperti keinginan cepat terkabul juga menyelesaikan permasalahan hidup yang sedang di alami.
Peziarah yang datang mempunyai hajat agar senantiasa diberikan keberkahan dan dapat dijauhkan dari hal-hal yang tidak baik, kemudian sesorang dalam bertindak, tidak sekedar berperilaku sesuai alur. Akan tetapi, orang bertindak didasari oleh motivasi yang membuat sesorang bergerak. Peziarah yang ingin melakukan ziarah kubur dilatar belakangi oleh perbedaan latar belakang atau motivasi, yaitu mereka berwasilah menjadikan Habib sebagai perantara dalam berdo’a agar mudah dikabulkan, mencari keberhasilan dan keberkahan, mendapatkan pahala dan ingin diakui juga ingin mempertahankan tradisi keluarga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI