Benar, bukan? Betapa malasnya makhluk satu ini.
Jika aku Tuhan, maka aku bukanlah Tuhan Yang Maha Pemurah--seperti Tuhan yang sesungguhnya. Aku adalah Tuhan Yang Maha Pemarah. Sebab itu, akan kubuat perut buncit Bang Sad meledak.Â
Duarrr!
Terburailah semua isi perutnya. Tak terkecuali. Darah segar muncrat sampai ke dinding. Oh ya, ke langit-langit juga, agar menjadi lukisan yang sangat dramatis. Usus-usus, lambung dan empedu berserak di penjuru lantai. Tubuh bagian tengahnya terlihat seperti berlubang, nyaris terputus. Oh, betapa indahnya.Â
Sangat mudah bagi Tuhan. Cukup kukatakan, "Meledak!" maka meledaklah si Bang Sad.Â
Puas!
Kemudian, Mumun yang cantik itu menjadi janda kembang desa ini. Jika dia pintar, tentu tidak akan lagi terjebak cinta laki-laki bertabiat serupa Bang Sad.Â
Oh iya, hampir saja lupa. Bukankah aku Tuhan Yang Mahakuasa?
Baiklah, akan kuberi perempuan pendiam itu jodoh terbaik. Laki-laki matang yang soleh dan kaya raya. Kurasa dia tidak mencari yang rupawan. Lihat saja si Bang Sad itu. Jauh sekali dari tampan. Huhh!
Namun, Bang Sad memang sungguh beruntung. Paling beruntung sedunia dan seangkasa raya. Selain memiliki istri yang rela menjadi tulang punggung sekaligus budak baginya, aku juga bukan Tuhan.
Aku cuma cicak jantan di dinding kontrakan dua petak ini.Â