Penipuan properti berkedok syariah menjadi salah satu modus yang semakin marak, terutama dengan memanfaatkan label "syariah" yang dianggap lebih aman dan terpercaya oleh banyak orang. Berikut adalah beberapa contoh modus penipuan properti yang berkedok syariah:
1. Skema Properti Tanpa Riba
Pengembang properti menawarkan perumahan dengan janji tanpa riba dan tanpa bank, menarik banyak peminat yang ingin menghindari sistem perbankan konvensional. Namun, setelah konsumen membayar uang muka atau cicilan, proyek tidak berjalan atau lahan yang dijanjikan ternyata bermasalah, seperti:
- Kasus tanah bodong: Lahan yang dijanjikan ternyata tidak ada sertifikat atau masih dalam sengketa.
- Pengembang kabur: Setelah menerima sejumlah uang dari konsumen, pengembang tiba-tiba hilang tanpa melanjutkan pembangunan.
2. Harga Murah Tanpa DP (Down Payment)
Penawaran properti dengan harga jauh lebih murah dari harga pasar, bahkan tanpa DP, seringkali menjadi daya tarik utama. Modus ini biasanya dilakukan oleh pengembang abal-abal yang menargetkan calon pembeli dengan kemampuan ekonomi terbatas. Setelah uang terkumpul, pembangunan sering kali tidak terjadi atau terhenti di tengah jalan.
3. Pembangunan yang Tidak Kunjung Dimulai
Pengembang menawarkan perumahan dengan skema syariah di atas lahan yang legalitasnya belum jelas atau belum siap dibangun. Setelah pembeli membayar uang muka, sering kali proyek tidak dimulai dengan alasan teknis atau birokrasi yang tidak jelas. Akhirnya, uang konsumen tidak dapat dikembalikan, dan proyek mangkrak.
4. Izin yang Tidak Lengkap
Beberapa pengembang properti syariah tidak melengkapi izin yang diperlukan, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga proyek tidak bisa berlanjut. Pembeli properti syariah ini sering kali tidak menyadari masalah legalitas tersebut sampai proyek terhenti dan mereka mengalami kerugian besar.
5. Penjualan Kavling di Lahan Wakaf
Modus lain adalah penjualan kavling di lahan yang sebenarnya tidak bisa diperjualbelikan, seperti lahan wakaf atau lahan yang statusnya tidak bisa dijadikan tempat tinggal. Pengembang tidak memberitahu pembeli tentang status tanah yang sebenarnya.
Untuk menghindari penipuan ini, penting bagi calon pembeli untuk memverifikasi legalitas proyek properti yang mereka beli, termasuk memastikan bahwa pengembang memiliki izin lengkap, tanahnya bersertifikat, dan reputasi pengembang bisa dipercaya.
Kasus yang menonjol adalah maraknya pembiayaan syariah ilegal di sektor properti. Beberapa pengembang menawarkan rumah syariah tanpa melibatkan bank konvensional, tetapi ternyata melanggar prinsip syariah seperti gharar (ketidakpastian) dalam kontrak. Beberapa kasus melibatkan pengembang yang gagal memenuhi janji pembangunan rumah, padahal dana sudah diterima dari konsumen. Hal ini menunjukkan perlunya regulasi lebih ketat serta pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI).
Salah satu kasus pembiayaan syariah ilegal di sektor properti yang sedang viral saat ini adalah penipuan yang melibatkan sindikat yang menjual rumah syariah fiktif. Sindikat ini mengklaim menawarkan rumah tanpa bunga dan tanpa keterlibatan bank, namun tidak memenuhi janji pembangunan. Ribuan korban tertipu dengan membayar sejumlah uang, tetapi rumah yang dijanjikan tidak pernah terbangun. Kasus ini mengakibatkan kerugian besar dengan total mencapai miliaran rupiah dan melibatkan lebih dari 3.600 korban.
kaidah hukum terkait kasus tersebut meliputi:
1.Kaidah Hukum Perdata
Dalam konteks hukum perdata, kasus ini menyangkut wanprestasi (ingkar janji) dan bperbuatan melawan hukum oleh pengembang, di mana pengembang gagal memenuhi kewajibannya kepada konsumen sesuai kontrak. Beberapa aspek yang bisa dikaitkan dengan kaidah hukum perdata adalah:
- Pasal 1320 KUH Perdata: Syarat sahnya perjanjian, yang meliputi kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Jika pengembang tidak memenuhi kewajiban, ada unsur wanprestasi.
- Pasal 1365 KUH Perdata: Tentang perbuatan melawan hukum, di mana tindakan pengembang yang menipu konsumen bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
- Ganti rugi: Konsumen yang dirugikan berhak meminta ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat wanprestasi dari pihak pengembang.
Kaidah Hukum Pidana
2.Kaidah Hukum Pidana
Kasus ini juga dapat dikaitkan dengan aspek hukum pidana, terutama terkait dengan tindakan penipuan dan penggelapan. Beberapa pasal yang dapat diterapkan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) adalah:
- Pasal 378 KUHP: Tentang penipuan di mana pelaku dengan sengaja memberikan informasi palsu dan menipu korban dengan janji-janji palsu mengenai rumah yang tidak pernah ada.
- Pasal 372 KUHP: Tentang penggelapan, di mana pelaku menggunakan dana yang sudah diterima dari korban tetapi tidak digunakan untuk pembangunan properti yang dijanjikan.
- Pasal 55 dan 56 KUHP: Tentang penyertaan dalam tindak pidana, yang dapat menjerat pihak-pihak lain yang turut membantu atau mendukung sindikat penipuan.