6. Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
- Penipuan yang dilakukan oleh pengembang bisa juga dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hukum perdagangan, di mana pelaku menjanjikan produk (rumah) yang tidak pernah disediakan.
Secara keseluruhan, berbagai aturan ini dapat digunakan oleh pihak yang berwenang untuk menindak pelaku dalam kasus penipuan properti syariah fiktif dan memberikan perlindungan bagi para korban.
Dalam menganalisis kasus penipuan dalam pembiayaan syariah di sektor properti, pandangan positivisme hukum dan sociological jurisprudence memberikan pendekatan yang berbeda dalam melihat masalah hukum.
1. Positivisme Hukum
Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah kumpulan aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, dan keberlakuan hukum tidak bergantung pada moralitas atau nilai-nilai lain di luar hukum. Dalam pendekatan ini, hukum dianggap sebagai sistem aturan yang bersifat formal dan tertulis, yang harus ditaati secara objektif, terlepas dari apakah aturan tersebut adil atau tidak.
Pandangan positivisme hukum dalam kasus ini:
- Pendekatan positivisme akan melihat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti KUHP, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Perumahan, sebagai aturan yang mengatur hubungan antara pelaku usaha properti syariah dan konsumen.
- Pengadilan atau penegak hukum akan menilai apakah pelaku telah melanggar peraturan yang sah (legalitas), misalnya, apakah mereka telah melakukan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) atau melanggar hak konsumen (UU No. 8 Tahun 1999).
- Moralitas atau prinsip syariah itu sendiri, dalam pandangan positivis, tidak relevan untuk menentukan apakah tindakan itu ilegal atau tidak. Yang penting adalah apakah ada pelanggaran terhadap aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Analisis positivisme:
- Positivisme hukum akan menyimpulkan bahwa sindikat tersebut melanggar hukum karena tindakannya bertentangan dengan aturan yang berlaku, seperti perbuatan penipuan dan penggelapan. Sehingga, hukum positif harus dijalankan untuk menghukum pelaku sesuai dengan aturan yang ada.
2. Sociological Jurisprudence
Sociological jurisprudence (yurisprudensi sosiologis) menekankan bahwa hukum tidak hanya dilihat sebagai kumpulan aturan yang tertulis, tetapi juga sebagai institusi sosial yang berinteraksi dengan nilai-nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Pendekatan ini lebih fleksibel dan menyoroti dampak sosial dari aturan hukum dan bagaimana hukum dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat.
Pandangan sociological jurisprudence dalam kasus ini:
- Pendekatan ini akan memperhatikan konteks sosial dan ekonomi di balik kasus tersebut, seperti bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap konsep syariah dimanfaatkan oleh sindikat untuk menipu korban.
- Sociological jurisprudence akan melihat apakah hukum yang ada benar-benar efektif dalam melindungi masyarakat dari penipuan yang berbalut konsep syariah. Jika masyarakat kurang memahami hukum syariah dan hukum perlindungan konsumen, pendekatan ini akan mengkaji apakah hukum yang berlaku perlu disesuaikan dengan kebutuhan sosial.
- Analisisnya mungkin juga memperhatikan peran lembaga keagamaan dan pemerintah dalam mengawasi penggunaan istilah "syariah" agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Jadi, tidak hanya dilihat dari aturan tertulis, tetapi juga dari bagaimana penegakan hukum seharusnya lebih responsif terhadap perubahan sosial dan budaya.
Analisis sociological jurisprudence:
- Dalam perspektif ini, hukum harus melindungi masyarakat, dan penipuan dalam kasus rumah syariah fiktif menunjukkan adanya celah dalam regulasi dan kurangnya pengawasan. Oleh karena itu, pendekatan ini akan mendorong penguatan regulasi serta peningkatan edukasi masyarakat mengenai hukum syariah yang benar.
- Sociological jurisprudence juga akan menganalisis bagaimana prinsip-prinsip keadilan dalam ekonomi syariah seharusnya diterapkan secara substantif dalam hukum ekonomi syariah, agar tidak sekadar menjadi simbol atau label yang bisa dimanipulasi.
Kesimpulan Perbandingan:
- Positivisme hukum fokus pada penerapan aturan hukum positif yang ada untuk menghukum pelaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, tanpa memerhatikan aspek sosial atau keadilan substantif dari ekonomi syariah.
- Sociological jurisprudence menekankan pentingnya hukum yang berinteraksi dengan realitas sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Pendekatan ini akan mendorong evaluasi lebih mendalam terhadap dampak sosial dari penipuan ini, serta pentingnya memperbaiki pengawasan dan pemahaman masyarakat mengenai prinsip-prinsip syariah.
Kedua pendekatan ini dapat saling melengkapi: positivisme memberikan kepastian hukum, sementara yurisprudensi sosiologis menyoroti pentingnya relevansi sosial dan keadilan substantif dalam penegakan hukum.