Jongben sering tengkar dengan Srinti, istrinya. Sebenarnya hanya selisih paham tapi kadang berujung cekcok kecil lalu tengkar kecil lalu agak besar. Kedua belah pihak saling dongkol lalu musuhan dan esok lusa pasti baikan. Tapi hal ini sering.
Dan, kali ini terulang lagi. Maka dengan perasaan berat akhirnya Jongben mengadu kepada Bapaknya.
"Istriku sering ngambek sama aku, Pak. Kadang yang dingambeki tak masuk akal. Aku harus gimana?" cerita Jongben saat sowan ke rumah Bapaknya, selepas mahgrib.
"Sabar, Ben." Kata si Bapak singkat.
"Sudah biasa kusabari, Pak. Tapi tak mempan."
"Iya sabar aja."
"Aku bingung Pak. Srinti suka sekali ngambek. Masalah sedikit saja ngambek. Masalah remeh saja aku dimusuhi."
"Iya sabar aja dulu Ben."
"Aku kerja dia marah. Aku nggak kerja dia marah. Padahal jelas-jelas mana ada aku main serong sama wanita lain, Pak."
"Iya sabari aja, Ben."
"Masak hanya karena aku rapat RT dia marah. Nggak masuk akal. Aku loh terbuka. Aku demokratis. Dia loh tahu semua tentang aku. HPku dia sudah biasa buka-buka. Aku nggak ada main serong, Pak. Suwerrrr,"