Mohon tunggu...
Muna Hamidah
Muna Hamidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

“Pekerjaan yang menyenangkan adalah hobi yang dibayar”

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembiayaan Syariah Ilegal di Sektor Properti

2 Oktober 2024   05:59 Diperbarui: 28 Oktober 2024   14:08 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

3.Kaidah Hukum Perlindungan Konsumen
Dalam kasus ini, ada juga pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, di mana konsumen tidak mendapatkan haknya sesuai janji yang diberikan oleh pengembang. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, beberapa poin yang relevan adalah:
   - Pasal 7: Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang atau jasa yang ditawarkan.
   - Pasal 9: Larangan pelaku usaha untuk melakukan promosi yang menyesatkan atau membohongi konsumen.
   - Pasal 19: Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi apabila konsumen dirugikan.

 4. Kaidah Hukum Syariah
Dalam konteks hukum syariah, penipuan tersebut melanggar prinsip-prinsip utama dalam transaksi syariah, seperti:
   - Gharar: Ketidakpastian dalam perjanjian yang melibatkan aspek legalitas properti atau pembangunan yang tidak jelas.
   - Tadlis (penipuan): Pengembang memberikan informasi yang menyesatkan dan tidak sesuai kenyataan.
   -Ihtikar (monopoli): Jika pengembang menggunakan kedudukannya untuk menguasai pasar dengan cara yang tidak etis.

5.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK sebagai regulator keuangan juga memiliki peran dalam mengawasi praktik pembiayaan, termasuk skema syariah. Dalam kasus ini, pengembang yang menawarkan pembiayaan syariah ilegal melanggar:
   - Peraturan OJK No. 31/POJK.05/2014: Tentang usaha pembiayaan syariah yang mengatur tata kelola lembaga pembiayaan berbasis syariah.
   - Pasal terkait penawaran investasi ilegal: OJK dapat menindak praktik pembiayaan syariah yang tidak terdaftar dan tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Dengan penerapan kaidah hukum di atas, aparat penegak hukum dapat menjerat pelaku penipuan properti syariah dengan tuntutan pidana dan perdata, serta memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi konsumen.

Norma-norma hukum yang terkait dengan kasus penipuan pembiayaan syariah ilegal di sektor properti mengacu pada aturan dan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku masyarakat dalam transaksi hukum. Norma-norma ini diambil dari hukum positif, hukum pidana, hukum perdata, serta hukum syariah, yang semuanya bertujuan untuk melindungi hak-hak pihak yang terlibat, khususnya konsumen.

Dalam kasus penipuan properti yang melibatkan sindikat yang menawarkan rumah syariah fiktif, beberapa aturan hukum yang dapat diterapkan dalam konteks hukum di Indonesia meliputi:

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
   - Mengatur pembangunan perumahan dan perlindungan konsumen. Pasal-pasal dalam undang-undang ini bisa digunakan untuk mengusut tindakan pengembang yang tidak memenuhi kewajibannya dalam pembangunan perumahan.

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
   - Melindungi hak-hak konsumen dari praktik bisnis yang tidak jujur dan menyesatkan. Sindikat yang menjanjikan rumah yang tidak dibangun bisa dikenai sanksi karena melanggar hak-hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar dan untuk menerima produk sesuai dengan yang dijanjikan.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
   - Pasal 378 KUHP tentang penipuan: Tindakan sindikat yang melakukan penipuan dengan menawarkan rumah fiktif dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan, yang dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara.
   - Pasal 372 KUHP tentang penggelapan: Jika uang yang telah dibayarkan oleh korban tidak digunakan sebagaimana mestinya dan dimanfaatkan untuk tujuan lain, pelaku dapat dituntut atas dasar penggelapan.

4. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
   - Jika pelaku menggunakan istilah "syariah" untuk menarik minat konsumen tanpa mengikuti prinsip-prinsip syariah yang sebenarnya, hal ini bisa dianggap sebagai penyesatan dan penyalahgunaan istilah syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menindak pelaku yang mencemarkan prinsip-prinsip perbankan syariah.

5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
   - Dalam kasus pembiayaan atau penawaran properti, OJK memiliki peran penting dalam mengawasi lembaga keuangan yang menawarkan layanan keuangan, termasuk yang menggunakan label syariah. OJK dapat menindak entitas yang tidak berizin dan melakukan pelanggaran hukum, seperti dalam kasus sindikat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun