Mohon tunggu...
Mulya Saadi
Mulya Saadi Mohon Tunggu...

Mulya Saadi| Seorang penimbun buku yang juga mahasiswa Hukum. Muslimah asli Sunda pecinta wayang golek, yang bercita-cita membangun perpustakaan di tempat ia tinggal. Motto hidupnya : pergerakan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petualangan Mencari Makan

25 Januari 2015   18:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemuda yang diduga bernama Arif itu adalah teman satu jurusan Mulya di kampusnya. Meski tampak seperti batang pohon yang akan roboh jika angin bertiup, ia adalah mantan atlit panah yang menjuarai berbagai turnamen di tingkat nasional. Dan kebetulan Arif memiliki pola pikir yang sama dengan pemuda itu sehingga terjadi keakraban diantara mereka berdua hingga banyak diantara teman-teman satu asrama mengiranya sebagai dua sejoli. Namun hal itu tak berlangsung lama karena kemudian Arif memiliki pacar, yang satu organisasi dengannya.

"Cari makan yuk! Laper nih" ajak pemuda kurus  yang bernama Arif itu.

"Sekarang jam berapa? Udah malem gini warung pada tutup lah..."

"Sok tau! Ayolah...kamu juga kelaparan kan? Keliahatan kok dari bentuk wajahmu yang kusut itu"

"Haahh...iya sih. Ya udah, ayo! Sebelum kita mati kelaparan" pemuda itu segera bangun dari tidurnya dan mengenakan jaket merahnya kembali. "Kan gak lucu juga kalau sampai tersebar berita bahwa telah ditemukan dua sosok mayat mahasiswa fakultas hukum Universitas Garuda di kamar kos-kosannya yang diduga mati karena  kalaparan. Apa kata Menteri Pendidikan nanti??"tambahnya.

Setelah mengunci pintu, mereka pun berjalan keluar asrama dan memulai petualangan untuk berburu makanan di tengah-tengah gelapnya malam yang semkain larut. Dengan sisa-sisa pikiran positifnya, kedua pemuda generasi bangsa ini berjalan menyusuri gang dan akhirnya tiba di pinggir jalan utama. Tekad baja mereka kerahkan dan dengan segala cara berusaha menepis sugesti buruk bahwa mereka tidak akan mendapat makanan dan akhirnya gugur di tengah medan pencarian. Sungguh kematian mahasiswa yang sangat tidak heroik.

"Tuh kan. Udah pada tutup.  Yang ada Cuma martabak, roti bakar sama bakso. Itu kan menu-menu yang harus dihindari mahasiswa di akhir bulan" ucap Mulya penuh perhitungan.

"Gini aja deh. Nanti mentok-mentok kita patungan buat beli bakso" Arif mengerahkan segenap ide terbriliannya. Namun sayang ide itu tidak brilian sama sekali di hadapan pemuda itu karena ia memang tidak suka makan bakso kecuali bakso yang dijual di kampung halamannya sendiri, di Ciamis. Akhirnya, dengan semangat pencarian yang semakin tereduksi oleh waktu, seluruh kompleks kelurahan Babarsari telah berhasil mereka jamah dengan tanpa hasil yang signifikan. Semua warung-warung makanan yang terpusat di tempat itu telah tutup. Semua pagar telah dikunci bahkan tak jarang menemukan warung yang memasang tulisan "dicari lowongan kerja" yang ditempel di dinding depan.

Kedua pemuda itu berdiri lama setiap warung yang memasang tulisan seperti tadi. Mereka pikir mereka dapat melamar menjadi karyawan di tempat itu, lumayan untuk membiayai "latte factor" atau "bocor halus" mereka. Latte factor adalah kegiatan beranggaran yang telah menjadi kebiasaan dan cukup sulit dihilangkan. Sebagaimana Arif, ia memiliki kebiasaan main sehingga selalu menghabiskan uangnya untuk jajan dan membeli bensin, sedangkan pemuda itu, Mulya, memiliki kebiasaan membeli buku dan kalaplah jika ia sedang berada di bazaar buku atau bookfair yang diadakan tiap bulan. Sedangkan bocor halus adalah perilaku beranggaran yang merupakan bukan kebiasaan namun memakan secara signifikan kesehatan finansial seseorang. Dalam hal ini, Arif memiliki bocor halus berupa penggunaan produk-produk kesehatan yang mahal sedangkan bocor halus Mulya ketika ia pergi ke warnet. Meski keduanya itu bukan kebiasaan, namun sangat mempengaruhi kondisi keuangan kedua pemuda itu. Defisit pun menjadi hal yang lumrah bagi mereka. Tapi sayangnya, selalu ada saja alasan untuk memalingkan wajah dari setiap tawaran kerja. Saat ini Arif sedang berada di puncak kesibukannya akibat jabatan sekretaris regional sebuah forum komunikasi ekonomi mahasiswa di kampus. Sedangkan Mulya, sang pengacara__pengangguran banyak acara itu mengikuti berbagai kursus dan training sehingga tidak mungkin baginya untuk mengambil pekerjaan bahkan part time sekalipun. Alhasil, wajah lesu mereka semakin menjadi-jadi.

"Nyerah deh Mulya. Mendingan kita pulang aja"

Semangat masa muda mereka yang luntur perlahan pun  akhirnya tumbang. Pencarian yang berlangsung selama kurang lebih 45 menit itu mereka sudahi dengan tangan hampa sebagai hasilnya. Kemudian kedua pemuda itu berbalik arah dan mengikuti jalan yang mereka lalui sebelumnya untuk keluar dari komplek gang Babarsari menuju jalan utama, setelah itu menyeberangi rel kereta api lalu mengambil arah kiri menuju komplek prumahan Arum Sastra dimana asrama mereka berdua berada. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dengan kekhawatiran yang sama, mereka berdua pun mempercepat langkah agar sampai di kamar dan bersegera membaringkan tubuhnya karena kelelahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun